Senin (15.12), 24 Agustus 2020
Limaaa...
-----------------------------
Keadaan di dalam istana menjadi kacau balau. Kaum penyihir, werewolf, vampire, troll, ogre, dan ghoul menyerang kaum lain yang tidak berada dalam pengaruh kekuatan kegelapan yang mendadak melingkupi aura mereka.
Tristan, Emily, Ayhner dan yang lainnya tampak kewalahan. Pasalnya lawan mereka tak segan-segan membunuh sementara mereka berusaha hanya menjatuhkan karena yang mereka lawan merupakan teman-teman mereka sendiri.
"Ratu Edrea! Sadarlah!" seru Ayhner sambil mengunci lengan sang ratu. Kekuatan sang Ratu Penyihir yang bisa memecahkan pembunuh darah lawannya dalam jarak jauh sangatlah berbahaya. Hanya sekali merapalkan mantra dan mengibaskan tangan, tiga pengawal istana langsung tewas bersimbah darah dan seorang panglima menggeliat kesakitan di lantai.
Namun Ratu Edrea yang sudah dipengaruhi kegelapan sama sekali tak mendengar seruan Ayhner. Dia berusaha melepaskan diri dan terus menyerang.
"Kenzie!" Emily berusaha berkelit dari serangan Kenzie lalu berhasil menyabetkan pedangnya. Luka panjang berdarah langsung menghiasi lengan Kenzie. Namun dia bahkan tak meringis dan terus menyerang. "Kumohon kendalikan dirimu atau aku akan membunuhmu!"
Sama seperti Edrea, Kenzie sama sekali tak mendengar ucapan Emily. Dia hanya fokus pada perintah tuannya dan berusaha memenuhi perintah tersebut.
TRAANGG!
Tristan menangkis pedang cahaya Kenzie yang nyaris mengenai leher Emily. Matanya menyala penuh amarah bersamaan dengan aliran energi yang memenuhi pedangnya dan tampak seperti kilat.
"Lukai istriku, dan aku tidak akan lagi memikirkan bahwa kau adalah teman," geram Tristan lalu memutar pedangnya di udara sebelum menukik tajam menghantam lantai aula. Aliran energi bagai petir dari pedang Tristan merembet di lantai aula dan langsung menyerang orang-orang yang berada dalam pengendalian. Erang dan pekik kesakitan memenuhi udara. Mereka yang diselimuti aura gelap termasuk Edrea dan Kenzie terhempas ke lantai bagai tersengat listrik yang sangat kuat.
Seketika hening. Namun tidak ada yang mengendurkan kewaspadaan. Aura gelap itu masih terasa pekat. Mereka yang berada di bawah pengendalian hanya kesakitan sejenak sebelum bangkit menyerang kembali.
"Aku pikir kita tidak akan kena pengendalian Thane. Bukankah kita semua sudah menyerahkan kesetiaan pada Kings?" bisik Emily yang bisa didengar seluruh orang di aula.
"Ini bukan Thane," sahut Ayhner. "Ini pengendalian Kingsley. Aku mengenali aura gelapnya."
"Kings..." suara Emily semakin pelan. "lalu bagaimana Queenza?"
Tristan menipiskan bibir teringat ucapan Edrea sebelumnya tentang jiwa gelap Kingsley yang terbebas. Kalau benar Queenza tidak bisa mengendalikan Kingsley, maka mereka semua pasti akan...
"Aku percaya pada Queen." Mendadak Emily berkata lagi dengan suara lebih mantap. Dia menoleh ke arah sang suami dengan senyum merekah. "Dia akan selalu jadi pawang Yang Mulia Kaisar."
Meski tak seyakin Emily, namun Tristan tersenyum. Sejenak dia mengecup pelipis Emily seraya bergumam, "Jangan jauh-jauh dariku." Bersamaan dengan itu, mereka yang diliputi aura gelap dan manik mata merah bangkit untuk menyerang kembali.
Tristan berdiri tegak dengan sikap siap bertarung. Bertahun-tahun menjadi Penglima Tertinggi telah menempa Tristan menjadi pemimpin di medan perang. Tak pernah ada yang membuatnya takut. Bahkan peperangan paling mengerikan sekalipun. Namun baru kali ini, di detik ini, dia harus membuat keputusan yang paling sulit sepanjang hidupnya. Karena tidak pernah sebelumnya dia dipaksa melawan teman-temannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...