22. Dongeng?

5.5K 454 21
                                    

Sudah revisi

****

Setelah latihan pedang yang melelahkan, aku pun akhirnya langsung masuk menuju rumah-yang entah itu rumah siapa- dan berbaring di lantai yang dingin.

"Aaahh ... sejuknya ... dingin ...," ucapku sambil menikmati dinginnya permukaan lantai.

Samar-samar kulihat Seeya dan Raia menggeleng pelan. Jangan tanyakan padaku apa yang dilakukan si Tuan Berantakan itu. Memangnya, apalagi yang akan dia lakukan selain mengomeliku, heh?

"Dasar, payah! Baru segitu saja sudah lelah! Sudah, ayo bangun, dasar bocah bodoh! Nanti kau sakit jika berlama-lama di situ."

Lihat, kan?

Uh, kalimatnya benar-benar sangat tidak pantas untuk didengar oleh anak seusiaku. Tidak sopan sekali dia. Apakah dulunya tidak pernah diajarkan kesopanan, huh?

Ngomong-ngomong, si Tuan Berantakan ini benar-benar cerewet sekali. Seperti ibu-ibu rempong tahu!

Aku hanya diam saja, mendengarkannya berceramah. Malas sekali aku mengacuhkan si Tuan Berantakan itu. Seperti tidak ada kerjaan lain saja.

Intinya, yang penting sekarang adalah aku akhirnya mendapatkan udara segar setelah berlama-lama berpanas-panasan di luar tanpa ada angin sekecil pun. Jahat sekali memang.

Tapi, kalau dibayangkan, kasihan juga di Tuan Berantakan itu aku kacangin. Aku jadi takut terkena karma. Aku tidak mau dikacangin orang lain.

"Tidak mau! Nyaman di sini, segarrr ...."

Akhirnya aku menjawab juga. Kasihan, kan kalau dikacangin?

"Payah! Kubilang jangan tiduran di lantai, ya jangan! Dasar keras kepal! Nanti kalau sakit, kamu justru tambah merepotkan, tahu?"

Tiba-tiba aku merasa ada dua tangan yang memaksa masuk di bagian punggungku dan lututku. Seketika, tubuhku langsung terangkat bagaikan melayang di angkasa.

Baiklah, alay memang.

Tapi sungguh, ini sangatlah tidak benar. Aku tercegang sendiri. Si Tuan Berantakan itu seenaknya saja menggendongku dengan cara tak lazim seperti ini.

Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya aku digendong seperti ini oleh lelaki! Ingat, pertama kalinya!

Perlu ditekankan itu! Dan malangnya lagi, aku pertama kali digendong seperti ini di usia semuda ini! Dan dengan orang yang paling menyebalkan sedunia!

Malang sekali nasibku.

Dengan sekuat tenaga yang kupunya, aku berusaha untuk memberontak pada si Tuan Berantakan itu agar diturunkan. Sialnya, dia tetap tidak menurunkan aku, dan justru langsung membantingku di atas sofa.

Uh, manis sekali.

Beruntungnya sofanya empuk.

"Ouuuchhhh ... dasar pria tak punya perasaan! Jangan dibanting juga, dong! Sakit, nih!"

Aku langsung melayangkan tatapan sengitku padanya. Sedangkan si Tuan Berantakan itu dengan tampang tak berdosanya, dia menautkan alisnya kemudian mengangguk-ngangguk sok paham.

Menyebalkan sekali.

"Nih ya, dengarkan! Seharusnya kamu itu masih beruntung ada yang mau mindahin ke tempat yang lebih nyaman. Daripada tidak dipindahkan, terus nanti kamu sakit, dan merepotkan aku, Seeya, dan Raia? Oh ... oh ... oh ... tidak. Aku tidak mungkin mengambil resiko begitu," ucapnya dengan enteng.

Di sela-sela si Tuan Berantakan itu menasehatiku, aku hanya meniru-niru gaya bicaranya. Seolah anak nakal yang sedang diomeli ibunya dan dia mendumel.

Ventiones Academy [REVISI]Where stories live. Discover now