Bagian 26: Why and How

2.2K 555 153
                                    

Aku menghela napas. Kemarin aku berusaha terlihat keren, tapi gagal. Kali ini aku tak boleh mengacaukannya. Jangan gugup, Grey. Pikirkan hal-hal yang kausukai. Pikirkan es tung-tung. Eh, jangan. Itu malah membuat kenangan memalukan itu muncul lagi.

"Halah, lama!"

Entah kenapa, ucapan Sinta membuat pikiranku kembali jernih.

"Baik. Singkatnya, aku tak percaya Lilis membobol loker Alin," kataku sambil mengambil foto mayat editan di atas meja. "Aku yakin bukan dia yang menaruh foto ini di loker Alin."

Beberapa orang menampakkan ekspresi tak setuju.

"Lalu siapa?" tanya Red. "Cuma Lilis yang tak punya alibi."

"Betul," timpal Gita. "Kalau bukan Lilis, kami pasti bakal langsung tahu kalau ada yang mencoba membobol loker Alin. Karina bilang loker Alin terkunci. Aku percaya padanya."

Lalu Red menatapku tajam. "Grey, kau tak berpikir Alin dan Karina berbohong, 'kan?"

"Tidak, aku yakin mereka jujur. Aku juga yakin pengamatan Karina tidak salah."

Ivan ikut menimbrung, "Kalau Lilis jujur, sedangkan Alin dan Karina juga tidak melakukan kesalahan, lantas bagaimana lokernya bisa terbuka? Jangan bilang kau percaya bahwa hantu yang membukanya."

"Bisa nggak sih kalian dengerin orang ngomong dulu?!" bentak Feli. "Lanjutin, Gery."

Siapa Gery?

"Sebelumnya, aku mau bertanya pada Lilis." Aku menoleh ke arah Lilis. "Kenapa kau mencoret-coret baju Alin?"

"Jelaslah," jawabnya. "Dia angkuh, sombong, sok cerdas, sok suci, padahal aslinya tukang rayu dan perebut laki orang. Dia pasti udah pasang susuk biar bisa bikin Kak Ivan tergila-gila padanya. Cewek kayak dia perlu dikutuk sampai mampus!"

Red membanting kaleng cat semprot di atas meja. "Sekali lagi kau bilang begitu pada Alin, ini bakal melayang ke kepalamu!"

"Lihat?" ucap Lilis padaku. "Pertama Red, kedua Kak Ivan. Mungkin kamu juga bakal jadi korbannya kalau enggak hati-hati. Aku cuma mau menyelamatkan kalian dari cewek terkutuk itu."

"Jadi kau tahu Red jatuh cinta pada Alin?" tanyaku.

"Iyalah. Siapa anak Smansa yang enggak tahu?"

"Grey," panggil Red, "apa hubungannya itu dengan—"

"Kalau begitu, menurutmu kenapa Alin berpacaran dengan Kak Ivan? Kenapa dia tidak memilih Red?" tanyaku tanpa menggubris Red.

"Apa perlu aku jelasin? Siapa juga yang mau milih Red kalau bisa dapetin Kak Ivan. Enggak level lah. Kak Ivan lebih ganteng, lebih macho, lebih gagah, bahkan keringatnya pun lebih wangi. Dia pakai baju apa aja juga keren-apalagi ... apalagi kalau dia enggak pakai apa-apa. He. Hehe."

Lilis mengusap bibirnya yang agak basah. Semua orang di ruang ganti—terutama Ivan—langsung memucat.

"Jadi menurutmu Alin suka pada Kak Ivan?" tanyaku lagi.

"Jelas. Makanya dia pakai pelet biar Kak Ivan jadi pacarnya." Lilis menoleh pada Alin. "Aku sumpahi kamu cepat-cepat—"

"Lilis! Cukup!" seru Ivan. Lilis pun diam dan tertunduk. "Grey, jelaskan maksudmu."

Aku mengangkat foto di tanganku dan memperlihatkannya pada semua orang.

"Kalian dengar? Jika Lilis menganggap Alin menyukai Kak Ivan, dan dia mencoret-coret baju Alin karena Alin sudah merebut Kak Ivan darinya, kenapa ada foto Red di sini?"

Seisi ruangan bungkam. Entah mereka sedang berpikir atau sedang mengantuk.

"Mungkin untuk menakut-nakuti Alin?" ujar Gita.

Mr. I Project: Devil Must DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang