Epilogue

3.3K 420 78
                                    

Suara gemericik air terdengar dari pekarangan belakang rumah keluarga Sasuke. Pohon-pohon bergoyang terbius angin, sayup-sayup sekawanan burung bergumam kala menari dengan gerakan yang elok. Sinar matahari pukul empat sore begitu teduh. Cahayanya tak begitu terik, sehingga membuat dua orang lelaki Uchiha di lapangan tetap bersemangat untuk latihan bersama.

Sejak Hinata melahirkan, keluarga Uchiha sepakat untuk tinggal di Uchiha distrik. Mereka merenovasi kediaman lama yang dihuni oleh orang tua Sasuke dulu. Rumah ini sangat luas, terdapat beberapa bangunan rumah yang dihubungkan dengan lorong, ada lapangan untuk latihan, serta sebuah pekarangan untuk sekedar bercocok tanam.

Sejak bertambahnya anak, Sasuke juga jarang meninggalkan Konoha dalam waktu lama. Sebagai seorang suami dan seorang ayah, ia ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarga. Ia juga ingin menjadi bagian dari pertumbuhan anak-anaknya. Terkadang karena lupa mengisi daya ponsel membuat dia tak mendapat kabar selama berhari-hari. Sasuke merasa sangat merugi dan merutuki dirinya yang selalu lupa jikalau dunia semakin mengalami moderenisasi.

"Tendangamu masih terlalu lemah Rai." Sebuah pukulan berniat menyambar kepala ketua klan Uchiha. Namun segera ditangkis dengan pedang kusanagi miliknya. Dengan cepat ia menggerakkan tangan bermaksud menghunus remaja enam belas tahun di depannya. Raiden buru-buru menghindar, ia sedikit tersentak saat sang ayah seperti benar-benar mau menusuk pedang ke dada. "Konsentrasi."

Raiden menghembuskan napas dan melompat ke arah belakang atas. Kini ia sudah ada di dahan pohon memandang sang ayah intens. Tanganya melakukan segel jurus, kemudian menghirup napas dalam-dalam. "Katon: Hosenka no Jutsu."

Bola-bola api kecil ditembak dalam jumlah cukup banyak ke arah Sasuke. Netra dengan sharingan aktif itu melebar, ia tau benar kalau bola-bola api itu memiliki lemparan acak dan bisa dikendalikan dengan chakra. Salah-salah ia bisa terkena serangannya. Sasuke melompat-lompat mundur ke belakang menghindari serangan bola api Raiden. Pria tiga puluh enam tahun berkonsetrasi penuh menyelamatkan diri sampai sebuah tawa terdengar.

Seketika matanya menoleh ke sumber suara. "Whoaa Benjilou-tan~ tanganmu ada api, sepelti onii-tan~" Tanpa memedulikan serangan api Raiden, Sasuke langsung melompat ke arah dua anak lelaki dan perempuan yang tengah berdiri tak jauh dari posisi awal. Raiden pun begitu, setelah fokusnya teralih pada kedua adik kembarnya tak sengaja terkena bola api. "Papa~ Ben bica mengelualkan api~ sugoi naa~"

Seorang anak perempuan berumur empat tahun tengah bertepuk tangan melihat kakak kembarnya. Lengan baju anak bernama Benjirou itu berkobar api kecil. Wajah bocah itu tidak panik, ia bahkan tak mengeluarkan energi untuk sekedar berekspresi. Ben terlihat tenang, sambil menatap api yang kian menghanguskan bajunya. Sasuke langsung menepuk api yang ada di lengan Ben. Tubuh anak kedua Hinata itu sedikit oleng, namun segera ditahan oleh tubuh Sasuke. Sedangkan Raiden langsung menggendong adik perempuan yang bernama Sachiko mundur.

"Benjirou, kau baik-baik saja?" Tanya Sasuke dengan nada khawatir yang kentara.

Bocah berambut hitam pemilik warna mata yang berbeda itu mendongak melihat sang ayah. Masih dengan wajah datar anak itu menatap Sasuke nanar. "Panas."

Singkat, padat, dan jelas.

Buru-buru ayah tiga orang anak itu langsung menggendong sang putra masuk ke dalam rumah. "Rai, sampai di sini dulu latihannya, kerja bagus."

Raiden mengangguk sambil melihat Benjirou dibawa ke dalam. Pemuda yang sangat menyukai dango itu memasang wajah pucat, jantung berdentum keras bak genderang perang. Ia ketakutan dan juga khawatir sang adik mengalami luka serius karena bola apinya.

"Jantung onii-tan belicik."

Raiden melihat adik perempuan berambut indigo panjang yang masih dalam pelukan heran. Masa debaran jantungnya bisa sampai terdengar oleh indera pendengaran adiknya? Raiden langsung menggeleng sambil menurunkan Sachi. Ia kemudian berjongkok, menyejajarkan tubuh dengan gadis yang netranya kontras dengan matanya. "Tadi kenapa Sachi malah tepuk tangan melihat Benji kebakaran?" Tanya anak sulung Hinata penuh selidik.

Raiden From The Future [Completed]Where stories live. Discover now