Sabtu (22.31), 23 Maret 2019
Spesial malam minggu buat yang selalu doa dan support ^_^
Love you always!!
------------------------
"Queenza!"
"Yang Mulia!"
Kata-kata itu yang menyambut kedatangan Kingsley dan Queenza di kediaman Jervis. Ruang tamu masih sepenuh tadi. Sekitar dua puluh orang di sana tapi masih tak tampak penuh menunjukkan betapa luas ruang tamu rumah Jervis.
Semua orang serempak berdiri. Chenna bergegas menghampiri Queenza saat menyadari tubuh Queenza basah kuyup.
"Queenza, kau harus ganti pakaian," gumam Chenna seraya menyentuh lengan dingin Queenza.
"Mungkin aku harus pinjam pakaianmu."
"Iya. Ayo cepat ke kamarku sebelum kau sakit."
Queenza melemparkan tatapan tak suka ke arah Awel yang ternyata berdiri di antara Jervis dan pengikutnya. Matanya berkilat hijau sekilas yang membuat Awel bergerak gelisah.
"Jangan khawatir. Aku akan menjelaskan semua pada Awel." Kingsley yang menyadari tatapan Queenza menenangkan seraya menyentuh lembut punggung gadis itu.
Queenza mengangguk pelan lalu segera mengikuti Chenna menuju kamar wanita itu.
Sepeninggal Queenza, Awel langsung menghampiri Kingsley, berdiri sekitar lima langkah di depan Kingsley lalu menjatuhkan diri, bersujud memohon ampun.
"Mohon ampuni kebodohan hamba, Yang Mulia. Jervis mengatakan bahwa Anda sudah bersama Ratu Queenza sejak sebelum mengenal Jervis. Tapi tetap saja—itu tidak membuat kecemasan hamba berkurang. Bagaimana jika Ratu Queenza melakukan hal yang sama?"
"Itu tidak akan terjadi lagi, Awel. Saat itu ada orang-orang yang memanfaatkan Queenza. Dan kuduga salah satunya adalah Kaisar Kevlar."
Semua orang tampak kaget mendengar informasi itu, termasuk Jervis. "Maksud Anda, dari awal Kaisar Kevlar memang melakukan konspirasi untuk membunuh Anda—atau dalam kasus ini membuat Anda tertidur—untuk mengambil alih kepemimpinan Anda?"
"Aku yakin begitu. Karena sejak awal terbangun dalam jurang yang menjadi makamku, aku merasa semuanya telah diatur. Tapi sepertinya ada hal-hal yang tidak mereka duga dan itu membuatku berhasil sedikit lebih unggul dari Kevlar. Sayangnya aku tidak tahu siapa yang membantu Kevlar dan apa keuntungan yang dia dapat dengan kematianku."
"Ini pembicaraan yang serius, Yang Mulia," kata Jervis. "Sebaiknya kita bicara di tempat yang lebih tertutup dan Anda harus ganti pakaian sebelum sakit."
Kingsley tersenyum kecil. "Aku tidak pernah sakit, Jervis. Jadi jangan khawatir. Tapi memang tidak nyaman berbincang dengan tubuh basah kuyup."
"Mari, Yang Mulia. Hamba punya beberapa pakaian yang bisa Anda pilih."
Kingsley membuntuti Jervis seraya berkata, "Tapi aku tidak mau kalau tidak bergaya."
***
Tempat Jervis terlalu jauh untuk dicapai dengan teleportasi hingga Tristan memilih terbang dengan Emily dalam pelukannya. Tapi hujan deras yang mengguyur tiba-tiba membuat mereka terpaksa meneduh di tempat terdekat, di bawah rimbunan pohon.
"Semoga airnya tidak merembes di antara dedaunan," gumam Tristan sambil mendongak menatap ranting dan dedaunan di atasnya.
"Memangnya kenapa? Kita bukan garam yang akan mencair jika terkena air, kan?" Emily tersenyum lebar seraya mundur menantang hujan.
"Emily!" seru Tristan memperingatkan agar Emily kembali berteduh.
"Ayolah, Errie. Sudah lama kita tidak mandi hujan bersama." Emily tersenyum menggoda seraya terus mundur. Tangan kanannya terulur dengan sikap mengundang.
Jarak rumah Jervis masih beberapa ratus meter. Daerah ini didominasi pepohonan di kanan kiri jalan. Baru beberapa meter setelahnya terdapat perumahan dengan banyak pertokoan pinggir jalan. Dan ditambah hujan deras yang mengguyur, membuat jalanan sepi seolah mereka berdua ada di dunia mereka sendiri.
"Kau sudah bukan anak kecil, Em. Lagipula kita hendak ke rumah Jervis. Ini sudah sangat terlambat dari waktu Kingsley datang. Aku tidak mau ketinggalan banyak informasi."
Emily merengut di bawah rintik hujan. "Jadi kau tidak suka menghabiskan waktu denganku? Kenapa aku jadi cemburu pada Kingsley? Kau tidak punya perasaan khusus padanya, kan?"
Tristan melotot. "Kau pikir aku sejenis makhluk di taman bermain tempo hari?"
"Siapa tahu kau jadi berubah haluan." Emily masih merengut. Dan kali ini dengan sengaja memalingkan wajah untuk menunjukkan rasa tidak sukanya.
Tristan tidak bisa menahan senyum tipisnya melihat bibir gadis itu. Meski usia Emily sudah hampir dua puluh tahun, Tristan masih kerap kali melihatnya sebagai gadis kecil yang telah ia besarkan. Tapi di sisi lain gadis kecil ini selalu berhasil membangkitkan gairahnya. Sesuatu yang seharusnya tidak boleh dirasakan oleh orang tua, meski anak yang dibesarkannya sekedar anak asuh.
Seperti saat ini, Tristan melihat Emily sebagai gadis kecilnya sekaligus wanitanya. Dua perasaan yang bertolak belakang. Dua perasaan yang dulu selalu membuat Tristan frustasi hingga berada di dekat Emily dan tetap waras adalah sesuatu yang sangat sulit. Hingga akhirnya dia menyadari bahwa dua perasaan itu bisa bersatu, memiliki titik temu, melalui pernikahan yang dipaksakan pada mereka. Di satu sisi, Tristan amat membenci Kevlar karena telah membuatnya melanggar sendiri atura-aturan yang Tristan tegakkan seumur hidupnya. Tapi di sisi lain dia bersyukur karena Kevlar telah membuatnya bisa bersatu dengan Emily.
Mendadak keinginan untuk mendekap Emily terasa sangat kuat. Dia berjalan cepat dan membiarkan tubuhnya turut diguyur hujan lalu menyambar pinggang Emily, menariknya menempel ke tubuhnya.
Emily memekik kaget dengan mata terbelalak. Refleks kedua tangannya memegang pundak Tristan, mencari pegangan. "Errie, apa kau marah—hmmpp!"
Ucapan Emily tenggelam dalam ciuman kasar tanpa peringatan. Awalnya dia masih diliputi rasa terkejut tapi kemudian—perlahan—memejamkan mata dan mulai menikmati perlakuan Errienya.
"Sepertinya kita akan merepotkan Jervis dengan meminjam pakaian ganti," gumam Tristan beberapa saat kemudian setelah tautan bibir mereka terlepas.
"Biar itu jadi urusan nanti," desah Emily serayatangannya bergerak menarik tengkuk Tristan agar kembali menyatukan bibirmereka.
-------------------------
~~>> Aya Emily <<~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...