Hello My Love!

1K 118 24
                                    

Senyumannya tak pernah luntur, seolah menjadi saksi perjalanannya. Langkah kakinya yang tegas mengitari koridor yang pondasinya dominan berwarna putih. Gerakannya lugas pada almamater putih yang belum sempurna membalut tubuhnya, terkesan keren saat menarik kedua lengannya agar sebagian almamater tersebut melekat sempurna pada kedua pundaknya sembari membenarkan posisi kerah almamaternya.

Atensinya teralih pada sesuatu yang membuat hatinya tergerak untuk menghentikan langkahnya, respon otaknya terkesan baik sebab hal yang menarik perhatiannya. Entah bagaimana bisa lebih tersenyum, sekarang deretan gigi putihnya menambahkan kesan ketampanan seorang pria yang mulai memasuki fase kedewasaan.

"Permisi... Apakah Anda bermaksud sama dengan saya?" Terdengar nada suara lembut di balik punggungnya, saat berbalik terlihatlah seorang wanita yang sama-sama mengenakan almamater seperti miliknya.

"Saya residen," balasnya tak kalah ramah sambil tersenyum tipis.

Wanita yang menyapanya refleks membungkukkan badannya, seperti merasa menyesal pernah berbicara dengannya. Sepertinya kalau dijelajahi lebih jauh, wanita itu tampak seperti dokter magang.

Harusnya dia tidak perlu sungkan kepada seseorang yang bahkan hanya seorang residen, jadi pria itu tertawa sejenak. Rasanya aneh saja. Matanya mengiringi kepergian wanita tadi.

Sama halnya seperti tadi, pria itu senantiasa menatap figura yang membuat rindunya bergejolak. Bukan karena alasan yang cuma-cuma, masalahnya foto di balik figura itu sangat berharga baginya. Bahkan melebihi apapun yang ada di dunia ini. Bukan fotonya, tapi orang yang diabadikan dalam foto tersebut.

"Sepertinya mulai sekarang kita akan lebih sering bertemu. Aku sudah menantikan hari ini di jauh hari, apa kau tahu? Tapi.. Kenapa kau melupakan aku? Rasanya kesal," gumamnya pelan sambil mendesah kecewa.

Seseorang menepuk pundaknya, jadi dia menoleh secara spontan. Tampaklah seorang pria yang tersenyum tulus dengan mata sipitnya.

"Byun Baekhyun?" katanya sekedar menyapa usai melihat name tag yang terpasang di sebelah kiri almamater putih pria yang menjadi lawan bicaranya.

Benar, dia adalah Byun Baekhyun yang sedang berusaha memperjuangkan cintanya yang bahkan muncul dalam waktu kurang dari seminggu saat bertemu Irene kala itu. Lucu memang, tapi itu adalah haknya.

Baekhyun hanya tercengang saat mengetahui ternyata ada juga orang yang seperti lawan bicaranya ini, dia hebat bisa langsung menggaet lawan bicaranya dengan wajah cengengesannya itu. Hidupnya seolah tak punya beban, padahal dia seorang residen. Baekhyun hanya bisa berdo'a semoga setelah hari ini pria itu tidak memutuskan untuk bunuh diri jika nantinya terjangkit depresi.

"Im Changkyun?" balasnya menyapa akan tetapi dengan tawa renyah. Seusai menatap name tag Changkyun, Baekhyun mengerti bahwasanya pria itu residen yang hendak mengambil departemen ilmu bedah saraf.

"Semoga kita bisa berteman baik, ya!" girangnya sambil menepuk cukup keras punggung Baekhyun.

"Ku pikir kau berada di departemen psikiatri?" ujar Baekhyun sambil bersedekap dalam memperhatikan Changkyun lekat-lekat.

"Benarkah?" kekeh Changkyun.

"Karena kau terlihat gila dengan sikap cengengesanmu itu, jadi mengambil divisi psikiatri sangat disarankan agar meminimalisir kemungkinan kau tidak bisa tertawa lagi saat terjebak di neraka ini, dunia residen yang penuh tantangan." Baekhyun hanya membatin.

"Apa kau tahu terlalu banyak tertawa akan membahayakan residen?" tanya Baekhyun yang membuat Changkyun terdiam sejenak.

"Aku tidak pernah dengar hal itu sebelumnya," balas Changkyun sambil mengusap tengkuknya.

We're Married In Hospital [✔]Where stories live. Discover now