Jadi di masa depan aku tak menikah dengan Naruto-kun?

3.2K 509 62
                                    

Semilir angin berhembus menerpa tubuh Hinata dan Sasuke. Rambut gelap mereka bergerak lembut ke kanan mengikuti arah angin. Tak ada suara kata, hanya suara ranting dan daun pohon sakura yang saling bergesekan. Mereka berdua terdiam, bukan tak tau harus berbincang apa, namun lebih karena mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.

Tak lama terdengar suara langkah kaki dari arah gerbang depan. Suara itu makin terdengar cepat dan semakin nyaring terdengar. Netra kontras Sasuke dan Hinata menoleh ke arah sumber suara, walaupun mereka sudah tau siapa pemilik langkah kaki tersebut, mereka tetap melihat ke arah sana.

Pundak tegang Hinata melemas saat indera penglihatannya menangkap sosok Neji yang tengah mengatur napas. Neji terlihat begitu lelah karena telah berlari memberi tau teman-teman yang lain bahwa dia, Hinata, dan Sasuke tak ikut pergi menangkap ikan.

Remaja dengan rambut coklat panjang itu mendekat. Ikatan rambutnya sedikit berantakan, peluh keringat pun mengalir dari pelipis. "Aku sudah memberi tahu mereka, jadi kita bisa menunggu di sini sampai Raiden siuman."

Hinata dan Sasuke kompak melirik Raiden yang tengah terbaring di samping Hinata. Wajah Raiden terlihat begitu damai dan kalau dilihat-lihat memang mirip sekali dengan Sasuke.

Helaan napas lolos dari bibir Sasuke, ia masih bingung dengan situasi saat ini. Benar-benar tidak masuk akal, masa iya dia menikah dengan Hinata dan punya anak bermata Hyuuga. Sasuke pikir gen sharingan sangat kuat ternyata tidak.

Mendapati kenyataan itu membuat Sasuke merasa kecewa.

Tubuh Raiden perlahan bergerak. Hinata yang tepat berada di sebelahnya merasakan pergerakan tubuh Raiden. Gadis itu langsung mengecek kondisi remaja yang memanggilnya sebagai 'mama' tadi.

Kelopak mata Raiden lambat laun terbuka, netra khas Hyuuga saling bertemu pandang. Dengan begitu perlahan Raiden mengedipkan mata, seakan mencari jawaban siapa sosok yang ada di depannya. "Mama?"

Tubuh Hinata menegang, lagi-lagi anak ini memanggil dengan panggilan mama. Mendadak muncul naluri keibuan entah dari mana. Anak sulung Hiashi itu langsung mengangguk layaknya mengiyakan kata yang keluar dari bibir Raiden. "Mama di sini Raiden."

Sasuke dan Neji kompak membulatkan mata, mereka begitu kaget mendengar penuturan Hinata yang begitu spontan. Apa sekarang gadis ini sudah menerima kenyataan bahwa kelak ia akan mengandung penerus-penerus Uchiha?

Ah membayangkan saja sangat di luar akal sehat.

Hinata kemudian membantu Raiden untuk duduk. Untung saja teh herbal yang tadi ia sempat nikmati masih ada di teras belakang, jadi langsung ia berikan pada Raiden untuk memulihkan tubuhnya yang lemas.

"Kau tak apa-apa?" Tanya Hinata dengan raut wajah khawatir.

Raiden, yang kini berwajah pucat menatap Hinata teduh. Kemudian ia mengangguk. "Baik-baik saja. Terimakasih."

Tak sengaja ujung mata Raiden menangkap sosok Sasuke yang duduk tak jauh dari Hinata dan membuat tubuh anak lelaki itu kembali menegang, matanya seperti siap kembali menatap tajam. Urat-urat di sekitar matanya pun perlahan mulai terlihat.

"Keparat." Ucap Raiden dengan byakugan yang kini sudah aktif.

Mendengar ucapan Raiden spontan membuat Hinata langsung memegang kedua pundak Raiden berusaha menenangkan. "Raiden tenang! Tarik napas, hembuskan... tarik napas, hembuskan..."

Raiden menuruti perkataan Hinata bagai seorang anak yang menaati perintah sang ibu. Wajah anak lelaki dengan tindik telinga di sebelah kiri itu terlihat lebih tenang, dan dinon-aktifkan byakugannya. Ia kembali meminum teh herbal yang ditawarkan oleh Hinata.

"Apa kau lebih tenang sekarang?" Tanya Hinata kembali. Namun Raiden menunduk tak membalas pertanyaan Hinata.

Melihat keadaan Raiden yang mulai tenang, akhirnya membuat Neji memutuskan untuk mencari tau siapa anak ini. Prodigy Hyuuga itu lalu mendekat, berusaha melihat Raiden lebih jelas.

"Hey, siapa kau sebenarnya?" Tanya Neji tanpa basa-basi.

