23. Mungkin aku sudah mati rasa

1.2K 156 2
                                    

Sudah dua jam lamanya Seungcheol berada di club ini seorang diri. Ia sudah menghabiskan dua botol beer sejauh ini. Tak ada niatan untuk pulang di benaknya. Ia stress saat mendengar Aera menerima lamaran Joshua tepat di hadapannya. Jika saja pikirannya dangkal, ia ingin sekali mengakhiri hidupnya.

"Berikan aku satu botol lagi. Aku haus." titah Seungcheol pada pelayan di depannya.

"Tapi tuan, anda sudah mabuk."

"Mabuk katamu? Aku tidak mabuk bodoh! Aku haus! Apa kau tuli?" kata Seungcheol dengan nada keras.

Karena takut, akhirnya pelayan itu memberikan lagi satu botol yang sama pada Seungcheol.

Di sisi lain, selepas Aera menyelesaikan fashion show nya, ia pergi bertemu dengan temannya di sebuah club yang kebetulan sekali sama dengan club yang di datangi Seungcheol. Awalnya, Joshua ingin menemaninya. Tapi ia sudah kepalang janji dengan keluarga untuk menghadiri acara yang di selenggarakan satu tahun sekali.

Sedari datang tadi, Aera sudah menyadari bahwa pria yang tengah mabuk di depan meja bar itu adalah Seungcheol. Pria yang beberapa tahun yang lalu sempat singgah di hatinya. Pandangannya tak fokus. Ia terus memperhatikan Seungcheol. Takut-takut kalau saja Seungcheol berbuat yang tidak-tidak karena mabuk.

Ternyata benar juga feeling Aera. Beberapa saat setelah botol ketiganya habis, Seungcheol kembali meminta beer pada pelayan itu. