Bagian 21: Ancaman

2.3K 538 75
                                    

Selepas membeli es tung-tung, aku dan Red memasuki aula. Lebih banyak cowok daripada cewek di sini. Di atas panggung, Poppy dan empat cowok pengiringnya tengah membawakan lagu I Will Fly dari grup musik Ten2Five. Gadis itu mengenakan baju, rok, stocking dan sepatu serba putih. Pakaiannya lebih tertutup daripada biasanya. Sayang sekali. Maksudku, alhamdulillah.

Seisi aula bergemuruh begitu Poppy selesai bernyanyi. Tirai ditutup. Sekitar lima menit kemudian, tirai dibuka kembali, menampilkan Mustafa Kepret dan seorang cewek berjilbab sebagai MC pendampingnya hari ini.

"Gimana teman-teman? Seru, 'kan? Itu tadi baru penampilan perdana dari Poppy and The Jump Band. Masih banyak keseruan-keseruan lainnya pada KTS hari ini."

"Betul sekali,"sahut cewek di samping Mas Kepret. "Nah, habis ini bakal ada apa lagi ya? Daripada penasaran, langsung saja kita sambut anak-anak dari ekskul pencak silat!"

Tepuk tangan mengiringi munculnya orang-orang berpakaian serba hitam di atas panggung. Ada empat orang cewek dan dua orang cowok. Dua di antaranya adalah Alin dan Feli. Wow. Tak kusangka mereka juga satu klub di ekskul pencak silat. Ini bakal menarik untuk ditonton.

Pertama-tama, Alin memeragakan penampilan tunggal, sedangkan kelima anak lainnya mundur hingga mendekati dinding belakang panggung. Gadis itu mengatupkan kedua tangannya di dada, mengangkatnya ke atas kepala, lalu membukanya ke kanan-kiri tubuhnya bak bunga teratai yang baru saja mekar. Ia mengangkat sebilah toya [*] yang tergeletak di atas lantai menggunakan kakinya, kemudian menangkapnya. Setelah itu, ia memutar-mutar toya tersebut layaknya kincir angin dan mulai beratraksi.

[*Toya adalah senjata berupa tongkat panjang yang pada umumnya terbuat dari rotan. Banyak aliran dan perguruan beladiri yang menggunakan toya sebagai senjata yang dipelajari di dalam latihannya. Di dalam pencak silat, toya menjadi senjata wajib yang dipakai di dalam pertandingan pencak silat kategori tunggal.]

Aku kurang paham tentang beladiri jadi tak bisa banyak berkomentar. Di mataku, Alin tampak seperti sedang menari menggunakan senjata. Aku pernah dengar cerita bahwa pada masa penjajahan, pencak silat pernah dilarang, sehingga para pesilat menyamarkan gerakan-gerakan mereka dalam tarian. Mungkin itu sebabnya ada banyak gerakan yang indah dan keren, tetapi kurang praktis jika dipakai untuk berkelahi betulan.

Meski begitu, aku enggan bertindak macam-macam dengan Alin. Gerakannya di atas panggung mungkin indah karena ia sengaja mempertontonkannya sebagai seni pertunjukan. Namun saat serius, ia lebih mirip binatang buas. Aku cuma pernah merasakannya sekali kemarin, tapi sampai sekarang persendianku masih terasa sakit.

Setelah keenam pesilat memeragakan teknik dan kemampuannya masing-masing, mereka bertanding secara berpasangan. Satu lawan satu. Pada laga terakhir, Alin melawan Feli. Penonton di sekitarku bersorak gaduh sekali. Kurasa bukan cuma aku yang menantikan big match ini.

Di sampingku, Red tak pernah mengalihkan pandangannya pada Alin. Ia terdiam sejak tadi. Dahinya mengernyit.

Feli dan Alin memasang kuda-kuda. Kedua gadis berkucir kuda itu mengepalkan kedua tangannya di atas dada. Secara postur, Feli sedikit unggul. Badannya lebih besar daripada Alin. Kendati demikian, Alin lebih lincah. Feli tampak kewalahan menangkis pukulan dan tendangan Alin, meskipun mungkin ia memang sengaja.

"Ea! Ea! Ea!" Cowok-cowok di sekitarku tampaknya lebih tertarik melihat 'aset' Feli yang bergoyang setiap gadis itu bergerak. Dasar mesum.

Aku mengambil ponsel di saku celanaku dan merekam Feli.

Dalam keadaan terpojok, Feli mengambil tongkat toya yang tadi dipakai Alin dalam atraksi tunggal. Di lain pihak, Alin mengambil ruyung [*]. Pertunjukan berubah dari pertarungan tangan kosong menjadi pertarungan adu senjata tumpul.

Mr. I Project: Devil Must DieWhere stories live. Discover now