Romantis

9.2K 1.3K 79
                                    

ABER

Aku berjengit kaget saat kurasakan sesuatu menyenggol sudut bibirku yang terasa berdenyut nyeri.

Kukerjapkan mataku beberapa kali untuk memfokuskan penglihatanku yang sedikit berkabut saat membuka mata. Tubuhku terasa sedikit lelah dan remuk.

Aku tersenyum saat melihat istriku bergelung dan merapatkan tubuhnya padaku. Udara memang cukup dingin pagi ini dan juga semalam aku menurunkan suhu pendingin udara karena kamar ini terasa panas.

Yah—mungkin karena kami berdua saja yang kepanasan.

Semalam adalah malam panjang, kami bertengkar hebat di jalan, di dekat tangga menuju kereta bawah tanah lebih tepatnya. Aku tidak akan mengelak dari wartawan kalau pagi ini ada berita kami berdua bertengkar. Bukankah sepasang suami istri biasa bertengkar? Semalam pertengkaran pertama kami sebagai suami istri.

Dan apa yang aku katakan?

I love you.

Yeah—aku mengatakannya.

Hal yang paling membuatku marah adalah saat dia terus mengatakan aku mencintai Iori dan bukannya dia.

Bagaimana mungkin aku masih mencintai Iori kalau aku sangat tergila-gila padanya.

Satu hal yang harus aku rubah darinya adalah pola pikirnya, dia sering mengambil kesimpulan yang tidak-tidak. Imaginasinya terlalu mengerikan tentang sesuatu.

"Sebaiknya kau menjadi penulis sayang, bukannya dokter bedah..." gumamku lalu mengecup puncak kepalanya dan tersenyum. Dia bergerak dan semakin bergelung padaku.

"Kenapa dingin sekali. Apa ini di Eskimo..." gumamnya pelan dan membuatku terkekeh.

"Mau ku hangatkan, sayang?" bisikku di telinganya.

"Hm?" dia mengerutkan alisnya, mengedipkan matanya beberapa kali lalu menatapku dengan menyipitkan matanya.

"Ab—" gumamnya parau khas seseorang baru bangun dari tidur yang nyenyak. "—kenapa dingin sekali?" tanyanya sambil berusaha mendongak menatapku.

"Pukul berapa sekarang?" tanyanya sambil menarik selimut menutupi kepalanya.

"Sepuluh?" ucapku ragu.

"Hah?!" dia kaget dan langsung bangun.

"Aku ada kelas hari ini! Kenapa—"

"Hei..." aku segera menarik tubuhnya, memeluknya dan merasakan hangat tubuhnya.

"Aku bercanda. Ini masih pukul enam pagi..." aku tersenyum dan melihatnya cemberut.

"Serius?" dia menggeleng dan tidak percaya lalu melongokkan kepalanya, melihat jam digital di atas nakas.

"Astaga..." dia mengehempaskan tubuhnya dan bernapas lega.

"Kau membuatku serangan jantung!" protesnya kesal.

"Tidak sesering dirimu sayang..." ucapku sambil memainkan rambutnya lalu mengecup bibirnya saat dia mendongak menatapku dengan kedua alisnya yang berkerut.

"Sejak dulu aku ingin melakukan ini..." aku mengusap alisnya yang berkerut dengan ibu jariku.

"Kau selalu mengerutkan kedua alismu setiap kali bertemu denganku..." sahutku sambil terkikik.

"Apa yang membuatmu begitu?"

"Karena kau menyebalkan seperti beruang pemarah..." dia tersenyum lalu terkikik geli.

"Beruang pemarah?"

"Hu-um! Tapi sekarang kau berubah manis dan jadi beruang madu. Like winnie the pooh..." dia kembali tertawa lebar.

FallWhere stories live. Discover now