Sweetest Man

8.3K 1.2K 130
                                    

ABER

"Damn!" makiku kesal dan mundur menjauhi Iori.

Ini seharusnya yang aku inginkan, membuatnya kembali. Tapi, ini salah—ya ini salah.

"Sayang—" aku mengangkat tanganku, menyuruh Iori berhenti bicara.

"Kau—" aku menahan ucapanku, kepejamkan mataku dan menghembuskan napas dengan kesal. "berhenti memanggilku sayang Iori..." lanjutku memperingatkan.

"Kau sudah tidak punya hak memanggilku seperti itu..." aku menggertakkan gigiku.

"Wanita yang berhak memanggilku sayang hanya istriku, Kara..."

"Aber..." aku menepis tangannya yang menyentuh tanganku.

"Menjauh dariku—" aku menggertakkan gigiku, menahan kata-kata kasar yang tidak ingin aku ucapkan, tapi bibirku seakan tidak bisa berhenti berbicara. "dan dari hidupku, Iori..." akhirnya aku mengucapkannya.

"Ciuman tadi aku anggap sebagai perpisahan kita..." napasku memburu saat mengucapkannya. Aku tidak tahu kenapa sejak tadi kakiku ingin melangkah pergi menjauh dari Iori.

Kara, dia pasti sudah tidak ada di ruangan ini. Apa yang akan dipikirkannya tentang ciuman Iori yang tiba-tiba tadi?

Aku memang berharap Iori kembali, tapi saat dia kembali seperti ini, aku merasa dia wanita asing. Bahkan ciumannya tidak bisa membuat aliran darahku berdesir seperti saat aku berciuman dengan Kara.

"Jaq!" panggilku.

"Sejak kapan?" tanya Iori sambil menarik tanganku.

"Sejak kapan kalian berselingkuh di belakangku?!" teriaknya kesal penuh amarah.

Aku terdiam—membeku dalam perasaan yang serba salah.

"Kau sudah meniduri wanita murahan itu bukan?!" ucapnya lagi yang terdengar seolah dialah yang terluka.

"Cuihh! Aku tidak menyangka Kara wanita murahan yang tidur dengan banyak pria!"

"Iori!" bentakku refleks.

"Ya—kalian sudah melakukannya..." sahut Iori lemah.

"Kara sahabatku, Ab. Dan dia juga pacar sahabatmu" desis Iori.

"Mantan" gumamku.

"Apa?"

"Saat kau berkencan dengan Zack—" kudengar Iori melangkah mundur. "kuanggap hubungan kita sudah berakhir saat itu..."

Aku kembali teringat saat malam panas bersama Kara—kembali kurasakan darahku berdesir aneh, jantungku pun berdebar cepat. Keinginan untuk memeluk Kara pun semakin membumbung tinggi.

"Kara tidak merebutku darimu, tapi aku yang merebut Kara dari Damian..." aku tersenyum kecil. Aku rasa aku seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta—jatuh cinta? Aku? Astaga.

"Kau mencintai Kara?—" kembali kudengar Iori seolah terkejut. Sama, aku rasa aku juga sama terkejutnya dengan dirinya. "kau mencintai wanita murahan itu, Ab?! Hahaha... ayolah..." Iori tertawa kesal.

"Dia bukan wanita murahan Iori!"

"Oh, jadi sekarang kau membelanya!" kudengar Iori berjalan mondar-mandir di kamar ini.

"Ab, aku rasa kau sudah gila! Kau terobsesi membalas dendam pada Kara karena keluarganya penyebab kematian semua anggota keluargamu!"

"Jaquen!" teriakku mulai kesal. Kemana perginya dia saat seperti ini?

"Jaquen!" teriakku lagi.

"Kau sebaiknya pulang Iori. Aku akan menyuruh Jaq untuk mengantarmu..."

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang