Bagian 25: Kontradiksi

2.3K 566 152
                                    

Red bergegas menghampiri Roni. Ia menarik kerah belakang baju cowok gendut itu, memaksanya berdiri.

"E-eh, apa-apaan ini?!" tanya Roni.

"Ikut kami ke ruang ganti!"

Tanpa basa-basi, Red menggelandang Roni. Sesampainya di ruang ganti, Roni dipaksa duduk di salah satu kursi. Kemudian, Red meletakkan botol cat semprot di atas meja sehingga terdengar bunyi tak!

"Kau tahu apa ini?" tanya Red pada Roni.

"Ah! Kamu nemu ini di mana? I-ini cat merah kami yang hilang—"

Saat Roni hendak meraihnya, Red menariknya kembali.

"Hilang? Tadi kau bilang cat merahnya habis! Kau pikir aku pikun, hah? Sekarang jelaskan kenapa benda ini bisa ada di dalam toilet cewek!"

Roni menengok kanan-kiri.

"Hei!" bentak Red. "Cepat ngomong atau Pak Seta bakal mengeluarkanmu dari sekolah karena sudah bersekongkol untuk meneror Alin!"

"Jangan!" Roni menghela napas. "A-aku terpaksa memberikan benda itu. Aku diancam."

"Diancam? Oleh siapa?" tanyaku.

"Lilis," jawabnya. "Dia bilang kalau aku tak mau memberikannya, dia bakal menyebarkan foto memalukanku. Aku tak tahu cat itu bakal digunakan untuk menjahili Alin." Ia memandang ke arah Roy. "Pak, tolong jangan hukum saya! S-saya cuma korban!"

Roy hanya tersenyum.

Wajah Red merah padam, sesuai dengan julukan dan nama belakangnya.

Lilis menggebrak meja. "Dia bohong!"

"Masih mau mangkir?" tanya Red. "Kalau bacotanmu tadi benar, berarti setidaknya kau pernah ke toilet sekali. Grey menemukan benda ini di toilet cewek. Lihat," Red menyemprotkan sedikit cat ke tangannya, lalu mencocokkannya dengan cat di baju Alin. "Bau dan warnanya sama, dan berdasarkan pengakuan Roni, tak diragukan lagi bahwa kaulah orang yang mengacaukan loker Alin!"

Lilis memelototi Red. Kemudian aku. Kemudian Roni.

"Aku enggak tahu apa-apa soal itu!" batah Lilis. "Aku dijebak!"

"Tak usah mengelak! Semua bukti mengarah padamu!" balas Red tak mau kalah.

"Tunggu!" sela Ivan. "Kita masih belum tahu bagaimana pelakunya bisa membobol loker Alin."

"Persetan! Tanya saja pada pelakunya langsung!" kata Red sambil menunjuk Lilis.

"Tapi apa buktinya bahwa Lilis pernah mengancam Roni? Dia bisa saja mengarang cerita untuk menjebak Lilis!" bantah Ivan.

Red menoleh pada Roni. "Kau punya buktinya, 'kan?"

Roni tak langsung membalas. Jari-jarinya gemetar. Ekspresinya tegang. Keringatnya bercucuran.

"A-apa aku harus menceritakannya di sini? D-di depan cewek-cewek ini?"

"Apa aku perlu menyemprot mukamu agar kau lancar bicara?" balas Red sambil menodongkan cat semprot ke muka Roni.

"O-oke, aku akan cerita," sahut Roni sembari melindungi mukanya. "T-tolong jauhkan benda itu dari mukaku."

Red pun menuruti permintaannya. "Jadi?"

"I-ini foto memalukan yang kumaksud."

Roni membuka ponselnya, memperlihatkan foto dirinya sedang memeluk bantal guling yang bergambar foto Poppy. Seisi ruangan yang mayoritas cewek pun berkata, "Iuhhh ...." sambil memandang jijik. Sementara Poppy—cewek di foto itu—meringis ngeri seperti anak SD yang menjadi target pelecehan seksual.

Mr. I Project: Devil Must DieWhere stories live. Discover now