02. "GAY?"

2.3K 260 4
                                    

AERA POV

Sepertinya ini adalah hari sialku. Aku akan sebutkan beberapa hal yang membuatku mengucapkan kalimat barusan. Pertama, aku sangat terkejut saat melihat siapa yang akan menjadi atasanku. Dia adalah pria yang kukira adalah pelayan toko sepatu di mall. Memang kuakui dia itu tampan. Matanya yang bulat membuat wajahnya tampak sempurna. Namun pakaiannya kemarin sangat mirip dengan pelayan toko sepatu itu. Lagipula, untuk apa dia ada di rak sepatu wanita?! Tak salah jika aku menyangkanya sebagai pelayan.

Kedua! Dengan bodohnya, aku mudah sekali mengatakan bahwa aku akan melakukan apapun sebagai hukumanku atas perbuatanku. Dan sepertinya dia tidak main-main. Dia pasti akan memberikan hukuman yang berat untukku.

Ketiga! Saat ini, aku sedang terjebak di lobby kantorku karena hujan. Aku merutuki kebodohanku karena tidak mengikuti kata Bitna untuk membawa payung kecil di tasku.

Mobil? Hey, aku tak punya mobil. Memang aku bisa menyetir berkat Bitna tentu saja. Tapi aku belum sanggup untuk membeli mobil.

Aku lupa menceritakan tentang Bitna, sahabatku. Dia adalah temanku sejak kami berada di sekolah dasar. Sebenarnya, Bitna adalah anak orang kaya. Namun entah kenapa dia lebih senang mengontrak rumah denganku dibanding pulang kerumahnya. Mungkin itu semua karena orangtuanya yang selalu bertengkar saat bertatapan muka. Ayahnya merupakan pemilik hotel di kawasan Hongdae. Sedangkan ayahku, ia hanya seorang bos percetakan buku saja. Ibuku dan ibu Bitna bersahabat sejak kecil, tapi sayangnya ibu Bitna sudah tiada karena sakit yang di deritanya.

"Mau pulang, nona?" pertanyaan tadi membuatku buyar akan lamunanku.

Aku menoleh, dan mendapati pria tinggi yang tengah tersenyum. Dia adalah Jun. Ya, temanku satu-satunya disini. Tentunya kubalas juga dengan senyuman.

"Eoh, ya. Aku ingin pulang." jawabku. "Kalau tidak hujan." aku melanjutkan.

"Kau tidak bawa payung?" tanyanya yang kujawab dengan gelengan. "Ayo ku antar. Kebetulan Tuan Choi sudah pulang, jadi aku juga bisa pulang." sambungnya.

"Ah tidak perlu! Sepertinya hujan juga akan segera reda." kataku menolak halus. Sebenarnya, aku ingin jawab 'ya' tapi aku harus basa-basi bukan?

"Bagaimana kalau hujan tak kunjung reda? Apa kau akan menginap disini?" katanya.

Aku terdiam. Benar juga, pikirku.

Kulihat ia melepas jaketnya. Bukan jas seperti yang ia pakai tadi, ini adalah jaket biasa yang di pakai laki-laki. Kemudian ia memakaikan jaketnya padaku.

"Pakailah. Aku akan mengambil mobilku di parkiran, dan kau tunggu disini." titahnya yang entah kenapa membuatku mengangguk mengiyakan.

Aku menunggunya beberapa saat. Cuaca disini sangat dingin. Bahkan, jaket tebal yang di pinjamkan oleh Jun tak membantu sedikitpun. Aku termasuk orang yang sangat mudah kedinginan. Itulah yang menyebabkan mengapa aku suka sekali makan ramyeon. Itu.... Hanya alasanku saja sebenarnya. Maafkan aku.

Tak berselang lama, sebuah mobil hitam berhenti di depanku. Saat kaca mobil terbuka, aku sedikit menunduk.

"Ayo masuk." katanya.

Aku segera masuk ke mobilnya. Memakai sabuk pengaman serta merapatkan jaket yang kupakai.

"Apa kau kedinginan?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Aku akan nyalakan pemanas kursimu. Aku harap kau bisa lebih nyaman." katanya diakhiri senyuman.

"Terimakasih." ucapku.

