Day eighteen

5.7K 477 51
                                    

Raka dan Dewa bertemu lagi di ruang Khemo. Setelah darahnya naik, dia bisa menjalankan khemo lagi.

Ini semua tak lepas dari pengorbanannya menelan ati sapi yang membuat Ben dan Naya mual seketika, tapi Dewa menahannya, dia menelannya dengan lahap agar bisa mengikuti Khemo.

Raka tersenyum ramah, menunjukkan tangannya yang sudah dipasangi selang khemo, sedangkan Dewa hanya menurunkan kaosnya pelan, menunjukkan selang di dadanya.

"Lo sendirian?" Tanya Dewa melihat sekeliling tak ada orang lain lagi selain suster Difa dan suster Dian.

Raka menggeleng, "Ada Ibu, tapi dia ke ruang dokter Ben".

Dewa mengangguk, "Ini pertama, Ka?".

Raka menganggung gamang, nyatanya inilah hal yang membuat anak SMA itu tegang, Khemo pertama seumur hidupnya.

"Tenang, yang pertama paling lo ngerasa seluruh badan lo kek kepanasan dari dalem, terus mual. Ada juga gejala rambut rontok, tapi rambut gue enggak sih. Itu mah tergantung individu deh keknya" Jelas Dewa.

Raka tertawa pelan, "Abang banyak tau, ya?".

"Gue udah empat tahun sakit, terus kan Abang gue dokter juga".

Raka mengangguk faham, "Semangat ya bang".

"Elo juga, yang kuat yaa".
🌿🌿🌿

Dewa mengerjapkan matanya, rasanya tubuhnya sangat lemas sekarang.

Dia lupa, kapan dia kehilangan kesadarannya. Yang dia ingat, terakhir kali setelah mbak Gema dan abangnya datang, obat mengalir dan dia tidak ingat apapun.

"Abang" Panggil Dewa dengan sangat pelan.

"Iya, De?" Ben mengelus tangan Dewa pelan, "Ada yang sakit?".

Dewa menggeleng, bingung menjawab mana yang lebih sakit, karena nyatanya seluruh tubuhnya sakit.

"Yaudah, tidur lagi aja".

Dewa mengangguk, dia menutup matanya dan kembali terdengar dengkuran darinya.

Naya mengelus pundak Ben pelan, "Istirahat, yuk! Udah malem".

Ben mengangguk, "Aku ada kunjungan pasien dulu, kamu mau pulang?".

"Aku nemenin Dewa dulu deh, kamu kunjungan dulu aja. Nanti kalo kamu udah, aku pulang pake gojek".

Ben mengangguk, "Iya udah, aku nitip si manja. Makasih ya?".

"Heh, lupa ya? Gak ada makasih-makasihan!".

Ben tersenyum lalu mengecup kening Naya cepat, "Iya. Aku kerja dulu, ya? Biar cepet ngehalalin ade cepet-cepet".

Naya mendengus, meski begitu dia merasa senang digombali oleh Ben sedemikian rupa. "Iyalah, terserah abang aja".
🌿🌿🌿

Pagi-pagi sekali Dewa sudah bangun, bahkan dia yang balik menunggui abangnya yang tidur di sofa depan ranjangnya.

Dia membalik buku yang dia baca sambil sesekali melirik sang abang yang tertidur.

Tak lama, Ben menggeliat sebelum bangkit dan merenggangkan tubuhnya. "Tumen lo udah bangun?".

"Gue bangun cepet salah, bangun siang salah juga. Maunya apa sih, bang?". Ujarnya tidak mengalihkan mata dari buku bacaannya.

"Baca buku apaan, sih?". Tanya Ben sambil mengucek matanya yang terasa perih.

Dewa tak langsung menjawab, dia membalik judulnya dan membaca judul buku itu pelan, "Minjem dari Raka sebelum khemo kemaren".

TodayOnde as histórias ganham vida. Descobre agora