Rabu (21.15), 20 Maret 2019
Jangan lupa bintang-bintangnya 🤧😖
---------------------
Queenza terus berlari keluar halaman rumah Jervis dengan hati pedih, tidak tahu hendak ke mana. Dia hanya ingin melarikan diri dari rasa sakit yang tengah bertahan di dadanya.
Queenza merasa marah. Amat marah pada dirinya sendiri. Tapi di sisi lain bertanya-tanya benarkah dirinya bisa sekejam itu?
Langkah Queenza melambat hingga akhirnya berubah jadi langkah lemah menyusuri trotoar. Dan seolah langit turut mengejeknya, tiba-tiba hujan turun dengan deras langsung membasahi tubuh Queenza.
Dia bergidik, memeluk dirinya sendiri. Dalam hati mengingat saat-saat Queen menguasai tubuhnya.
Meski itu sulit diterima, kenyataannya Queenza mulai mengakui bahwa Queen memang dirinya di masa lalu. Masih terbayang jelas dalam benak Queenza saat Queen nyaris membunuh Tristan dengan hati senang, seperti psikopat haus darah. Dia bisa merasakan kegelapan dalam jiwa Queen. Begitu dingin dan pekat.
Benarkah seperti itu dirinya dulu? Dipenuhi dendam. Dipenuhi amarah. Dipenuhi kekejaman yang memberontak ingin dilepaskan. Lalu bagaimana Kingsley yang meski konyol namun memiliki hati lembut, bisa bertahan disampingnya?
Lalu ingatan Queenza melayang pada pertarungan Kingsley melawan Raja Vampir. Duel yang selesai dalam waktu singkat namun menyisakan kengerian teramat dalam.
Saat itu untuk pertama kalinya Queenza melihat sisi gelap Kingsley. Dan itu membuat pertanyaan lain muncul dalam benaknya. Apakah memang seperti itu yang akan terjadi begitu seseorang menjadi pemimpin? Sisi gelap dalam dirinya akan muncul demi bisa melindungi banyak orang?
Tapi--mengapa Kingsley? Padahal kadang kala saat menguasai tubuhnya, Queenza bisa merasakan seberapa dalam rasa cinta Queen pada Kingsley. Lalu mengapa dulu dia membunuh Kingsley?
Langkah Queenza terhenti. Dia mendongak sambil memejamkan mata, menantang hujan menampar wajahnya berharap hal itu akan memberikan jawaban sekaligus memudarkan rasa sesak yang masih bertahan di dadanya.
Seperti inikah yang dirinya rasakan di masa lalu saat menikam Kingsley? Rasa sesak tak berujung karena orang yang dicintainya harus mati di tangannya sendiri? Jika benar semenyakitkan ini, mengapa dirinya melakukannya?
Tiba-tiba hujan berhenti mengguyur wajah Queenza. Dengan bingung dia membuka mata lalu menyadari telapak tangan yang berada satu jengkal di atas wajahnya.
Buru-buru Queenza menegakkan tubuh lalu maju dua langkah sebelum berbalik menghadap orang yang tadi berada di belakangnya. Orang yang sejak tadi menguasai benaknya.
"Kenapa masih mengikutiku? Seharusnya kau turuti nasihat Kakek jelek itu. Jangan dekat-dekat denganku," ujar Queenza ketus sambil menyeka rambut basah di keningnya.
Kingsley terkekeh geli. "Akan kupastikan Awel mendengar panggilan itu. Dia pasti kesal."
"Aku tidak ingin bercanda. Kau pergi saja, kembali pada pengikut setiamu itu."
"Kau terdengar seperti kekasih yang cemburu." Kingsley menyeringai. "Jangan khawatir. Aku dan Awel tidak punya hubungan khusus selain persahabatan. Ah, bankan dulu aku menganggapnya anak angkat."
Queenza menghentakkan kaki kesal lalu berbalik pergi meninggalkan Kingsley. Di belakangnya Kingsley hanya menyeringai geli seraya membuntuti.
Beberapa saat berjalan dalam keheningan, akhirnya Kingsley angkat bicara. "Kau akan sakit jika hujan-hujanan seperti ini lebih lama. Sebaiknya kita berteduh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingsley & Queenza
FantasyWARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ------------------------ Manis. Darahnya sungguh lezat. Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begi...