18. Tersesat

7.1K 533 26
                                    

Sudah revisi

****


Semakin cahaya dan panas matahari menyengat lapangan ini, semakin banyak pula keringat yang bercucuran di pelipisku.

Ditambah lagi dengan menyapu lapangan yang luasnya sudah seperti istana Buckingham  saja. Aku diam-diam merutuki diriku sendiri telah menunggu Rista yang kesiangan itu.

Seharusnya, kutinggal saja tuh anak satu. Biarlah dia yang terlambat lalu dihukum. Egois? Memang. Orang mana yang mau solid dengan hukuman seberat ini, huh?

Tak lama kemudian, aku dan Rista telah selesai melaksanakan hukuman kami. Kami pun langsung buru-buru ke kantin dan mengambil botol air minum dengan sembarangan.

"Huffffttt ... akhirnya selesai juga. Hari ini sungguh panas sekali! Haus, pula!" keluh Rista.

Ia terus-terusan mengibas-ngibas wajahnya dengan tangannya demi mendapatkan setidaknya sedikit angin dari kibasan itu. Lagipula, angin sepertinya sedang tidak mau berbaik hati padaku.

Ia lebih memilih mengkhianatiku daripada berbaik hati padaku. Jahat sekali memang angin itu. Di keadaan seperti ini, dia tidak mau berbaik hati padaku.

Entah kenapa, aku juga langsung melakukan hal yang Rista lakukan itu. Oh iya, satu kata untuk kondisi kami saat ini, berantakan.

Bagaimana tidak? Menyapu lapangan secara murni tanpa sihir atau pun kekuatan dan berdiri di lapangan selama satu jam. Pastilah wajar keadaanku berantakan.

Entah itu berantakan, dengan rambut yang tidak terbentuk dengan rapih, entah itu seragam yang kotor—terkena tanah dan basah—bagaikan habis berenang dengan menggunakan seragam. Jika sudah seperti itu, bagaimana tidak dikatakan dengan 'berantakan'?

Tiba-tiba Rista mengangkat tangannya seolah-olah dia menyerah kemudian ia berkata, "Sudahlah, sumpah! Aku trauma! Aku janji tidak akan bangun kesiangan lagi dan tidak akan telat lagi! Sungguh, aku janji!"

Aku hanya bisa memutar bola mataku dengan malas. "Ya ... ya .... ya ... terserah."

Setelah merasa cukup istirahat, aku pun beranjak dari kursi. "Sudahlah, ayo cepat ke kelas. Nanti kita ketinggalan materi."

"Aduh, Sha. Nanti dulu, dong. Aku masih kurang istirahatnya, nih," keluh Rista.

"Jangan banyak alasan, deh. Ayo cepat! Kalau kamu tidak ingin ke kelas, ya sudah aku saja!"

Lalu aku pun dengan tega langsung berjalan meninggalkan kantin menuju ke kelas. Meninggalkan Rista juga yang masih dalam posisi menidurkan kepalanya di meja kantin.

Mungkin karena jalanku lama, atau karena suara teriakan Rista yang memang begitu menggelegar sehingga masih terdengar di telingaku dengan jelas.

"Allysha, tunggu!"

Setelah itu aku mendengar suara langkah kaki yang sedang berlari ke arahku. Berarti benar, suara Rista yang menggelegar, bukan langkahku yang lambat.

Kami pun segera berjalan menuju kelas. Tapi, tunggu dulu! Aku merasa ada yang janggal di sini. Aku pun menghentikan langkahku.

Rista yang sepertinya sedang enak-enaknya jalan, ketika melihatku berhenti, dia pun menjadi terkejut.

"Ada apa?"

Aku pun menoleh ke arahnya. Satu kalimat dariku yang membuatnya menepuk dahi pelan dan aku hanya bisa menyengir.

"Aku lupa jalan menuju kelas, hehehe."

Maklum, aku, kan baru beberapa hari ada di Academy ini, jadi aku belum terbiasa dengan lingkungannya yang super-duper luas ini. Aku, kan paling malas yang namanya 'mengingat'.

Ventiones Academy [REVISI]Where stories live. Discover now