a silent guardian

3K 486 21
                                    

Raiden's Point Of View

"Raiden?"

Aku mencoba membuka mata, namun entah mengapa terasa begitu berat. Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang memanggil. Aku kenal betul suara itu, tidak salah lagi itu suara mama. Mendadak aku rindu dengan mama, aku ingin sekali melihat mama sekarang. Tuhan, aku memang ingin menghilang dari dunia agar mama bahagia, namun izinkan aku kali ini melihat mama.

Dengan paksa aku membuka kelopak mata. Napasku terangah-engah, pun dengan dadaku naik-turun seakan mengikuti irama. Pikiranku kalut, segera aku menengok ke kanan dan ke kiri mencari pemilik suara itu. Tapi yang tertangkap di indera pengamatanku kini hanya hamparan savana luas.

"Mencari siapa?"

Aku tersentak kaget, suara itu berasal dari atas kepala. Benar saja, ada mama tengah tersenyum sambil mengusap kepalaku. Ternyata paha milik mama menjadi alas kepalaku sejak tadi. Ah, aku begitu panik sampai-sampai tak menyadari keberadaan mama di samping. Aku pun membalas senyum teduh mama, entah mengapa hati ini terasa sangat lega bisa melihat senyum khas milik mama lagi.

"Cari mama..." Ucapku dengan nada parau, mendadak aku jadi sedih lagi. Apa iya aku akan berpisah dengan mama?

lagi-lagi mama tersenyum, matanya yang sejenak menatapku kini bergerak menatap hamparan rerumputan hijau di depan. Rambutnya yang sebahu bergoyang-goyang terbius angin. Raut wajah terlihat sangat damai, seperti tanpa beban. Kemudian, aku bangun dari posisi yang terbaring. Aku melihat mama, namun tak lama mengikuti arah pandangnya. Ia menatap siluet sosok yang tak aku kenal siapa.

"Kenapa masih mencari mama? Katanya kamu mau menghilang saja." Aku terdiam sambil menatap mama heran, kemudian aku menunduk. Kembali terngiang kalimat yang masih hangat aku ucapkan. "Kamu rela buat mama bahagia dengan cara tak pernah dilahirkan ke dunia. Itu 'kan yang Raiden mau?"

Mulutku terkatup rapat, aku tak bisa membalas ucapan mama. Dadaku tiba-tiba sakit mendengar mama mengucapkannya. Seketika aku tak rela kalau harus berpisah dengan mama. "Kalau mama bahagia, Raiden ikut bahagia ma..." Balasku sambil menatap mama penuh keyakinan.

Terdengar suara tawa lolos dari bibir mama. "Lalu apakah menurut Raiden mama akan bahagia tanpa Raiden?"

Hatiku tertohok melihat wajah sendu mama, terlebih setelah pertanyaan itu terlontar? Apa aku terlalu egois? Apa aku sekarang tak ada bedanya dengan papa?

"Dengar Raiden, apa mama terlihat tidak bahagia di mata Raiden? Apa mama terlihat selalu bersedih?"

Aku membuka dan menutup mulut berulang kali, bukan begitu. Aku hanya ingin mama bahagia tapi bukan berarti mama tak bahagia. Ah, aku bingung. Yang jelas aku tak ingin melihat air mata mama jatuh untuk laki-laki seperti dia.

"Bukan begitu, ma. Hanya saja papa..."

"Ada apa dengan papa?"

"Papa jahat dengan kita, papa jahat sama mama, papa jahat denganku. Sejak dulu dia tak pernah bertanya bagaimana keadaanku, dia tak pernah menatapku barang sedikit. Apa karena aku bermata Hyuuga? Apa karena aku tak punya sharingan?" Aku menggigit erat bagian dalam pipiku. "Dia juga tidak pernah pulang dan selalu pergi dengan alasan melindungi desa dari luar. Saat dia pulang, tak pernah sekali pun Raiden lihat ia tersenyum, tidak ada raut wajah merindu yang tercetak di sana. Orang-orang selalu bilang kalau nasib papa malang, karena ternyata niat untuk membangkitkan klan Uchiha sia-sia. Hyuuga Hinata tak bisa memberikan penerus Uchiha yang sebenarnya." Kedua tanganku mengepal, entah kenapa mata ini kian perih kian perih.

Kesal, aku menarik-narik ujung baju. "Semua itu karena Raiden... Aku gak pernah bisa buat papa bangga. Raiden gak bisa jadi penerus klan Uchiha."

Mama menatapku, kemudian menarik tubuhku ke dalam pelukan hangat. "Sssh, kata siapa Raiden gak pernah buat papa bangga? Asal Raiden tau, tiap hari papa selalu menelepon mama. Ia menanyakan tentang perkembanganmu di akademi. Papa sangat senang saat mama bercerita Raiden mendapat nilai tertinggi dalam sesi latihan melempar kunai. Papa juga tersenyum saat Raiden bisa menyelesaikan misi pertama Raiden. Papa itu ibarat penggemar nomor satu Raiden, jadi Raiden keliru kalau beranggapan Raiden gak bisa buat papa bangga."

Raiden From The Future [Completed]Where stories live. Discover now