Dear Biru 39

4.6K 503 95
                                    

Dear Biru : keras kepalamu membuat geram. Dunia memang tidak indah. Namun mati bukan jalan. Aku tau kamu lelah, lagi-lagi ku katakan. Istirahat. Bukan berhenti. Jadi cukup menyiksa diri. Cukup menyiksa aku. Kamu berharga, lebih dari yang kamu kira.

***

Entah sudah berapa kali Atlas mendengar lelaki di sampingnya menghela napas. Ketika di tanya kenapa, seperti biasa, Navy akan menjawab tidak apa-apa. Hari ini jalanan cukup padat, hingga dari rumah Nana ke rumah Atlas rasanya lama sekali. Mobil mereka sudah kena 3 kali lampu merah di tempat yang sama, membuat Atlas kesal sendiri.

Tadi mereka ada acara di rumah teman baru mereka bernama Oksi. Mood Navy yang semula baik-baik saja, kini terlihat berantakan. Terlebih setelah mereka mengantarkan Nana pulang, dan memilih untuk malam ini tidur di rumah Atlas.

"At, ada selimut gak sih?" Tanya Navy tiba-tiba memecah keheningan, membuat kening Atlas mengerut. Bukankah lelaki itu sudah mengenakan jaket, apa masih dingin juga?

"Gak ada, AC mau di matiin aja?" Ujar Atlas yang hendak mematikan AC mobilnya. Namun buru-buru Navy menarik tangan Atlas, yang akhirnya membuat Atlas tau, betapa dingin telapak tangan lelaki itu. "Gak usah At."

"Tangan lo dingin banget. Lo sakit?" Navy langsung menarik tangannya setelah mendengar penuturan Atlas. Bahkan lelaki itu tak menyadari betapa dingin telapak tangannya.

"Enggak, cuma dingin aja." Bohongnya, padahal salah satu lengannya sedang meremas ulu hatinya yang nyeri.

Atlas melirik lampu lalulintas yang masih berwarna merah, kemudian dengan cepat lelaki itu langsung melepas jaket yang di kenakannya kemudian melemparkan begitu saja kearah Navy saat dilihatnya lampu merah itu sudah berubah menjadi kuning.

"Santai dong." Protes Navy yang sedikit tersentak saat jaket Atlas mendarat di wajahnya. "Manis dikit kek."

"Udah gak usah bawel." Jawab Atlas sambil memutar persenelingnya kemudian menginjak gas perlahan seiring jarak yang di berikan oleh mobil di depannya. Disampingnya Navy hanya mendumal kemudian menyelimuti tubuhnya dengan jaket Atlas.

Tak berapa lama kemudian akhirnya mereka sampai. Mesin mobil itu dimatikan ketika sampai di depan pagar rumah Atlas. Karena memang halaman rumah Atlas tidak sebesar Navy. Mobil itu tak bisa masuk kedalam. Atlas menoleh kearah Navy yang sedang meringkuk dan memandanginya.

"Turun. Kenapa malah ngeliatin gue?"

"Gendong At." Ujar Navy semakin meringkuk dibalik jaket Atlas.

"Dih, ogah."

"Kaki gue lemes nih." Mendengar ucapan Navy sebenarnya Atlas sedikit khawatir, pasalnya sejak tadi kelakuan anak itu memang aneh.

"Mau kerumah sakit aja?"

Navy menggelengkan kepalanya, "mau di gendong."

"Jijik Nav." Atlas mengelus tengkuknya sendiri, merasa ada yang berjalan di sana dan membuatnya geli sendiri. Atlas tau kalau Navy memang manja. Namun ini pertama kalinya lelaki itu manja kepadanya. Dan Atlas belum terbiasa.

"Yaudah gue gak mau turun."

"Dih yaudah terserah." Atlaspun menarik kunci yang tadinya masih menggantung di samping stir kemudian turun dari dalam mobil.

Melihat Atlas turun, Navy tidak ambil pusing, lagi pula ia benar-benar sedang tidak bisa bergerak apalagi berpikir. Sakit di ulu hatinya benar-benar menyiksa. Syukur anak itu tidak mimisan atau muntah darah. Namun Ketika Navy hendak memejamkan matanya, tiba-tiba pintu di sampingnya terbuka, membuat Navy menoleh kearah pintu tersebut.

Dear BiruМесто, где живут истории. Откройте их для себя