E.M.P.A.T.D.U.A

3.8K 616 59
                                    

First, take care semuanya.

***

#Rendy Giesele story.

"Gue tau harus gimana," Ucap Giesele tiba-tiba yang seketika membuat Rendy berhenti dari jalannya.

"Ngerecokin ritual itu?" Tanya Rendy.

Giesele mengangguk.

"Gis, setelah gue pikir-pikir mending kita pergi dari sini sekarang juga. Gak ada gunanya tolong anak itu. Kita juga gak kenal dia kan? Yang penting keselamatan kita dulu." Rendy menatap Giesele. Berusaha meyakinkannya.

"Lo...Tega?" Tanya Giesele.

"Harus tega gis, daripada lo yang kenapa napa." Kata Rendy menekankan.

"Gue, gak tega." Mata Giesele terlihat mulai berkaca-kaca.

"Dan lagi, satu-satunya cara keluar dari tempat ini, ada di Dara." Lanjutnya.

"Hah? Ada di dia?"

"Iya, nenek itu yang kasih."

Rendy menutup matanya rapat-rapat. Lalu menghembuskan nafasnya kasar.

"AAAAAAAH!" Suara teriakan itu seketika membuat Giesele dan Rendy melotot kaget.

"Elyn." Tanpa berfikir panjang, Giesele langsung berlari meninggalkan Rendy yang masih diam ditempatnya.

"GIS TUNGGU." Rendy berlari mengejar Giesele.

"ELYN!!" Teriak Giesele kencang. Dia seakan-akan tidak perduli apapun.

"Gis Astaga!" Seru Rendy frustasi.

Giesele berhenti dari larinya, nafasnya naik turun dengan cepat.

"Itu suara Elyn kan ren?" Tanya Giesele.

"Gis, jangan lari sendirian."

"I-itu.."

"Ayo kita cari bareng."

***

#Elyn story.

Nafas Elyn tercekat disaat dia merasakan nyeri yang sangat hebat pada bagian pahanya kirinya. Badannya seketika kaku untuk digerakan. Dia memejamkan matanya, berusaha mengalihkan pikirannya dari rasa sakit yang dia rasakan.

Elyn melihat lelaki itu memegangi kepalanya yang tadi Elyn pukul dengan batu. Itu terlihat mengeluarkan Darah.

Elyn berusaha mengatur nafasnya, dia menggigit bibir bawahnya kencang. Mencoba agar rasa sakit pada pahanya berkurang.

"Gue gak boleh mati. Gak boleh." Elyn menekankan setiap kata itu dalam pikirannya.

Elyn berusaha menggerakan kaki kanannya dan kembali menendang-nendang lelaki itu. Mencoba menyelamatkan dirinya. Namun ternyata sia-sia, hal itu sama sekali tidak membantu. Lelaki itu masih mencoba menggapai tubuh Elyn. Mungkin akan mencekiknya? Elyn juga tidak tahu, tapi yang pasti Elyn tetap menendang lelaki itu agar menjauh darinya.

Tidak ada cara lain.

Benar, tidak ada.

Dengan cepat dan tanpa berfikir lagi, dia mencabut sabit yang berada di pahanya dan melayangkannya ke kepala lelaki itu.

"AAAAAAH!" Jeritnya kencang.

Namun ternyata meleset, sabit itu hanya menggores bahu lelaki itu.

Elyn menangis, dia bahkan tidak dapat menahan air matanya.

Sekali lagi, Elyn melayangkan sabitnya tepat ke arah kepala lelaki itu.

Set.

Kali ini, berhasil. Sabitnya menancap tepat di dahi lelaki itu. Elyn menghapus air matanya kasar. Darah di pahanya terus-terusan mengalir tanpa henti. Ia mulai merasakan pandangannya gelap.

Hingga akhirnya, benar-benar gelap.

Tapi pada saat yang bersamaan seseorang berlari ke arahnya. Elyn masih dapat merasakan kehadirannya.

"El! Elyn!"

Elyn merasakan pipinya ditepuk-tepuk oleh seseorang. Membuatnya kembali sadar.

Yah, padahal dia merasa sangat mengantuk saat itu.

"El bangun!"

Perlahan Elyn membuka matanya.

Giesele.

Dan Rendy.

"Da-darahnya gis." Rendy menunjuk ke arah paha kiri Elyn.

Rendy berjalan ke arah lelaki yang telah tewas tersebut. Mencabut sabit di kepalanya. Lalu merobek sedikit bajunya.

"Tutup lukanya." Ucap Rendy sambil melemparkan robekan baju itu ke arah Giesele.

Dengan sigap Giesele membalut luka di paha Elyn menggunakan robekan baju tersebut.

"Jangan liat sini." Rendy memperingati.

Namun Giesele heran dan reflek melihat ke arah Rendy.

Rendy mencabik-cabik mayat lelaki tersebut. Membuat darahnya muncrat kemana-mana. Mata Giesele langsung melotot kaget.

"Ren..."

"Dia udah nyelakain temen kita gis." Ucap Rendy.

"Udah, stop." Giesele menangis. Bahkan ia merasakan mual menjalar di seluruh tubuhnya. Melihat darah dimana-mana. Luka sobek yang sampai terlihat kedalam tulangnya.

Giesele menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya yang berlumuran darah. Nafasnya naik turun karena menangis.

Rendy menghampiri Giesele.

"Udah, sekarang gak papa."

"G-gis?" Suara lemah itu keluar dari bibir Elyn.

"El? Lo—" belum sempat Giesele bertanya, Elyn sudah menjawabnya terlebih dahulu.

"Gak papa." Katanya.

"Ayok, kita harus gerak sekarang." Rendy berusaha membuat Elyn berdiri dengan menopang tubuhnya.

"Sakit—"

"Tahan El, kita bakal selamat."

***

masih kerasa gasi feelnya?

parbet gue gantungin ni cerita lama bgt. maaf yah hehe.

gatau deh ini masi ada yg baca/ga.

gue juga sedikit lupa sm alurnya, kalo ada yg aneh, komen aja.

Vote and comment💜❤️

Dont Believe (School Horror 3) [END]Where stories live. Discover now