Dear Biru 44

4.9K 499 50
                                    

Setelah melihat kepulan asap yang keluar dari bibir laki-laki di hadapannya, Aries langsung mendesah dan mengenakan maskernya. Untung saja Mamanya sedang tidak ada dirumah. Bisa mati ia jika ibunya melihat Atlas yang tiba-tiba datang kerumah mereka dengan sepuntung rokok di bibirnya. Dari raut wajah Atlas saja, Aries bisa menebak kalau anak itu sedang banyak masalah.

"Gue nginep sini boleh?" Tanya Atlas akhirnya mengeluarkan suara. Setelah hampir satu jam lebih ia hanya duduk di atas kasur Aries, merokok di jendela kamar Aries yang terbuka lebar.

"Tapi jangan ngerokok pas nyokap pulang." Mendengar ucapan Aries. Lelaki itu langsung menggesek-gesekan ujung rokok itu di frame jendela kemudian melemparnya begitu saja ke luar jendela. "Itu yang terakhir." Ucapnya.

"Kenapa lagi lo? Mau cerita gak?"

"Enggak." Atlas menjatuhkan tubuhnya, berbaring diatas kasur berselimut abu-abu itu. Aries mendesah, namun tidak ingin ambil pusing. Lagi pula ia tak ingin di saat seperti ini malah Atlas merasa tak nyaman di dekatnya. Karena Aries tau, Atlas hanya butuh seseorang untuk ada di sampingnya.

"Mau makan?" Tawar Aries.

"Enggak" jawab Atlas cepat.

"Mau minum?"

"Enggak?"

"Mau idup?" Tanya Aries asal karena kesal dengan jawaban Atlas.

"Enggak." Jawab lelaki itu lagi membuat Aries jadi kesal sendiri. Di saat ia bersusah payah agar tetap terus hidup, Atlas justru seolah-olah sudah lelah dengan hidupnya.

"Ngaco! Stress boleh, bego jangan."

Atlas langsung melempar banyar di dekatnya kearah Aries, "nyantai aja, gue bercanda."

Lelaki itu tiba-tiba bangun dan duduk di kasur, ia memundurkan tubuhnya yang terasa lelah di dinding kemudian berucap, "Apartemen punya nyokap lo jadi di sewain?"

"Kenapa emang?" Aries balik bertanya. Ia meletakan bantal yang tadi di lempar oleh Atlas kebelakang punggunya dan di apit oleh tembok juga punggungnya.

"Gue boleh sewa gak? Cuma gue belom bisa bayar sekarang. Tapi gue janji bakalan gue bayar kalo gue udah dapet kerjaan lagi." Seru Atlas membuat perasaan Aries jadi tergugah. Lelaki itu memukul pelan lengan Atlas, membiarkan bantal di belakangnya terjatuh.

"Apaan sih. Lu kan punya rumah. Lagian biasanya lu tinggal sama Navy." Ah, nama itu lagi.

"Gue butuh suasana baru. Mumet gue." Sesungguhnya Aries masih tidak mengerti, namun anak itu tak ingin memaksa untuk Atlas bercerita lebih.

"Yaudah pake aja, selama apapun lo mau di sana. Gak usah bayar."

"Nanti gue bayar." Timpal Atlas langsung.

"Kan gue bilang gak usah. Lagian nyokap gak nyewain. Tadinya buat gue sama—ya lo tau siapa. Tapi kan gak jadi. Lo pake aja. Gak usah bayar, gue serius." Aries langsung berjalan menuju meja belajarnya. Di ambilnya beberapa kunci yang menjadi satu dengan sebuah gantungan berwarna pink, ia terdiam sejenak memandangi kunci apartement itu, sebelum akhirnya ia mencopot gantungan berwarna pink itu menyisakan ring besi yang masih menyatukan kunci-kunci itu, kemudian hiasan berwarna pink itu ia kembalikan ke gelas kecil. Entah bagaimana belum tega untuk membuangnya.

"Nih. Terserah lo mau kesana kapan. Udah ada barang-barangnya kok. Tinggal lo dateng aja." Aries menyodorkan kunci-kunci tersebut kepada Atlas.

"Sorry." Seru Atlas tiba-tiba. "Sorry kalo gue dateng ke lo kalo lagi ada butuhnya aja, sedangkan lo dari kemaren lagi banyak masalah dan gue gak ada Yes. Brengsek banget gue emang. Sorry."

Dear BiruDonde viven las historias. Descúbrelo ahora