Dear Biru 18

5.5K 668 37
                                    

Dear Biru : aku tidak pandai merangkai kata. Mungkin juga terlalu pengecut untuk berbicara. Tapi kalau boleh aku jujur, mungkin kamu adalah salah satu sosok yang membuatku bersyukur karena bisa saling bersinggungan ditengah jalan.

***

"Kok lo kurusan? Gak dikasih makan sama Tito?" Pertanyaan itulah yang Grey ucapkan pertama kali begitu ia dapat melihat Navy lagi.

"Lo juga kurusan." Jawab Navy memaksakan senyuman terulas di bibirnya. Meski sebenarnya anak itu menahan tangis.

Mereka berdua duduk di sebuah meja kecil, saling berhadapan di dalam sebuah ruangan berukuran sedang. Disekeliling mereka ada beberapa orang tahanan lain yang juga sedang bertemu dengan keluarga mereka.

"Gue bawa sate padang, kesukaan lo." Navy mendorong sterofoam yang sejak tadi ia pegang kehadapan Grey.

"Wih." Lelaki itu dengan senang bahkan senyumannya tak pernah sirnah dari bibirnya sambil membuka kotak sterofoam yang Navy bawa. "Lo udah makan?" Navy pun menganggukan kepalanya.

Setelahnya mereka hanya diam. Sebenarnya banyak yang ingin Navy tanyakan, seperti apakah kakaknya baik-baik saja? Bagaimana tidurnya semalam? Apa ada yang menganggung kakaknya? Namun kata-kata itu tidak keluar. Ia justru hanya diam melihat Grey yang sedang makan, entah mengapa ia senang melihatnya. Seolah, selagi bisa ia ingin merekam wajah kakaknya sebanyak mungkin dalam ingatannya.

"Kesini sama siapa? Tito?" Navy menggelengkan kepalanya, "Atlas. Dia di depan, gak mau masuk." Sebenarnya bukan tidak mau, hanya saja Atlas ingin memberi mereka berdua waktu untuk bertemu. Grey sendiri paham akan hal itu.

"Kaki lo gimana?"

Navy langsung menggeser kakinya keluar dari meja sehingga Grey dapat melihatnya. "Masih basah, gak tau kapan keringnya."

"Sakit?"

Navy menggelengkan kepalanya, "Lebih sakit liat lo ada di sini." Grey pun langsung terdiam. Napsu makannya tiba-tiba saja hilang. Ia meletakan setusuk sate yang baru akan ia gigit diatas piring. Kemudian menatap Navy lekat.

"Lo gak ada ngomong apa-apa kan? Kesiapa pun?" Dari sudut mata, Grey melirik kekanan dan kirinya seolah memastikan kalau tak ada yang mendengar ucapannya.

Navy menggelengkan kepalanya lagi, sebelum ia berucap, "Maaf bang."

"Gue bosen denger kata maaf dari lo. Gak ada kata lain apa?"

Navy menundukan kepalanya, lagi-lagi Navy ingin menangis. Sebut Navy cengeng, ia benar-benar tidak peduli. "Maaf.."

"Nav!" Suara Grey agak meninggi. Seorang ibu-ibu di meja tak jauh dari tempatnya duduk langsung menoleh. Namun Grey memplototinya, hingga wanita itu memalingkan wajahnya lagi.

"Gue gak mau denger lo minta maaf lagi. Lo gak salah, ini salah gue yang gak bisa jagain lo."

"Tapi—"

"Udah! Gue bilang udah!" Navy pun terdiam, ia memainkan jemarinya yang saling bertautan, seolah perasaannya benar-benar resah, dan itulah cara penyalurannya. "Dibanding lo minta maaf, lebih guna kalo lo ngomongin yang lain. Waktu kita gak banyak, gue gak bisa setiap hari liat lo dan tau perkembangan lo. Dibanding minta maaf, gue lebih suka denger tentang hidup lo Nav."

Lagi-lagi ucapan dari Atlas terngiang di kepalanya. Sejujurnya Navy ingat, ia ingat semuanya namun alasan mengapa Navy bertingkah seolah ia tak mengingat apapun adalah karena ia tau Atlas tak ingin Navy ingat. Ia tak ingin hubungannya dengan Atlas malah menjadi semakin canggung. Dan di saat-saat seperti ini, ucapan Atlas seolah jadi penguat untuknya.

Dear BiruWhere stories live. Discover now