Because a Soju

1.3K 141 10
                                    

Sebuah sambungan telepon mengawali pagi Irene, gadis itu sudah bergegas di awal waktu pagi karena kegiatannya hari ini sangat padat.

"Nde, appa?" Suara lembutnya menyapa sang ayah lewat telepon.

"Eum.. Jika appa meneleponku karena rindu maka aku akan sangat bersalah," cemberut Irene, yeah itu karena dia belum bisa pulang ke rumah.

"Aniyo, appa hanya ingin memastikan keadaan Putri appa satu-satunya. Hehe." Terdengar kekehan ringan dari seberang telepon.

"Seharusnya aku yang bilang begitu, appa pasti belum makan, kan?" tebak Irene yang tentu saja tepat sasaran.

"Yaiyalah, kan gak ada yang masak."

Benar, biasanya selalu Irene yang memasak untuk ayahnya.

"Appa kan bisa makan di luar kalau pagi gak sempat masak," tegur Irene dengan nada khawatir. "Kalau appa terlambat makan, aku gak bisa fokus kerja loh," cemberut Irene yang sukses mendapat gelak tawa ayahnya.

"Arraseo, appa akan segera makan. Kau masih ingat janji kita, kan?"

"Nde, aku tidak akan terlalu memaksakan diri," balas Irene sambil menghela nafasnya.

Pernah suatu ketika Irene terlalu memaksa dirinya berdiam di rumah sakit tanpa istirahat selama 24 jam, alhasil dia jatuh sakit dan harus beristirahat selama beberapa hari di rumah. Ayahnya terlanjur tahu tentang hal ini. Namun, Irene masih sering melakukan hal ini hanya saja tidak sampai satu harian.

Akhirnya sambungan telepon itu berakhir dengan Irene yang masih betah menatap layar smartphone-nya. Senyuman lirihnya terlihat, teringat akan perjuangannya hingga detik ini menjadi seorang dokter.

Seusai menyibukkan diri dengan pikirannya, Irene berbenah. Ia menghampiri sebuah cermin besar kemudian berbenah diri untuk bergegas pergi ke rumah sakit. Caranya memakaikan almamater profesinya begitu lugas. Sentuhan terakhirnya pada bagian almamater di bawah pundak sebelah kiri memperlihatkan namanya.

Bae Irene Sp.BTKV , Sp.S .

Tag name itu pantas berada di sana.

Suara langkah kaki yang tegas seolah mulai membangunkan aktivitas di dalam rumah sakit. Di awal pagi ini semua dokter sudah berkumpul untuk melakukan tugasnya masing-masing. Sudah menjadi hal yang biasa kedatangan Irene menarik perhatian semua orang. Dari kecantikan, sikapnya, dan keahliannya.

Hal yang hangat selalu terjadi di kediaman para pekerja rumah sakit adalah setiap pagi mereka selalu menyapa satu sama lain.

"Selamat pagi, dokter Bae." Para suster yang berpapasan dengan Irene terus memberikan sapaan hangat. Setiap harinya hal ini selalu ia balas dengan senyuman, belum ada sejarahnya seorang Bae Irene terlalu banyak bicara dalam hal yang tidak terlalu penting. Baginya senyuman itu bisa membalas sapaan, bahkan lebih.

"Oh Tuhan! Jantungku, tenanglah." Curhatan seorang Yunho usai berpapasan dengan Irene kemudian di gubris oleh Choi Minho dengan tamparan dikepala. Alhasil, Yunho mendelik kesal arah Minho yang bahkan lebih muda darinya.

"Ah.. Tanganku ini refleks bergerak hyung, tidak tahu pasti alasannya," sanggah Minho dengan wajah innocent.

"Dasar tidak sopan!" gerutu Yunho yang berusaha berbesar hati untuk tidak membalas kejahatan Minho.

"Lagipula kenapa hyung bisa menyukai seseorang yang dingin seperti dokter Bae?" tanya Minho terheran-heran kemudian berlari cepat saat melihat ranjang yang sedang di derek oleh sekumpulan perawat.

We're Married In Hospital [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang