extraaaaa

5K 366 95
                                    

Mamak mau ceritaaa,

Tentang....

Ben mengancingkan Jas abunya pelan, menatap pantulan dirinya di depan cermin, memastikan bahwa dia sudah tampan dengan balutan tuxedo yang membuatnya terlihat tampan.

"Udahlah, jangan kebanyakan ngaca. Nanti kacanya pecah, gak lo ganti juga, bang!"

Ben tersenyum lalu mengangguk, dia kemudian keluar dari kamar dan menuju tempat Papa dan Mommy tirinya, serta Lalice yang menunggu dia diluar apartment.

"Udah siap?" Papa kemudian bangkit dari atas sofa, disusul Mommy Sandara dan Lalice setelah melihat Ben mengangguk yakin.

"Tungguin guee!"

Perjalanan tidak memakan waktu lama, hari ini masih tiga hari setelah hari raya Idul Fitri.

Sebuah rumah terlihat ramai, banyak orang yang menyambut rombongan kecil mereka.

"Ini teh Mas Ben?" Seorang lelaki tua menyalami Ben dan keluarganya satu persatu, "Ayo masuk, mas! Neng Nayanya udah gak sabar katanya".

Wajah Ben memerah seketika, perasaan malu menjalar menuju jantungnya dan kerja organ itu menjadi dua kali lebih cepat.

"Jantong lo, kontrol!"

Umi dan saudaranya menyambut kedatangan Ben dan keluarga, mempersilahkan duduk dan MC yang disiapkan oleh keluarga Naya pun membuka acara.

"Jadi, hari ini saudara Ben dan keluarga ingin melamar Naya Puti Asri, betul?".

Ben dengan malu mengangguk pelan, dengan refleks mommy Sandara mengusap lengan anak itu untuk meredam rasa tegangnya.

"Bagaimana, bu? Diterima?" tanya MC itu lagi.

Umi tersenyum menatap tamunya satu persatu, "Iya kalo umi mah, gak bisa jawab, tanya aja sama anak umi yang mau dilamar".

Setelah umi berbicara, Naya dibawa keluarga oleh saudara-saudara sepupunya yang lain keluar kamar.

Dengan kebaya kutu lama berwarna merah marun, dan batik tulis sebagai roknya, Naya terlihat cantik.

"Wah, kaka ipar gue cantik".

"Bagaimana, Neng Naya? Ehh tapi lebih enak, kalau Aa' gantengnya yang nanya langsung" Tunjuk MC itu.
Dengan malu Ben maju kedepan Naya, mengambil alih Mic yang disodorkan padanya.

Naya tersenyum kikuk, dia tidak bisa menahan tawanya melihat Ben yang biasanya tidak romantis, hari ini melamarnya.

"Nay, sembilan tahun kita ngapain sih, kalau kamu gak jadi istriku?".

Semua orang terbahak mendengarkan seloroh Ben, dan Naya ikut tertawa kecil tapi tidak punya niat menjawabnya dengan kata-kata.

"Aku gak mau minta kamu nikah sama aku, tapi aku mau maksa kamu nikah sama aku! Titik, gak boleh nolak".

Naya tersenyum, meski pacarnya mengatakan dia memaksa, jelas diwajahnya kalau lelaki ini menunggu jawabannya.

"Iya, kalo abang maksa. Aku gak bisa nolak, kan?" jawab Naya pasti.

Semua orang bertepuk tangan mendengarkan jawaban tanpa keraguan dari Naya, setelahnya Ben tersenyum lebar dan membawa tangan kecil naya ke dalam genggaman tangannya.

Dia menyalipkan cincin emas sederhana pemberian ibu kandungnya yang hari ini absen.

"Makasih, aku gak sabar buat acara nikahan kita". Ujar Ben ditelinga Naya.

"Akhirnya.."
🍀🍀🍀

Setelah acara siang tadi, malam ini adalah acara sang Papa. Papanya ingin merayakan pertunangan anaknya dengan ala Kanada, tempat dia berasal.

Papanya mengundang kolega dari berbagai negara, dan mengumumkan Ben sebagai penerus dari perusahaannya.

Ben sudah memutuskan, mengurangi jam praktek di rumah sakit, dan hanya fokus pada pasien langganannya saja, dan sisa waktunya digunakan untuk mengurus perusahaan keluarganya.

Ben sudah diterima baik oleh keluarga Papanya, karena kedewasaan dan pembawaan Ben yang tenang.

Ben mencuri perhatian hampir seluruh keluarga papanya, dan berbaur dengan cepat.

Ben kini menggunakan tuxedo berwarna putih, warna yang digunakan sebagai tema dari pesta ini, idea dari sang mama tiri tentunya.

Dia berbincang dengan semua kolega papanya, bercerita tentang rencananya kedepan bersama dengan perusahaan Papanya.

Banyak temannya seperti Kevin dan Ray yang menyempatkan hadir.

Teman semasa menjadi model pun berdatangan, dia merasa senang seharian ini.

"Bang?" Panggil Naya.

Ben mengangkat dagunya, bertanya apa dengan isyarat itu.

"Boleh aku ngobrol bentar?"

Ben mengangguk, dia pamit pada koleganya dan menghampiri sang tunangan.

"Kamu tunangan sama aku, tapi malah ninggalin aku" Keluh Naya sambil membenamkan tubuhnya dalam pelukan Ben.

"Tau nih!"

Ben tersenyum, dia mendekap tubuh Naya hangat. "Maaf, abisnya kamu juga asyik ngerumpi ama Mommy sih".

"Bang, Dewa pasti seneng banget, ya?"

Ben tersenyum, menerawang ke hadapannya. "Kayaknya, dia senyum lebar banget sekarang".

"Iyalah gue seneng banget, kali!"

"Syukur deh, kalo dia seneng!" Ujar Naya sambil menghadap sang tunangan.

Ben mengangguk, "Dia dulu pernah nyuruh aku cepet nikahin kamu!".

Naya terkekek, "Gak tau aja dia, gue gak yakin ama abangnya yang tukang tebar pesona".

Ben berdecak keras, "Bukan tebar pesona, tapi emang kalo jadi dokter harus banyak senyum dan ramah".

"Iya udahlah, jangan dibahas. Yang penting kalian bentar lagi nikah".

"Wa, Abang seneng banget kalau apa yang lo mau jadi kenyataan, meski harapan abang buat lo ada disini, cuman sekedar jadi harapan".

"Hus, jangan menyesali takdir! Yang penting Dewa udah seneng disana, abangnya banyak yang sayang, dianya juga banyak yang doain, ya kan Wa? Lo seneng?".

"Iya, gue seneng banget!".

Meski, pada kenyataannya Ben tidak mendengarkannya secara langsung, tapi dia tahu. Hari ini, Tuhan mengijinkan adiknya mengunjunginya, menemaninya di salah satu hari terpenting baginya, dan dia bersyukur.

Salah satu sudut hatinya, merasakan kehadiran sang adik.

Dia bahagia, Dewa tidak kemana-mana.

Dewa, selalu dalam hati dirinya, dan semua orang yang menyayanginya.

Selamanya.

Finished

Yuhuuuu

Ini extra part kejutan, versi Dewa meninggal yakkk 😂


Nantikan kejutan lainnya, dari Shafaaaa!

Bye

Makasih

(Nulis ini sekitar sejaman, makanya cuman dikit, syukuri aja lah)

TodayWhere stories live. Discover now