Dear Biru 20

5.7K 619 65
                                    

"Jadi kenapa sama Navy?"

Tadi tak lama setelah Tito menyusul Navy. Lelaki itu pulang kerumah namun tanpa Navy di sampingnya, sepertinya anak itu benar-benar lolos atau memang Tito tak bisa mencegahnya pergi lagi? Kalau memang begitu, berarti Navy benar-benar sakit hati dengan ucapan Atlas.

"Sorry ka—"

"Gue tanya kenapa? Gue gak butuh ucapan maaf lo." Tundukan kepala Atlas pun semakin dalam. Nampaknya kakaknya itu benar-benar marah.

"Gue salah ngomong."

Tito pun berdecak, "Emang gue pernah bilang sama lo At, gak perlu temenan sama Navy kalo lo emang gak mau. Tapi bukan berarti lo bikin dia jadi benci sama lo."

"Ya sorry, gue tadi kelepasan."

"Kenapa bisa kelepasan, hah?" Tanya Tito cepat. Mata elangnya menatap tepat kearah Atlas namun anak itu masih menundukan kepalanya seolah benar-benar takut dengn kakaknya sekarang.

Namun tak lama kemudian Atlas mengangkat wajahnya dan menatap kakaknya dengan pedih, "Soalnya dia bilang pengen mati kak. Lo tau kan, gue benci banget sama orang yang kaya gitu?"

Tito tersentak. Sejak beberapa bulan kebelakang memang mental Navy terguncang karena menerima kabar kalau ia ternyata juga mengidap kanker hati, bukan hanya hemofilia yang ada di tubuhnya. Navy berkali-kali berucap kalau ia ingin menyerah. Satu hal yang Grey benci. Juga adiknya benci.

"Banyak orang yang pengen dikasih kesempatan buat hidup, sedangkan dia masih hidup tapi pengen mati."

Atlas benci kematian. Terlebih karena kematian telah membawa pergi kedua orang tua mereka.

"Navy sakit At." Ujar Tito seolah mengingatkan adiknya itu bahwa Navy sebenarnya ingin hidup juga, namun rasanya sulit.

"Ya gue tau. Tapi dia gak harusnya bilang begitu."

"Tapi lo juga seharusnya ngerti posisi dia At. Coba kalo lo ada di posisi dia." Jawab Grey yang kali ini membuat adiknya bungkam. Sedikut banyak kini Grey mengerti mengapa Navy bisa semarah itu dengan adiknya.

"Gue mau kerumah Navy, siapa tau dia pulang. Lo mau ikut?" Emosi Tito pun mulai menurun. Lagipula ia memang tidak bisa marah terlalu lama dengan adiknya. Namun ia masih menggunakan nada sedikit dingin. Benar kata Navy, kadang Atlas memang perlu diajarkan untuk mengerti perasaan orang lain.

Namun anak itu malah menggelengkan kepalanya.

"Cowok yang berani ngakuin kesalahannya itu bukan banci. Dan gue gak pernah ngajarin lo buat gak minta maaf kalo lo salah. Tapi gue gak akan maksa lo. Gue harap lo sadar sendiri."

Tito tak menunggu adiknya menjawab atau bereaksi apapun. Namun ia juga sadar kalau kata-katanya menohok anak itu, tapi ia tetap pergi. Meninggalkan Atlas yang masih saja menahan dirinya sendiri untuk mengakui kesalahannya.

***

Satu hal yang Navy yakini saat ia mantap untuk pergi dari rumah Tito adalah ia teringat kalau Grey selalu menyembunyikan kunci cadangan untuk pagar rumah di pot depan rumah dan juga kunci cadangn untuk pintu rumah yang berada di dalam sepatu yang berjajar di rak depan.

Namun satu hal yang Navy tidak tau. Bahwa Tito memegang kunci yang asli.

Dan semua itu baru ia sadari ketika ia mengintip dari jendel kamarnya, Tito berada di depan pagar dan dengan mudahnya membuka gembok rumah yang telah Navy pasang. Entah mengapa juga Navy berpikir kalau kunci yang asli masih Grey pegang? Padahal lelaki itu tak boleh membawa apapun kedalam sel.

Dear BiruWhere stories live. Discover now