Entah di mana ia pernah melihatnya

10.3K 658 38
                                    

Suara sesuatu jatuh terdengar begitu keras. Dari kejauhan terlihat semak-semak bergoyang. Tak lama, sesosok anak lelaki muncul dari balik semak-semak.

"Aduh sakit banget. Kenapa harus jatuh di semak-semak sih?"

Anak lelaki yang kini tengah terduduk sambil membersihkan tubuh terlihat sangat kacau. Tubuhnya penuh dengan luka gores, rambut tak beraturan, serta pakaiannya sudah tak rapi lagi.

Ia melihat ke sekeliling. Dilihat dari pagar tinggi dan tanaman yang terhampar luas sepertinya ia sedang ada di halaman belakang rumah.

Tapi rumah siapa?

Anak lelaki berambut hitam dan bermata lavender itu akhirnya bangkit. Dengan hati-hati ia berjalan menuju bangunan rumah yang tak jauh dari tempatnya terjatuh tadi. Penuh rasa waspada, ia berjalan dengan berjinjit agar tak menimbulkan suara sama sekali.

 Penuh rasa waspada, ia berjalan dengan berjinjit agar tak menimbulkan suara sama sekali

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ini mimpi? Kok nyata banget ya?" Tanyanya pada diri sendiri. Sambil terus berjinjit ia melirik ke kanan dan ke kiri. "Tadi aku habis ngapain ya? Kok bisa sampai di sini?" Tubuhnya mendadak berhenti. Anak lelaki yang kebingungan itu lalu meletakkan ibu jari dan telunjuk di dagu seakan berpikir.

"Ah iya, tadi aku baca buku yang dipinjam dari perpustakaan sekolah. Terus..." ucapannya terhenti. Dia bingung harus melanjutkan apa karena memang ia tak tau kejadian selanjutnya. "...aku ketiduran gitu? Aneh."

Indera pendengaran anak lelaki yang kira-kira berumur dua belas tahun itu bergerak-gerak. Ia menangkap suara langkah kaki mendekat. Dengan cepat ia bersembunyi di balik pohon besar di dekat pintu rumah tersebut.

"Nona Hinata, nona ingin meminum tehnya di sini sambil melihat pemandangan taman belakang?"

Mata keunguan anak itu melebar saat melihat sesosok anak perempuan dengan yukata ungu bermotif bunga berwarna putih tengah berdiri di teras. Wajah anak perempuan itu terasa familiar, entah di mana ia pernah melihatnya.

"Kalau begitu saya letakkan kue kayu manis dan teh di sini nona, saya permisi dulu."

Lamat-lamat ia memandang anak perempuan berambut pendek itu. Asli, wajahnya tidak asing. Di mana ia pernah melihatnya? Kalau tadi tak salah dengar namanya... Helena, bukan. Hana, bukan. Hina... "Hinata!"

Gadis yang namanya disebut terlihat tersentak. Dengan wajah menelisik, ia menatap sumber suara tersebut. Hati-hati ia menuruni teras belakang rumah, kemudian menuju sebuah pohon sakura yang berdiri kokoh di sana.

Di lain pihak, anak lelaki yang tengah bersembunyi di balik pohon kini meratapi kebodohannya. Kalau saja mulut ini bisa dikontrol. Ia harus apa sekarang? Tak mungkin 'kan tiba-tiba ia memperkenalkan diri sebagai...? Ah bisa pingsan nanti.

Dengan keberanian yang terkumpul akhirnya anak lelaki itu beranjak dari tempat persembunyian. Senyum lebar terukir, jujur saja ia tak sabar untuk melihat sosok yang sangat ia sayang ini kala seumuran dengannya.

Kedua pasang mata lavender itu bertemu. Pertemuan netra identik tanpa celah. Hinata terlihat kaget, kakinya terlihat mundur satu langkah. Pandangannya seperti mencari tau siapa sosok anak lelaki di depannya kini.

"K-kau siapa?" Tanya Hinata gugup.

Hati anak lelaki itu berdesir, suara Hinata sangat indah seperti denting piano yang sering ia dengar di gereja. Tersentuh, tanpa sadar ia mengulas senyum lembut dan kemudian itu membuat Hinata semakin bingung dan heran.

Sadar dengan raut wajah Hinata, anak lelaki itu langsung mengubah gestur tubuh menjadi sedikit keren. Tenang lah kawan, papamu itu terkenal sangat populer jadi kau harus bisa lebih keren dari papamu.

Kemudian anak lelaki itu mendeham. "Halo, aku Raiden. Maaf masuk ke halaman rumahmu tanpa izin. Tadi aku sedang main petak umpet dan tak sengaja bersembunyi di halaman belakang rumahmu."

Raidenーsebagaimana ia memperkenalkan diriーmerasa lega karena sudah membuat alasan yang logis. Wajah Hinata juga terlihat percaya akan hal yang sudah ia ucapkan, syukurlah.

"Tak masalah, ini 'kan juga rumahmu."

Mendengar penuturan Hinata sontak membuat mata Raiden melebar. Jangan-jangan ia sudah tau? Gawat. Bagaimana kalau ia melapor pada laki-laki itu? Bisa dihajar habis-habisan dia.

"Aー aku bisa jelasー"

"Kita 'kan saudara, tapi aku tak pernah melihatmu. Namamu siapa? Padahal sepertinya kita saudara sepupu."

Raiden langsung menutup mulut rapat-rapat. Sepupuan? Saudara? Apa Hinata menyangka kalau dia seorang Hyuuga? Ah mata ini. Pantas Hinata menganggap Raiden sebagai sepupunya.

"Benar! Ya kita sepupuan!" Seru Raiden tidak santai sambil menunjuk-unjuk Hinata tak karuan.

Hinata tertawa malu-malu, anak lelaki di hadapannya sangat lucu. Kenapa ia tak pernah bertemu dengan Raiden sebelumnya ya? Padahal sepertinya ia bisa berteman baik dengan Raiden.

Tawa Hinata langsung lenyap saat melihat tubuh Raiden yang penuh luka, sepertinya main petak umpet terlalu ekstrem sampai membuat tubuh banyak luka gores begitu. Sebaiknya harus segera diobati.

"Raiden, tubuhmu banyak yang tergores. Harus cepat diobati. Kemari lah." Rasa canggung yang tadi Hinata rasakan di depan Raiden kini menghilang. Tanpa sungkan ia menarik tangan anak lelaki dengan tindik telinga di sebelah kiri itu.

Merasakan tangan Hinata yang lembut membuat Raiden terpana. Ternyata dia memang seseorang yang sangat baik, bahkan sejak kecil.

Tapi kenapa lelaki itu malah ingin berpisah dengan perempuan ini? Raiden benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran orang itu.

Raiden menghela napas putus asa. Kalau ini bukan mimpi, ia berharap bisa mencegah perpisahan itu terjadi.

•••

Raiden From The Future [Completed]Where stories live. Discover now