Worry

8.1K 1.1K 67
                                    

KARA

Aku tertegun saat Aber membuka pintu kamarnya yang mulai saat ini akan menjadi kamar kami, tapi aku berharap ini tetap menjadi kamarnya dan aku akan sukarela tidur di kamar tamu.

Cahaya terang kamar menyerbu indera mataku begitu pintu terbuka, aku berdecak kagum melihat kamar yang penuh dengan kelopak mawar merah disepanjang tempat tidur, ini sangat manis dan romantis.

Apa Aber yang melakukannya? Astaga, dia romantis sekali. Perlakuannya hari ini bisa membuatku jatuh cinta padanya.

"Apa ada yang berubah di kamar ini?" tanyanya padaku saat masuk.

"Hm?" aku menoleh padanya.

"Aku harap tidak ada kelopak mawar merah di sepenjuru kamar..." aku melongo menatapnya.

Jadi ini bukan dia yang menyiapkan. Lalu siapa?

Aku berjalan masuk dengan senyum lebar.

"Beautiful..." gumamku pelan. Siapapun yang merencanakannya, aku sangat berterima kasih untuk menghias kamar ini.

 Siapapun yang merencanakannya, aku sangat berterima kasih untuk menghias kamar ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku harap pernikahanmu tidak seperti di film-film..."

"Apa maksudmu?" tanyaku mulai kesal.

"Aku hanya mengatakan pada Jaquen untuk membuat pernikahan kita seperti yang kau inginkan. Dan aku harap kau tidak menginginkan kamar yang penuh dengan kelopak bunga mawar dimana-mana!" sahutnya datar.

Aku meringis mendengar perkataan Aber yang panjang dan kembali tersenyum. Untung saja dia tidak bisa melihat, aku yakin jika dia bisa melihat ini pasti akan histeris dan marah-marah.

Aku terkagum dengan dekorasi kamar ini, penuh dengan bunga mawar merah.

Aku meraih setangkai mawar merah dan menciumnya. Seperti pernikahan yang aku impikan.

Aku terkejut saat sesuatu menutupi wajahku.

"Astaga!" dengan kesal aku meraih jas hitam Aber yang baru saja di lempar sembarangan. Aku menarik napas panjang, mungkin dia kira disini masih ada sofa.

"Hei..." aku menoleh ke arah Aber yang kini sudah melepaskan sepatunya.

"Jadilah berguna bagiku... aku sudah membayar mahal dirimu..." aku mencebikkan bibirku kesal.

"Kemarilah..." katanya lagi dengan nada penuh perintah. Dengan kesal aku mendekatinya dan berdiri dihadapannya.

"Hm?!" sahutku ketus sambil mencibirnya.

"Apa kau tidak bisa menunjukkan dirimu menjadi istri yang baik?" astaga, itu lagi yang dia ucapkan. Istri yang baik.

"Apa mau mu?!" tanyaku kesal.

Aber berkacak pinggang setelah menunjuk kemejanya dan menatap lurus ke depan.

Aku mengamati kemeja putihnya yang kusut. Ku tatap wajahnya yang memang tampan atau mungkin lebih tampan lagi saat ini.

FallWhere stories live. Discover now