Day eight

7.1K 617 83
                                    

Kalau anak lain akan senang ketika mendengar, "Mama pengen ketemu", Dewa tidak. Dia langsung murang maring, lalu mendorong piringnya keras.

Dia merasa kesal secara tiba-tiba, "Ngapain sih?".

"Acara sunatannya anak Om Dodi di Bandung, kita disuruh kesana sama Om Dodi, dia juga bilang Mama pengen ketemu" Jelas Ben sambil mendorong piring kecil berisi obat Dewa.

Tangannya pun sibuk memindahkan cairan dari botol kecil itu ke suntikan, lalu menarik salah satu lengan Dewa.

Entah saking kesalnya, Dewa tidak sadar bahwa satu suntikan sudah berpindah ke tubuhnya, bahkan sampai suntikan itu keluar.

"Abang gak ngabarin diakan, kalau gue sakit?" Telisik anak itu kemudian.

"Ngapain? Orang itu juga kata om Dodi" Jawab Ben pelan, "Minum obatnya".

"Males".

"Lo mau gue apain sih?".

Dengan malas Dewa meneguk obatnya, mendengar nama Mama entah dia menjadi sangat kesal sekarang, dia kemudian tidak berujar lagi, lebih sibuk melihat Abangnya memainkan HPnya.
🌿🌿🌿

Meski sedikit pusing, Dewa bangkit dari tidurnya ketika dilihat jam di nakasnya menunjukkan pukul 6.

Biasanya, Ben sudah membangunkannya dari jam 5 untuk sholat subuh berjamaah, tapi hari ini abangnya belum juga membangunkannya.

Suara orang muntah di kamar mandi adalah hal yang samar terdengar ketika Dewa membuka pintu, suaranya seperti Abangnya, maka dengan langkah pelan dia menghampiri pintu kamar mandi.

"Bang?" Tanggilnya.

Tidak ada sautan yang Dewa dengar, dengan sabar dia menunggu di depan pintu.

Tak lama, Ben keluar dengan wajah pucat dan tubuh yang terlihat lemas, "Abang kenapa?".

"Kayaknya abang keracunan makanan deh, tapi gak papa kok".

"Ke dokter, kalo gitu"

"Gue juga dokter, belegug!" Ben perjalan menuju dapur, mengambil gelas lalu mengisinya dengan air hangat, hal yang bisa meredakan diare dan muntah-muntah karena keracunannya.

Dewa menepuk jidatnya sendiri, abangnya itu bego. Emang kalo dokter gak boleh pergi ke dokter lagi?

"Iya maksudnya, kan bisa diperiksa aja dulu".

"Kagak usah, gue udah tau kenapa. Udah nelfon Arman buat nganterin obat ke sini" Meski terlihat lemas, Ben mengeluarkan penggorengan lalu memasukkan sedikit minyak disana, lalu memotong bawang merah dan putih, dia akan membuat tumis tahu dan pecay untuk sarapan.

Sambil menunggu bawang itu matang, dia mengeluarkan penanak nasi.

"Abang, gue aja yang masak" Dewa menghampiri Ben yang terlihat kewalahan memasak, "Istirahat".

"Gue gak mau dapur gue kebakar, sana solat! Udah tau telat".

Dewa mengerucutkan bibirnya kesal, Abang memang sangat keras kepala dan sulit diatur.

Sedangkan Ben, dia terus asyik memasak, sesekali membalikkan tahu dan kucay, sambil membersihkan beras.

Dewa kembali berjalan ke kamar mandi, mengambil air wudu lalu melaksanakan solat yang sudah sangat terlambat itu.

Setelahnya, dia kembali ke dapur. Mengawasi abangnya yang mengurut kening pelan.

Dia merasa takjub, meski sakit Abang tidak mengeluh. Dan itu menbuat dia merasa sangat bersalah, saat sakit dia sangat manja, inginnya semua dituruti abang, tapi saat abang sakit, abang menanggung semua sendiri, dan masih mengurus Dewa yang sakit.

TodayWhere stories live. Discover now