Cemburu part.2

7.9K 1K 26
                                    

KARA

Nyaman. Aku merasa seluruh bebanku sudah terangkat dari diriku. Apakah saat ini aku mati? Aku rasa tidak, karena aku masih bisa merasakan hembusan angin dan juga sinar matahari yang masuk melalui celah jendela. Semalam pasti aku tertidur setelah beberapa hari ini tidurku kacau.

Aku menggerakkan tanganku dan meraih bantal untuk membuat kepalaku lebih lebih nyaman.

Iori sangat baik sekali, dia mengganti kasurku menjadi super nyaman dan juga bantal bersih dan wangi. Aku suka dengan bau maskulin ini, bau ini mengingatkan ku pada Abercio pacar Iori.

"Abercio?" gumamku pelan dan entah kenapa nama itu benar-benar menggangguku.

"Pria brengsek!" desisku masih memejamkan mata.

"Brengsek hm?" aku mengerutkan keningku. Kenapa suara pria itu ada dimimpiku?

Tunggu dulu, apa aku tidak bermimpi?

Tuan Alcander meminta saya untuk menjemput anda

Tiba-tiba ingatanku kembali pada sosok pria yang tadi aku temui di depan apartemen.

"Dia, Aaaaaaaa!" jeritku kaget saat membuka mata yang pertama kali kulihat adalah mata hijau kosong itu berjarak beberapa centi dari wajahku.

"Apa yang kau lakukan di tempat tidurku?!" aku bangun dengan panik.

"Awww!" tubuhku kembali terhempas ditempat tidur saat dia menarik tanganku dengan cepat.

"Ab!" seruku memperingatkan dan menoleh ke pintu. Bagaimana kalau Iori muncul dari balik pintu itu.

Aku mengerutkan dahiku saat kulihat pintu kamarku terlihat aneh. Apa dalam semalam pintu kamarku jadi jauh dan berubah menjadi dua pintu?

Pandanganku beralih pada properti lainnya di dalam kamar ini.

"I-ini bukan kamarku?" cicitku sambil menatap Aber yang mengurung tubuhku diantara tubuh dan kedua lengannya.

"Menurutmu?" tanyanya sarkas.

Aku meringis, "aku rasa bukan... ini..." aku kembali terhempas ke tempat tidur saat aku berusaha bangun.

"Lepaskan!" desisku kesal.

"Tidak sampai kita bicara..." dengusnya yang terdengar kesal.

"Bicara? Bicara tentang apa?! Tidak ada yang perlu kita bicarakan!" jeritku kesal.

"Tidak ada?" tanyanya sambil mendekatkan wajahnya padaku, aku merinding dan panik saat wajahnya semakin mendekat.

"Ab..." aku memejamkan mataku dan takut. Aku bukan takut padanya, tapi aku lebih takut pada diriku sendiri jika aku bersikap diluar batas. Aku tidak mau bersikap diluar batas selain menganggap Abercio adalah pacar sahabatku. Tidak boleh.

Aku membuka sedikit mataku saat kurasakan tidak terjadi apa-apa untuk beberapa saat.

"Ab..." cicitku pelan.

"Kita akan menikah dan kau bilang tidak ada yang perlu dibicarakan, hm?"

"Menikah?" aku mengedipkan mataku, tidak mengerti apa yang baru saja dia katakan.

"Tentu saja..." dia tersenyum padaku dan menciumku.

Deg.

Kembali jantungku berdebar keras seolah aku baru saja terjun bebas dari atas pesawat ulang alik.

Rasanya seperti terbakar dan ingin mati kalau dia melepaskanku begitu saja.

"Abercio Alcander... ups!" aku menoleh pada sumber suara yang kini berdiri tak jauh dari pintu.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang