Day Twenty-five

6.9K 515 96
                                    

Ben mendengus kesal, dia sudah didesak Naya dan Papanya untuk memaafkan wanita dihadapannya ini, dia belum memaafkannya sesungguhnya. Tapi, kalau difikirkan dengan seksama, yang dikatakan Naya ada benarnya juga.

Mungkin memaafkan, dapat menyembuhkan luka dihatinya.

Cynthia menatap anaknya dengan tatapan memohon, dia sangat berharap, masih ada celah dihati sang putra sulung.

Ben mendengus keras, menggeser tubuhnya ke sebelah kanan, menutup pintu ruangan Dewa. "Besok kembali lagi, hari ini Dewa harus beristirahat". Ujarnya dengan suara ketus.

Cynthia mengusap airmatanya, mengangguk pelan. "Makasih, Nak. Mama besok.."

Ben melengos pergi, masuk menuju ruangan Dewa. Dia meninggalkan orang-orang diluar seperti Lalice, Naya dan Papanya.

"Tu orang, kalau nyebelinnya lagi kambuh tuh ya kek gitu" Sewot Naya.
🌿🌿🌿

Ben menggenggam tangan Dewa, mengusap rambut adiknya pelan.

"Bang?". Dewa memanggil abangnya dengan suara sangat pelan.

"Iya, dek?" Ben mendekatkan wajahnya ke wajah Dewa, suara Dewa yang sangat pelan,  tentu membuatnya tidak bisa mendengarkan anak itu dari jarak sebelumnya. "Mau apa?".

"Pulang".

"Enggak dulu, sembuh dulu, ya?"

Dewa mengangguk setuju, "Abang, siapa yang kesini?".

Ben tidak langsung menjawab, dia menengok ke arah pintu.

"Itu, Mama".

Dewa kembali menghela nafas dalam, "Sempet ketemu mama, gak ya?".

Ben meringis, dia mengusap kepala Dewa pelan. "Kamu mau ketemu dia?".

"Dia ibuku, kata Nik akung di mimpi, mama udah nyesel".

Ben tersenyum, dia mengangguk pelan. "Iya, dia mau minta maaf. Kamu mau maafin?".

Dewa mengangguk cepat, tangannya berbalik lalu menggenggam tangan Ben erat. "Abang maafin dia, ya? Gak papa gak sekarang, tapi jangan lama-lama".

Abangnya mengangguk pelan, meredam rasa tak rela memaafkan ibunya sendiri, tapi dia harus ikhlas memaafkan. "Kamu istirahat dulu, ya? Abang jagain".

"Abang kan harus kerja, gue sama papa aja".

"Eyy, sekarang manjanya sama papa, ya? Gak sama abang lagi".

Dewa tersenyum, dia sedikit malu karena manjanya seolah kembali. Kemaren dia malah meminta disuapi, dan ditemani tidur oleh papanya, seolah membayar rasa rindu yang lama dia pendam.

"Iya udah, kalau abangnya disuruh kerja lagi. Abang kerja deh, nanti abang panggil papa".

"Abang!"

"Hemm?".

"Abang tahukan? Dewa sayang abang?"

Dengan ragu Ben mengangguk pelan, merasa aneh adiknya bertanya begitu.

"Syukurlah".
🌿🌿🌿

William membasuh wajah Dewa dengan handuk hangat dipagi ini, memastikan wajah pucat Dewa bersih.

Pria itu tersenyum melihat anaknya yang menatapnya dengan senyuman juga. "Kenapa liat papa kayak gitu?".

"Papa ganteng"

"Makasih, gantengan siapa papa sama abang kamu?" tanyanya sambil melanjutkan elusannya ke tangan kanan Dewa.

"Dewa!" Dewa tak perlu berfikir lama untuk menjawab pertanyaan dari Papanya itu.

TodayWhere stories live. Discover now