Dear Biru 13

6.1K 669 70
                                    

Dear Biru : aku merangkulmu sejak masih belia. Menjagamu dari masih berdiri, terjatuh dan sekarang masih berjuang melawan asa. Hingga kau merasa jengah, namun tak pernah lelah. Jadi jangan dulu ingin bersama Ibu, Ayah. Aku belum siap untuk hancur tak berarah.

***

Sebenarnya banyak hal yang Grey tak pernah permasalahkan namun tidak selalu bisa ia lakukan. Seperti memanjakan Navy, memberikan apapun yang Navy mau, memakan hati sapi untuk menambah darah agar bisa mendonorkan darahnya kapan pun Navy butuh, meski ia tidak suka dan selalu menahan agar tidak memuntahkannya. Oh Grey baru sadar, apapun itu selalu dan akan ia usahakan untuk Navy. Hanya Navy.

Namun malam ini anak itu cukup tenang. Tidak seperti kemarin yang sangat amat kacau dan tidak bisa ditinggal sedikitpun oleh Grey. Bahkan tanpa Grey harus mengomelinya, anak itu sudah langsung memakan makanannya dan meminum obatnya. Entah apa yang terjadi oleh anak itu setelah seharian Grey tinggal berdua bersama Atlas. Apa mungkin dia marah?

"Tidur Nav." perintan Grey yang bahkan langsung di lakukan oleh anak itu. Navy langsung meletakan ponselnya di samping tempat tidur, kemudian meringkuk dan menarik selimut hingga menutupi dadanya.

"Lo kenapa deh?" Tanya Grey tiba-tiba membuat Navy yang baru akan memejamkan mata serentak membukanya kembali. "Kenapa apaan?"

"Ya kenapa?" Navy mengernyit sebelum menjawab, "gue gak kenapa-kenapa kok." Jawaban ragu itu membuat Grey berdecak. Sebenernya yang membuat Navy ragu adalah maksud pasti dari pertanyaan Grey yang ia tak tau. Apa Grey menanyakan kesehatannya? Atau hal lain?

"Tumben nurut banget. Diem banget gak kaya biasanya."

Navy menghela napas begitu mengerti maksud dari kakaknya, "terus gue harus gimana?" Jawabnya tidak sepenuhnya asal bertanya. Ia benar-benar bingung harus berbuat apa. Kata-kata Atlas terus terngiang dipikirannya. Navy tidak ingin menyusahkan Grey, Navy tidak ingin menjadi beban untuk satu-satunya orang yang sudah berjuang seperti ini untuknya. Meski Navy merasa belakangn ini Grey mulai melupakannya. Entah ada perasaan dari mana. Namun Navy merasa Grey ingin membuangnya.

Mungkim Grey sudah lelah berjuang untuknya.

"Ya jadi diri lo sendiri aja. Kalo emang lo mau manja ya manja aja. Tapi sewajarnya aja."

"Emang manja gue gak wajar? Maaf, bang." Demi apapun juga, lama-lama Grey kesal sendiri mendengar kata 'maaf' dari bibir Navy. Seolah anak itu selalu menganggap dirinya salah dan entah bagaimana Grey tidak suka.

"Enggak Nav. Gue yang minta maaf."

"Lo gak salah apa-apa bang."

Grey yang tadinya berdiri sambil membereskan bekas tempat makan Navy pun akhirnya mendorong meja roda itu kemudian duduk di pinggir kasur. "Gue emang lagi pusing banget Nav, jadi gue banyak marah-marah ke lo. Banyak nuntut lo buat ngerti padahal gue gak ngejelasin apapun. Itu salah gue Nav."

"Gue ngerti bang. Makanya gue minta maaf karena nambahin beban lo."

Grey menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya lelaki itu menunduk memandangi tangan Navy yang tertusuk jarum infus, "lo sama sekali bukan beban Nav. Justru lo tenaga gue. Kalo bukan buat lo, gue gak akan bertahan sampe sekarang. Jadi jangan pernah berubah Nav. Gue gak suka lo nganggep gue beda. Gue tetep abang lo, lo bebas semanja apapun sama gue. Tapi emang kondisinya lagi susah. Jadi lagi-lagi gue minta lo buat ngerti."

Tangan Navy yang sejak tadi dipandangi oleh Grey pun bergerak, kini anak itu menggenggam tangan Grey pelan membuat lelaki itu mendongak. Navy mengulas senyumannya. Selamanya ia akan selalu bangga menyebut dirinya adalah adik dari Greyfa Alcarano, bagaimanapun kondisinya, seburuk apapun yang telah Grey lakukan. Navy tetap bangga. Karena hanya Grey yang selalu berjuang untuknya. Mengorbankan segalanya untuk Navy. Hanya untuk Navy. Lagi-lagi Navy menarik asumsinya sendiri.

Dear BiruWhere stories live. Discover now