Ia mulai menancapkan pedal gasnya. Tak ada pembicaraan, hanya ada suara air hujan yang jatuh seolah menabrak kaca mobil dengan keras.

"Bagaimana hari pertamamu bekerja? Tidak sulit bukan?" tanyanya.

"Sejauh ini, aku belum menemukan kesulitan. Jangan sampai." jawabku.

"Tuan Choi baik. Sangat baik. Kau tak perlu khawatir. Selagi kau menurutinya, ia tak akan menyusahkanmu." katanya. "Ah iya satu lagi! Dia adalah orang yang penyayang. Hatinya sangat lembut. Hanya saja karakternya yang seperti membuat orang salah paham." sambungnya.

"Sepertinya kau sangat mengenalnya." kataku.

"Hmm.. Bisa dibilang begitu." sahutnya. "Aku sudah lama sekali bekerja untuknya. Bahkan sebelum ia seperti sekarang. Aku tau betul bagaimana perjuangannya hingga sampai ke titik ini." tambahnya.

"Wow, aku tak menyangka." ucapku melebih-lebihkan.

"Biasa saja." kekehnya. "Ngomong-ngomong, dimana rumahmu?" dia bertanya.

"Sebenarnya tak jauh dari sini. Kau tinggal belok kanan, lalu lurus, kemudian belok kiri. Setelah itu..."

Ia terkekeh saat aku menjelaskan arah rumahku.

"Kenapa?" tanyaku.

Dia menggeleng seraya tersenyum. "Kau seperti adikku yang menunjukkan jalan pada seseorang. Sangat lucu!"

......

Masih terlalu pagi untukku berlari dari arah lobby menuju ruanganku. Ini semua karena aku kesiangan. Semalam, aku sibuk menceritakan apa saja kesialanku kemarin.

Saat aku tengah berlari, tubuhku menabrak seseorang.

"Maafkan aku! Aku sedang bu-- annyeonghaseyo" aku segera membungkukkan badanku sopan saat melihat boss-ku tengah menatapku.

Sepertinya hari ini akan sial lagi.

"Terlambat rupanya." ucapnya menusuk.

"Maafkan saya, tuan. Tadi pagi ak--"

"Aku tak bertanya alasanmu. Kembali bekerja." katanya yang langsung masuk ke ruangannya.

Aku merutuki diriku. Kenapa aku tidak pernah membuat kesan baik di depannya. Aku menghentakkan kakiku menuju meja kerjaku karena kesal.

"Sepatumu akan patah kalau kau menghentakkannya seperti itu." kalimat tadi membuatku menoleh.

"Eoh, selamat pagi." sapaku sopan.

Ia tersenyum. "Selamat pagi." ia balik menyapaku. "Apa kau terlambat?" tanyanya.

Aku mengangguk lemah. "Sedikit."

"Tak apa! Beruntunglah hari ini tuan Choi tidak ada jadwal. Jangan kau ulangi lagi." katanya yang kuangguki.

Obrolan ringan kami harus berhenti karena boss-ku yang misterius itu memintaku untuk membuatkan kopi. Selagi aku disini, aku juga ingin membuat segelas kopi untukku. Hanya sekedar untuk melepas penat setelah berlari.

"Hai! Kau sekretaris baru tuan Choi bukan?" tanya seorang gadis cantik berpakaian seksi.

"Ah iya. Annyeonghaseyo." sapaku tentu saja dengan sedikit membungkuk.

"Tak usah terlalu formal padaku. Biasa saja." katanya yang ku senyumi. "Aku akan beritahu kau sesuatu. Kalau nantinya ia membawamu ke suatu tempat, tidak usah khawatir. Dia tidak akan melakukan apapun padamu." tambahnya seraya mengambil cangkir kosong.

Aku mengerutkan dahiku, bingung. "Aku tak mengerti."

"Nanti kau akan mengerti." sahutnya. "Jangan terbuai dengan ke-sexy-annya, ketampanannya. Kau tidak akan bisa menaklukannya."

Aku semakin tak mengerti.

"Banyak sekali wanita yang mendekatinya. Tapi ia tidak pernah merespon mereka. Kau tau kenapa?"

Aku hanya menggeleng polos.

"Itu semua karena dia Gay." bisiknya.

Mataku terbelalak. "Gay?"

Tbc.

Gay Or Nay → C.S.CWhere stories live. Discover now