Raiden terdiam, wajahnya masih menunduk. Ia masih bingung apakah harus cerita atau tidak. Ah, masalah ini dia yang buat. Karena terlalu kesal melihat wajah orang itu, dia jadi tak bisa mengontrol emosi.

Berniat menyelesaikan masalah yang ia buat, akhirnya Raiden memberanikan diri untuk menatap Neji yang sedari tadi berdiri di hadapannya.

"Raiden, Raiden Uchiha."

Sasuke tersentak, mendengar nama Uchiha selain ia dan Itachi membuat perasaan aneh menjalar ke seluruh tubuhnya. Entah apa ini? Perasaan lega atau tak percaya? Tapi bisa jadi kan ini anak Itachi bukan anaknya. Penasaran Sasuke langsung bertanya tanpa berpikir dua kali. "Apa benar kau anakku? Kau bukan anak Itachi 'kan?"

Tangan Raiden kembali mengepal, sedangkan Neji langsung menepuk kepalanya lelah. Dasar Sasuke langsung nyerocos tidak jelas. "Sasuke kau bisa diam tidak?" Tanya Neji sambil membentak.

Satu-satunya Uchiha yang tersisa dari pembataian yang dilakukan Itachi itu merotasikan mata malas. Dia hanya bertanya, sama seperti yang dilakukan Neji. Lalu apa yang salah?

"Raiden, kau tak perlu mendengarkan pertanyaan dia. Cukup jelaskan siapa dirimu saja."

Pintar sekali Neji, jelas kalau menceritakan tentang dirinya sama saja memberitahu siapa ayahnya 'kan? Sasuke kini mendengus. Pertanyaannya memang tidak ada yang salah, ini sama saja pertanyaannya terlontar dengan bahasa lebih halus.

Raiden menatap Hinata dan gadis itu pun mengangguk seperti menenangkan hati Raiden. Anak lelaki itu lalu menghirup udara dalam-dalam.

"Mungkin ini terdengar tak masuk akal tapi..." Raiden menelan saliva dengan susah payah. "...sepertinya aku datang dari masa depan. Aku pun tak mengerti bagaimana aku bisa ke sini. Terakhir aku ingat bahwa aku membaca buku di perpustakaan desa."

"Jadi di masa depan aku tak menikah dengan Naruto-kun?"

Hati Sasuke entah kenapa tertohok. Di saat seperti ini kenapa Hinata malah bertanya seperti itu. Sedangkan Neji, lagi-lagi menepuk wajah karena pertanyaan polos adik sepupunya.

"Paman Naruto?" Raiden menaikan alis, mata bak amethyst miliknya lalu bergerak menatap Sasuke yang terlihat begitu kaget. "Kalau mama menikah dengan paman Naruto dan bukan laki-laki itu, mungkin mama akan lebih bahagia sekarang."

Merasa tersindir, Sasuke langsung bangun dari duduknya dan menatap Raiden tajam. Maksudnya apa? Mengapa anak ini begitu benci padanya?

"Apa?" Tantang Raiden tak mau kalah dari tatapan tajam milik Sasuke. "Jangan pikir karena kau ayahku, aku akan takut. Di sini kita seumuran dan aku yakin aku lebih kuat."

Sasuke mengeratkan tangan emosi, sedangkan Hinata mengelus lengan Raiden berusaha menenangkan. "Raiden..."

Tak mengindahkan, Raiden kini ikut berdiri membalas tatapan Sasuke tajam. "Kau itu cuma laki-laki yang tak pernah puas. Di otakmu hanya kekuatan, kekuatan dan kekuatan. Kau bahkan lupa dengan istrimu, lupa dengan anakmu." Raiden mendesah dan mengusap rambutnya ke belakang lelah. "Sejak kau tau mata anakmu ini bukan seperti yang kau harapkan, sepertinya aku tak pernah kau anggap."

Sasuke menatap Raiden nanar, begitu pun dengan Hinata. Penyuka kue kayu manis itu merasakan matanya yang tiba perih. Ia bisa merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Raiden. Dari pancaran mata itu, Hinata bisa melihat isi hati Raiden saat ini. Penolakan, tak diterima... entah mengapa rasanya begitu familiar.

Raiden menghela napas perlahan, sambil menatap Sasuke kecewa ia memegang pundak sang ayah. "Kalau kehadiranku di dunia tak sesuai harapan. Lebih baik sejak awal kau tidak menikah dengan mama 'kan?"

Sasuke tau benar tatapan yang sekarang ia lihat, tatapan ini sama seperti saat ia melihat tubuh Fugaku yang berbalik memunggunginya. Tatapan kecewa dan penuh rasa sakit.

Sejak dulu dia selalu berharap untuk bisa menjadi ayah yang baik tidak seperti ayahnya. Tapi ini...

Apa benar di masa depan ia malah tak jauh berbeda dari Fugaku?

•••

Raiden From The Future [Completed]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu