D.U.A.S.E.M.B.I.L.A.N

9.3K 1.4K 178
                                    

"RENDY!!!" Teriak Rio sekencang mungkin sambil menyebutkan nama Rendy. Berharap Rendy mendengarnya.

"Jangan terlalu kuat ri, nanti mereka denger. Kan malah ribet." Ujar Dion.

"Yaudah kita ngebisik aja manggilnya." Sahut Cero.

"Reeeendyy." Ucapnya dengan suara pelan. Lalu setelahnya dia tertawa.

"Kan, kumat." Sahut Rezky sambil berjalan mendahului yang lainnya.

"Kalo bisik sampe mati juga gak ketemu." Ucap Rio.

"Gue gak mau tuh nyari Rendy sampe mati." Sahut Cero.

"Yak. Sip." Ucap Varo.

"Kalo Rendy ketemu makan-makan pokoknya. Hahaha selametan." Sahut Cero lagi.

Setelah hari sebelumnya Cero banyak diam, akhirnya Cero mulai menyeloteh lagi. Dia tidak berhenti menyahut. Kalo kata Cero sendiri sih. "Gue kemaren abis bensin. Makannya diem. Kalo sekarang udah fulltank, udah makan soalnya." Dan setelahnya dia tertawa.

"Kita harus cari kemana? Hutannya luas gini." Tanya Varo tiba-tiba.

"Kita harus punya tujuan." Lanjutnya.

"Kehatimuu." Sahut Cero.

"Ya cari aja. Kita jangan pisah. Nanti malah ribet lagi." Jawab Rio.

Dan Varo mengangguk-anggukan kepala menanggapi jawaban Rio.

"Rendy!!" Teriak Rezky. Namun suaranya tidak terlalu kencang.

"Kalo gak pasang spanduk anak ilang aja." Sahut Cero yang langsung membuat Dion   kepalanya, lelah dengan Cero.

"Rendy!!" Panggil mereka lagi. Namun tidak ada jawaban.

Hanya ada suara jangkrik dan keheningan hutan.

Mereka berlima tetap jalan mencari keberadaan Rendy. Tidak lupa terus berteriak memanggil nama Rendy.

***

"Stttt."

Rachel yang melihat nenek itu sudah didalam gubuk, terlihat sangat ketakutan. Bahkan Giesele terlihat membeku ditempatnya. Dara sendiri malah menutup wajah menggunakan kedua telapak tangannya.

"Diam." Kata nenek itu sambil mendekati mereka berempat.

Rachel yang terlihat sangat ketakutan baru saja ingin berteriak, namun nenek itu menutup mulutnya.

"Kalian harus diam. Nanti mereka dengar." Ujar nenek itu.

"Mereka siapa?" Tanya Elyn. Meskipun ia sangat ketakutan, ia memberanikan diri untuk bertanya.

"Kepala desa. Mereka datang mencari kalian." Ucap nenek itu.

Mata Giesele langsung melotot kaget. Berarti itu tandanya, nenek itu sedang menolong mereka kan?

"Kenapa nenek menolong kami?" Tanya Dara yang baru saja bangun dari posisi duduknya.

"Cucu saya. Satu-satunya cucu saya, dibunuh oleh mereka. Dijadikan tumbal untuk ritual." Jawab nenek itu.

"Jadi nenek bukan orang jahat?" Tanya Rachel.

Nenek itu menggeleng lalu tersenyum singkat. "Saya gak pernah ada niatan seperti itu." Jawab nenek itu.

Rachel yang mendengarnya langsung merasa bersalah karena selama ini dia sudah menuduh nenek itu yang tidak-tidak. Tapi seketika Rachel langsung kepikiran sesuatu. Jari yang ada di kuali itu?

"Yang ada di kuali itu? Nenek memakannya. Saya melihatnya." Sahut Rachel.

"Iya bener. Kenapa nenek memakan jari manusia?" Tanya Elyn juga.

"Itu suatu budaya adat dari sini. Disini mempercayai, kalau kita memakan jari manusia yang baru meninggal, kita akan panjang umur." Jawab nenek itu.

Giesele sedari tadi hanya diam membeku. Dia sama sekali tidak membuka bibirnya.

"Puji!! Jangan menyembunyikan mereka. Saya sudah tau!" Suara teriakan itu terdengar dari luar.

"Kalian bisa kabur lewat situ." Ucapnya sambil menunjuk bagian ujung gubuk yang memang sudah rusak dan terdapat bolongan yang cukup kecil namun cukup untuk badan mereka berempat.

"Lalu nenek?" Tanya Dara.

"Saya akan menahan mereka disini." Ucapnya.
Lalu tanpa aba-aba, mereka berempat memeluknya.

"Terima kasih banyak." Ucap Giesele.

Tiba-tiba pintu gubuk diketuk kencang.

"BUKA!" Teriak seseorang dari luar.

"Cepat." Ujar nenek itu.

Dan merekapun satu persatu keluar dari gubuk tersebut lewat lubang yang nenek itu beri tahu.

Lalu setelah mereka semua keluar dari gubuk itu, nenek itu menutup lubangnya dengan kuali berukuran besar.

BRAK!!

Pintunya sudah terdobrak dari luar.

"Dimana dia?" Tanya perempuan separuh baya kepada nenek tersebut.

Nenek itu hanya menggelengkan kepalanya. Tak lama, nenek itu diseret keluar dan ditunjukan suatu barang yang memang milik salah satu dari mereka bersembilan.

"Kemana perginya mereka?" Tanyanya lagi. Namun nenek itu tetap menggelengkan kepalanya.

"Penggal dia." Ucap kepala desa tersebut, lalu berjalan menjauh dari nenek itu.

Rachel yang melihat itu dari pohon yang tak jauh dari gubuk tersebut tak kuasa menahan tangisnya. Dia sudah menangis sejadi-jadinya.

"Ayok pergi." Ajak Giesele.

"Bentar. Kalian tunggu sini. Kalo kira-kira ada yang melihat kalian, kalian lari aja. Ada yang perlu gue ambil." Ucap Dara.

Namun belum saja yang lain menanggapi ucapannya, Dara sudah berlari menjauh dari mereka.

"Ck. Gimana sih. Dia mau ambil apaan sih." Decak Elyn kesal.

Sedari tadi, Elyn tidak lupa merekam kejadian demi kejadian satu persatu.

"Jangan. Jangan. Jangan." Ucap Rachel pelan sambil nangis sesegukan. Dari tadi dia memperhatikan nenek itu.

1

2

3

Kepala nenek itu sudah dipenggal dan dilemparkan kesembarang tempat.

Rachel bahkan menutup mulutnya agar suara isakan tangisnya tidak terdengar. Giesele menutup mulutnya karena takut tiba-tiba dia mengeluarkan isi mulutnya. Dan Elyn, tanpa sengaja dan tanpa ia sadari, ia merekam kejadian itu.

Namun tak kunjung lama, Dara datang. Dengan membawa kertas yang digumpalkan.

"Jalan keluar dari sini." Ucap Dara.

"Ayok. Kita cari yang lain." Ajak Elyn dan mereka hanya menganggukan kepala dan berjalan menjauh dari pemukiman warga tersebut.

***
Bersambung...

791 kata. Udah panjang ini.

Bentar bentar, gue mau malak dulu.

300 vote lanjut. HAHAHAHAH

VOTE AND COMMENT💚❤️

Dont Believe (School Horror 3) [END]Where stories live. Discover now