Dear Biru 36

5K 542 79
                                    

Kadang lelaki itu sering bertanya-tanya sendiri mengapa ia harus terlahir sebagai seorang manusia, mengapa tidak ia berwujud kura-kura atau burung yang bisa terbang bebas. Dan mengapa ia harus terlahir menjadi seorang Navy Blue Arcarano. Sebut Navy tak pernah bersyukur, namun memang ia tak pernah suka menjadi dirinya. Meski terkadang saat ia menatap kesekeliling tak ia pungkiri kalau ia bersyukur.

Domino yang duduk di hadapannya, Aries yang duduk di samping lelaki itu. Kemudian Atlas dengan kursi plastik di ujung kiri meja. Dan seorang gadis yang berada di rangkulannya, Nana. Sebenarnya hal tersebut lebih dari cukup, terlebih kalau saja kakaknya tidak berada di penjara. Namun entah mengapa hanya sisi negatif dari hidupnya saja yang terus ia ingat hingga menjeratnya jatuh kedalam keterpurukan.

Navy tersentak begitu seseorang menepuk tangannya yang berada di bahu Nana hingga Navy mengangkat tangannya dan menoleh, "bukan muhrim ikhwan." Celetuk Aries yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang Nana dengan satu tangan memegang sebotol teh pucuk sambil tertawa melihat Navy yang terkejut.

"Jadi mantan gak boleh gatel Nav." timpal Domino ikut tertawa.

"Lah ngaca bosku." Navy tersenyum mengejek, Nana di sampingnya hanya terdiam meski dalam hatinya ia merutuk, malu karena terus menjadi bahan ledekan. Jujur saja, Nana sendiri belum terbiasa dengan lingkaran pertemanan baru Navy itu.

Hingga mata Navy menangkap Tata dan Jeje yang baru datang ke kantin dan menduduki meja di samping mereka, lantas Navy pun menoleh kearah Nana, "Ke Jeje sama Tata gih." Jika orang lain mungkin mengira Navy mengusir Nana. Lain halnya untuk mereka-mereka yang sudah mengerti akan jarak yang Navy selalu berikan antara dirinya dan Nana.

"Iyaaudah, jangan makan aneh-aneh ya." Ujar Nana mengingatkan. Sebenarnya tanpa Nana peringatkanpun, Atlas tak akan membiarkan lelaki itu makan sembarangan.

"Siap bos." Navy menyunggingkan senyuman yang menurut Nana adalah senyuman yang paling menggemaskan. Kalau saja ia tidak ingat akan jarak itu, pasti Nana sudah mencubit kedua pipi Navy. Namun sayangnya, semuanya sudah tak sama lagi.

Navy masih memperhatikan Nana meski gadis itu sudah berpindah tempat. Bercanda gurau dengan sahabat-sahabatnya, yang kadang membuat Navy iri. Sangat iri.

"Kenapa ya cewek-cewek suka heboh kalo ada anak baru." Itu Aries yang mulai membuka topik baru. Sebenarnya ia ingin mengucapkannya sejak tadi, namun merasa tidak enak saat ada Nana di sana.

"Emang ada anak baru? Gue aja gak tau." Sahut Atlas.

"Iya, sekelas juga sama Nana. Katanya sih pinter banget." Aries menyenggol lengan Atlas kemudian berujar, "Kalah dah lo pokonya."

"Udah liat lu anaknya? Kok Nana gak cerita ya sama gue." Seru Navy sambil menatap Aries. Ada sedikit raut bingung, raut penasaran karena biasanya apapun itu. Bahkan hal yang sebenarnya tidak penting pun akan Nana ceritakan kepada Navy.

"Lah lu siapa?" Ledek aries sambil tertawa membuat Navy hendak meninjunya bercanda namun lelaki itu langsung memundurkan tubuhnya menghindar.

"Tenang, Nana cuma punya abang Navy kok." Sahut Domino yang tiba-tiba duduk di samping Navy, menempati tempat yang tadinya di duduki oleh Nana.

"Ya enggak juga sih. Terserah dia mau sama siapa kan gue udah bukan siapa-siapa." Ucap Navy berusaha tegar.

"Halah tai kucing." Timpal Atlas yang langsung membuat teman-temannya tertawa meledek Navy. Bahkan Navy sampai ikut tertawa juga. Meski dalam hati ia berusaha menyakini diri, kalau ia memang bukan siapa-siapa. Siapapun yang nanti akan bersama Nana, Navy harus ikhlas karena ini juga bagian dari keputusannya. Jadi Navy tidak boleh menyesal dengan pilihannya sendiri.

Dear BiruDonde viven las historias. Descúbrelo ahora