Bab 10

94 8 0
                                    

Hari ini hari Senin di mana kebanyakan orang malas untuk memulai aktivitas setelah menikmati hari liburnya. Namun berbeda dengan Annisa', kini Annisa' sudah berjalan menuju kelasnya dengan senyum yang menghiasi wajah cerahnya.

"Assalamu'alaikum. Pagi teman-teman." salam Annisa' ketika sampai di kelasnya yang sudah banyak siswa. Meskipun mereka anak IPS tetapi mereka disiplin.

"Wa'alaikumsalam, pagi juga Nisa' Sabyan." ucap Dito.
Masih ingat Dito? Dito itu yang dulu suka sama Annisa' tapi sekarang Dito pacaran dengan Alex, Alexa Putri Kinasih bendahara kelas X IPS1.

"Namanya bukan Nisa' Sabyan dodol." ujar Berta, ketua kelas X IPS1. Sekilas mengenai Berta. Sering dipanggil Pak Ketua oleh anak kelas X IPS1, orangnya cerewet tapi tegas dan punya jiwa kepimpinan yang patut diacungi jempol.

"Nama gue juga bukan dodol, pak." kata  Dito menekan kata dodol.

"Ya udah. Yuk ke lapangan buat upacara! Dah jam 7 kurang 15 menit nih."

"Yah.. Pak Ketua mah gitu, masih 10 menit lagi upacaranya. Nanti dulu ya." tawar Naira.

"Terserah deh, nanti kalau disamperin sama Pak Ghaly bukan salah gue yee."
Pak Ghaly adalah guru agama islam sekaligus waka kesiswaan bidang ketertiban dan keamanan serta termasuk guru killer di SMA Bhinneka.

"Nanti lima menit lagi kita ke lapangan deh. Kalau kelamaan keburu panas, Pak." ucap Alex secara tidak langsung menyetujui Naira.

"Sya, kita ke lapangan sekarang aja gimana? Nanti keburu ramai, males aku. Selain itu, sinar matahari pagi kan bagus mengandung vitamin D yang nggak bakal buat kulit gosong deh." ajak Annisa' pada Resya.

"Iya yuk, Nis. Kalau Naira nggak mau kita berdua aja." goda Resya pada Naira.

"That's  good idea. Let's Go!"  Lalu Annisa' dan Naira berjalan mengikuti murid kelas X IPS1 yang sudah keluar kelas menuju Lapangan Upacara.

"Ih jangan gitu dong. Aku ikuttt." teriak Naira.

"Ayo keluar, Xa" ajak Dito pada Alex.

Saat siswa siswi kelas X IPS1 tiba di Lapangan Upacara ternyata sudah banyak siswa yang berbaris dengan rapi. Tanpa diperintah, mereka segera menyusul untuk berbaris.

Upacara berlangsung secara lancar, hikmat dan tidak ada suara bising dari para murid karena lamanya amanat yang disampaikan Pak  Muhsin seperti dongeng pengantar tidur, didukung pembawaannya sebagai guru sejarah membuat para murid mengantuk.

"Akhirnya kelar juga, Pak Muhsin kelamaan ngasih amanatnya. Kaki aku pegel banget." ucap Naira lesu.

"Itung itung olahraga Nai, berdiri itu banyak manfaatnya salah sat..." sebelum Annisa' menyelesaikan ucapannya sudah dipotong dengan Naira.

"Okay Nis. Sekarang aku jadi bingung deh, kenapa kamu dulu nggak masuk di IPA ya?? Kamu itu banyak tahu tentang kesehatan."

"Em mungkin aku di IPS supaya bisa mengukir kisah SMA ku bersama kalian yang aneh bin ajaib ini." kata Annisa' sambil merangkul Naira dan Resya masuk ke kelas.

"Tapi aku jadi takut kalau kelas 11 nanti nggak satu kelas sama kalian, otomatis kelas 12 nya juga nggak." ujar Resya sedih.

"Ihh kok jadi melow  gini sih. Dedek jadi ikut sedih." kata Naira.

"Jijik lo Nai, dedek dedek segala." timpal Dito yang mendengar penuturan Naira.

"Apaan sih To, nggak ada kabel putus nyambung nyambung." kesal Naira.

"Udah udah, sekarang kas dulu aja ya." lerai Annisa'.

"Ya ampun, uang gue ketinggalan Nis."

"Gue nggak dikasih uang sama bokap."

Annisa'Where stories live. Discover now