Every Moment of You

1.2K 127 11
                                    

Sudah lama Irene tidak tidur, bisa dihitung sejak seminggu belakangan ini. Mungkin bagi kebanyakan orang, hal yang Irene lakukan adalah hal paling gila yang pernah ada di dunia.

Baru saja rasanya malam menemani aktivitas Irene mengoperasi pasien yang menjalani transplantasi jantung hingga kini Irene sudah bertemu dengan pagi hari.

"Akhirnyaaaa selesai juga," curhat Sanha sambil merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku selama berdiam diri di ruang ICU.

"Kalau kau tidak tahan menjalani tugasmu lebih baik berhenti jadi perawat," celutuk Irene sebelum beranjak pergi, membuat Sanha terhenyak kaget. Satu kesialannya hari ini, partner-nya dalam menjalani operasi adalah dokter paling sadis di Wooridul Spine Hospital.

Saeron dan Renjun yang kebetulan berpapasan dengan Sanha dan tidak sengaja mendengar perkataan dokter Irene, berusaha menenangkan diri Sanha yang terlihat jelas menahan emosi.

"Kau harus banyak-banyak bersabar Sanha-ssi," kekeh Saeron, akan tetapi Renjun terlihat tertawa lepas secara terang-terangan meledek kesialan Sanha. "Ini benar-benar lucu," katanya.

"Sebaiknya kita segera ke ruang rawat Renjun-ssi sebelum semuanya menjadi kacau," ujar Saeron mengingatkan kemudian mereka meninggalkan Sanha setelah berpamitan. Sanha selama ini menjadi orang yang tidak mau terlalu banyak memikirkan sesuatu katanya hal itu seperti perbuatan seorang yang sudah tua, sebut saja kakek-kakek, akan tetapi saat bertemu Irene cukup ia katakan dengan jujur bahwa hari-harinya menjadi beban pikiran.

Handphone-nya berdering, ia memperhatikan informasi didalamnya dengan seksama kemudian matanya membulat mengetahui ruang UGD suasananya sangat mencekam karena tak ada perawat yang meng-handle jalannya operasi kemudian seorang residen bekerja dengan kehendaknya sendiri tanpa adanya pembimbing senior.

"Matilah aku," tutur Sanha setelah mengetahui sinyal dirinya terpanggil menuju ruang UGD.

Bagaikan sebuah keberuntungan, ia tidak sengaja bertemu perawat Tiffany. "Nunaaaa!" rengeknya tanpa basa-basi merangkul lengan Tiffany, hal itu tentu membuat Tiffany sangat terkejut. Ia memelototi Sanha, tidak seharusnya pria itu bersikap seperti ini dalam jam kerja efektif.

"Mianhae," cemberutnya sambil menundukkan pandangan, takut melihat kemarahan Tiffany.

"Ada apa, sih?" tanya Tiffany terheran-heran.

"Aku tidak mau pergi ke ruang UGD," ujarnya dengan tatapan puppy eyes.

Demi apapun, sekarang kening Tiffany mengerut menatap tingkah kekanak-kanakan Sanha.

"Kau tidak boleh membuang waktumu karena keadaan di ruang UGD benar-benar kacau," titah Tiffany kemudian hendak pergi namun Sanha berhasil mencegat langkahnya lagi.

"Tolong gantikan aku nunaa, please!" rengeknya sambil bersimpuh membuat Tiffany benar-benar hilang akal.

"Arraseo," ujar Tiffany menyanggupi permintaan Sanha karena tidak mau terlalu lama bertele-tele. Tangannya memindahkan tumpukan dokumen ke tangan Sanha, "Selama aku menggantikan posisimu tandanya kau harus membuat rekap pasien satu tahun belakangan ini, dan jangan sampai ada yang terlewatkan sedikitpun!" jelas Tiffany penuh penekanan.

Sanha terhenyak setelah mengantarkan kepergian Tiffany dengan ekor matanya kemudian mendengus keras, "Kenapa untuk bersantai saja sangat sulit?" curhatnya dengan raut wajah sedih.

We're Married In Hospital [✔]Where stories live. Discover now