Rabu (16.46), 13 Februari 2019
Ada yang kangen? ☺☺☺
Selamat membaca!
---------------------------
Emily memperhatikan Queenza yang hanya mengaduk-aduk sup buatannya. Jelas bukan karena sup itu tidak enak. Tapi karena pikiran Queenza melayang jauh.
"Apa kau ingin sarapan yang lain?" tanya Emily setelah keheningan yang terasa menyesakkan.
Queenza tidak menanggapi dan hanya terus menunduk menatap sarapannya dengan sendok bergerak memutar pelan.
"Queenza..." kali ini Emily memanggil sambil menyentuh lembut punggung tangan Queenza yang ada di seberang meja.
"Hah? Apa?" Queenza terperanjat sambil buru-buru mendongak menatap Emily.
Emily tersenyum sedih. "Sudah tiga hari kau seperti ini terus. Apa aku perlu menghubungi Kingsley?"
Queenza tertawa sumbang. "Lalu apa? Berharap dia mengejekku karena sudah mengusirnya lalu memintanya kembali?"
"Kau tahu Kingsley bukan orang seperti itu. Dia memang ahlinya membuat orang kesal karena kelakuannya. Tapi bukan melukai."
Queenza tidak menanggapi. Setetes air matanya jatuh dan dia segera menghapusnya. "Sejujurnya, aku benci dengan perasaanku sendiri. Aku marah karena—karena aku merasa Kingsley membatasi pertemananku. Aku tahu Kingsley menyerang Kenzie karena Kenzie mencoba berteman denganku. Dalam benakku, 'Memangnya dia siapa? Berani sekali mengatur hidupku lalu merajuk padaku saat dirinya kesal. Padahal dia yang menumpang di sini.' Tapi..." Queenza terisak. "tapi aku merasa sangat sedih dan sendirian saat dia pergi. Maafkan aku, Em. Meski ada kau di sini, tapi aku tetap merasa sendirian."
Emily tersenyum, meremas pelan punggung tangan Queenza. "Jangan merasa bersalah. Aku juga begitu saat Errie pergi dan ada kemungkinan tidak kembali. Aku merasa hampa dan sendirian."
"Itukah yang sekarang kau rasakan?"
"Tentu saja tidak," Emily berkata pasti. "Errie akan kembali. Jadi aku merasa tenang. Yah, takut itu ada. Tapi aku percaya dia pasti kembali."
Queenza berusaha tersenyum seraya menyeka air matanya. Pasti menyenangkan menjadi seperti Emily. Begitu tenang dan percaya diri.
Emily tersenyum kecil saat memperhatikan Queenza. "Hmm, aku yakin kau pasti tahu bahwa Kingsley cemburu, kan? Dia bukan ingin mengatur hidupmu. Hanya saja, dia tidak suka kau dekat dengan Kenzie, lelaki yang berpotensi merebutmu darinya. Dan kau tahu itu."
Lagi-lagi Queenza tertawa sumbang. "Kau tidak mengerti. Bukan aku wanita yang dikhawatirkan Kingsley. Jika benar dia cemburu pada Kenzie, itu bukan karena aku. Tapi karena jiwa ratunya yang ada dalam diriku."
Bukannya merasa simpati, Emily malah tertawa geli.
"Ya, aku mengerti. Kau merasa lucu karena aku mempermasalahkan jiwa dalam diriku. Aku jadi terdengar gila." Queenza meringis.
"Bukan itu yang kutertawakan. Kau lucu karena sebenarnya kau juga cemburu tapi tidak mau mengakuinya."
Queenza mengerutkan kening. "Aku tidak cemburu. Lagipula siapa yang harus kucemburui?"
"Kau cemburu pada jiwa Queen dalam dirimu. Berpikir semua perhatian Kingsley hanya karena dia. Itu sebabnya kau menolak mengakui bahwa Kingsley cemburu karena Kenzie mendekatimu."
"Dengar, Em. Kau salah melihat situasi ini. Aku cemburu dan Kingsley tidak memiliki perasaan seperti yang kau maksud padaku. Dia hanya lelaki sok berkuasa yang suka orang lain mengikuti keinginannya. Dan ketika dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan merajuk seperti bayi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...