Day four

8.6K 595 62
                                    

Kalau ada yang nanya seberapa beharga Abang, Dewa pasti cuman jawab, 1 perak doang.

Yang denger pasti bakal ngakak abis-abisan, terus bilang "Murah banget sih abang lo".

Dengan muka lempengnya, dia bakal bilang "Bayarin Abang gue kontan".

Dan Bian yang usil tadi nanya, dengan lugu bilang "Kalau kontan kagak ada, pke kembalian aja?".

"Enggak".

"Iya susah, lah"

"Iya sesusah itu punya abang cem abang gue, sesusah lu nyari duit seperak" Dewa meneguk air putihnya, rasa pait di lidahnya benar-benar sedang mengganggunya. Kalau tidak, mungkin dia akan meneguk seteguk kopi ditangan Bian.

Bian sendiri menatap Dewa yang sepertinya tersinggung dengan pertanyaan dia tadi, masalahnya anak itu terlihat sangat kesal.

"Lo gak marah ama gue, kan?".

Dewa berbalik, merogoh sakunya mengecek pesan atau sekedar melihat akun instagram miliknya, "Males sih marah ama lo, nanti gak ada yang bayarin gue makan".

Mungkin Bian harusnya merasa bersyukur Dewa tidak marah padanya, tapi mendengar kata bayarin membuat dia meneguk ludahnya sendiri. Kalau dilihat, Dewa sudah memesan berbagai makanan, mulai dari kentang goreng, sampai oglio lio. "Jujurnya gue tu lagi bokek" katanya dengan nada memelas.

"Tapi gue gak peduli sih, kan lo yang ngajak gue jalan."

Bian tak berkutik, sebenarnya yang dikatakan Dewa itu benar. Habisnya, beberapa minggu ini, Dewa sangat jarang terlihat, terakhir weekend kemarin saja dia manggung lagi dengan dirinya, sudah itu Dewa menghilang lagi dan cenderung sulit dihubungin. "Iya juga sih, salah lo juga sih ngilang".

"Gue bukan tuyul, njirr. Gak pake ngilang-ngilangan, kemaren gue ribet ama abang gue ma temennya yang nafsu bgt ma gue".

"Nafsunya?".

Dewa berbalik, matanya memicing kesal karena merasa Bian banyak tanya, "Kepo".

"Kapan sih, lo gak resek?".

"Fak, gue ngeselin aja lo cariin". Dewa kembali mencoba menelan kentang gorengnya, bodo amat dengan minyak yang terasa ditangannya.

Kalau abangnya tahu, pasti dia bakal mengamuk. Ben sudah melarang Dewa makan yang mengandung minyak, salahkan juga badannya yang gampang sakit sekarang, kalau sampe dia kena radang tenggorokan, bisa ditahan lagi dia.

Kemarin saja, gara-gara masuk angin Dewa sampe demam dan ditahan di rumah sakit.

"Aslinya sih, Wa. Lo kenapa?" Bian sudah sangat penasaran, tidak biasanya Dewa menghilang tanpa kabar seperti ini.

"Sakit gue" Jawab Dewa cuek.

"Sakit hati gegara Lea pindah?".

Matanya mendelik tidak suka, meski kenyataannya begitu. Sakit hati rasanya lebih baik daripada sakitnya sekarang. "Sakit kanker, njirr".

"Bohong" Bian melongo, antara kaget dan tidak percaya.

Dengan tidak tahu dirinya Dewa dia menaikkan kaos putihnya, disana terlihat kateter yang cengaja tidak dilepas dan hanya diberi plaster agar tidak bergerak dan melukai dirinya. "Terus kalo gue bohong, ini buat apaan?".

"Asli?" Bian benar-benar kaget sekarang, dengan otomatis dia mendekat dan melihat kateter itu, ada rasa linu melihatnya.

Dewa mengangguk, dia kembali memilin oglio dengan garpu lalu menelannya meski lidahnya harus merasakan pedas.

"Sejak kapan?".

"Tanya abang gue lah, gak faham gue. Waktu itu dia cuman liat badan gue rada kuning gitu, terus gampang sakit lah gue dan dia nyuruh gue cek. Dan dia juga yang ngabarin gue kena". Jelasnya pada temannya satu itu.

TodayWhere stories live. Discover now