5. Academy

16.2K 1.1K 22
                                    

Pagi hari yang cerah, matahari mulai menampakkan sinarnya dari ufuk timur melewati jendela kamarku. Hari ini, waktunya aku untuk meninggalkan rumah ini.

Rumah yang selama delapan tahun ini menjadi tempat tinggalku. Rasanya aku sungguh tidak rela untuk meninggalkannya, sangat tidak rela.

Aku membenarkan pakaianku sambil bercermin. Aku sekarang sedang menggerai rambutku. Cantik, satu kata untukku. Kepedean, kata kedua untukku. Hehehe. Aku menyengir lebar.

Setelah selesai, aku bergegas keluar kamar dengan menarik koperku dan membawa tas kecilku di lengan. Aku berjalan menuruni tangga dan menuju ke ruang tamu.

Di sana sudah ada Ayah dan Bunda yang sedang berbincang dengan seorang lelaki asing. Aku tidak tahu siapa lelaki itu, yang jelas pakaiannya terlihat aneh.

Wajahnya juga sangat aneh, terutama matanya. Apa aku kehadiran salah satu tokoh anime  di rumahku? Matanya mirip sekali dengan salah satu anime  yang pernah kutonton.

Sayangnya aku lupa anime  apa itu.

Aku menaruh koper dan tas kecilku di lantai dan berdiri berhadapan dengan Ayah dan Bunda. Setelah berada di hadapan Ayah dan Bunda, aku menatapnya terlebih dahulu.

Ayah, pria yang selalu membuatku tersenyum dan malu secara bersamaan.

Ayah adalah orang yang pertama kalinya membuatku malu saat ada di dekatnya. Bunda, aku selalu nyaman saat berada di sisinya. Mendapatkan kasih sayang lebih dari sekedar anak angkat.

Sekarang, aku harus pergi. Meninggalkan kedua orang tua yang kusayangi. Ah, aku tak percaya akan ada perpisahan semacam ini.

Rasanya seperti kalian sedang menjalankan sebuah misi untuk berperang dan meninggalkan kedua orang tuamu dengan perasaan bimbang entah akan kembali lagi ke sini atau mati dalam peperangan tersebut.

Ahh, dan aku juga sebenarnya tidak mengerti. Kenapa aku bisa berpikiran begitu?

Lalu aku langsung mendekat ke Bunda dan memeluknya. "Aku akan merindukan Bunda," bisikku pada Bunda tepat di telinganya.

"Bunda juga, Sayang. Jaga dirimu baik-baik," bisik balik Bunda sambil mengelus kepala bagian belakangku.

"Baik, Bun," kataku lalu melepas pelukannya dan tersenyum sebisa mungkin.

Lalu Ayah menghampiriku dan Bunda.

"Kau tak ingin memeluk Ayah, Allysha?" tanya Ayah sambil merentangkan kedua tangannya siap untuk dipeluk.

"Aahh ... Ayah ...," rengekku lalu langsung memeluknya, "aku akan merindukanmu, Ayah," lanjutku.

"Ayah juga, Sayang. Jaga dirimu baik-baik, ya. Jangan nakal!" pesan Ayahku.

Aku melepas pelukan Ayah. "Siap, Bos." Aku langsung hormat layaknya hormat saat mengikuti upacara bendera.

"Sudah siap, Nona?" tanya lelaki tersebut padaku.

Aku mengangguk. "Tidak perlu formal begitu. Panggil aku Allysha saja, cukup Allysha. Tanpa ada kata 'Nona'," pintaku.

Lelaki itu tersenyum. "Baik, Nona— eh maksudku Allysha," katanya lalu pergi lebih dulu keluar rumah.

Aku tersenyum pada Ayah dan Bunda. "Baiklah, selamat tinggal, Bun. Selamat tinggal, Ayah. Aku akan kembali."  Ya, kuharap begitu.

"Jaga dirimu, Sayang," kata Bunda sambil melambaikan tangannya padaku. 

Aku ikut membalas lambaian tangannya. "Baik, Bun. Bunda juga."

Kemudian aku berbalik dan berjalan keluar rumah. Ayah dan Bunda tidak mau mengantarku sampai teras. Mereka sangat tidak rela mengantarku pergi. Aku memaklumi hal itu.

Ventiones Academy [REVISI]Where stories live. Discover now