Day twenty-Six

8.2K 529 187
                                    

Ben diam menatap adiknya yang kini terlilit alat-alat rumah sakit, dia belum mengambil keputusan jalan selanjutnya.

Papanya tidak membantu, dia bilang bahwa dia sudah ikhlas, berdeba dengan Lalice, adiknya tidak berbicara lagi setelah mendengar apa yang dikatakan Gema.

Dua hari, waktu yang lama untuk berfikir langkah apa yang harus dia ambil sekarang..

"Abang harus apa?".
🍃🍃🍃

Cynthia mangkir tiga hari setelah dia bertemu dengan Ben, dia tidak bisa pergi karena anak serta suaminya tiba-tiba pulang.

Dia membutuhkan waktu untuk menjelaskan pada suami serta anaknya bahwa dia memiliki anak lain, dua anak lelaki yang kini membutuhkannya lebih dari apapun.
Dan setelahnya, disinilah dia. Dihadapan ICU yang ditunjukkan oleh seorang suster wanita di meja resepsionis.

"William? Apa yang terjadi?".

Lelaki paruh baya itu tidak langsung menjawab, dia tersenyum tipis. William bingung menjawabnya, "Dia koma".

Cynthia tertegun, dia terduduk lalu menangis. "Aku belum sempat melihatnya".

Lelaki itu menepuk pundak Cynthia pelan, "Dia menanyakan mu, bahkan bertanya apakah sempat bertemu denganmu atau tidak, dia juga bilang pada Ben, bahwa dia memaafkanmu!".

Cynthia makin terisak, hatinya semakin sakit ketika penyesalan mengikat hatinya semakin keras. Dia menyesal untuk waktu-waktu yang dia sia-siakan.

Dia menyesal, kenapa rasa rindu itu hadir ketika melihat sang putra ketiganya Dewasa, berkembang dan mengingatkannya pada dua anak lelaki lainnya.

Dia sangat menyesal, dia ibu yang sangat buruk.

"Jangan menangis!" William kehabisan kata penenang, nyatanya dia, Ben maupun Lalice kehilangan semangat itu lagi.

Cynthia terdiam, mengingat apa saja yang telah dia lakukan pada kedua anaknya, dan dia menyesal untuk segala itu.
🍃🍃🍃

Ben anak yang Dewasa di usia enam tahun. Dia sudah pandai menenangkan adiknya yang menangis lebih baik daripada Thia.

Thia tersenyum tipis, menjinjing tasnya lalu menghampiri Ibunya

"Bu, besok Kamal kerumah sama orang tuanya." Ujarnya dengan nada ceria.

"Loh? Kok dadakan? Ibukan belum siap-siap".

Thia tidak langsung menjawab, kemudian tersenyum tipis. "Emang sengaja bu, mau ngomongin acara lamaran".

"Iya udah, terserah kamu ajalah. Kan ibu cuman bisa ngikut" Nik akung kembali pada rutinitasnya merajut jaket si kecil Dewa yang sudah dia kerjakan selama seminggu ini, "Kamal tahukan, kamu punya Ben dan Dewa?".

Thia tertegun, satu hal yang dia tidak pernah dia ceritakan adalah masa lalunya. "Enggak, bu".

"Lalu gimana? Bagaimanapun, mereka anak kamu loh!".

Thia tak sempat menjawab, dia berfikir terlalu lama, dia juga terlalu takut mengatakan yang sebenarnya. Hingga pertemuan itu terjadi.

"Mami gak mau, ya acara ini biasa aja. Kamu itu calon pengantin Wardhana, semua harus sempurna".

Cynthia meringis, dia tersinggung dengan marga keluarga calon suaminya. Dia tahu keluarga Wardhana itu siapa, keluarga dari pengusaha batubara di kalimantan.

"Iya, mam. Cynthia kan gadis yang baik dan berpendidikan".

Thia ingin menangis, gadis? Baik? Berpendidikan? Dia bukan gadis lagi, dia seorang ibu, baik? Bahkan dia bukan gadis baik-baik apalagi berpendidikan dengan pengalaman pernah kumpul kebonya.

TodayWhere stories live. Discover now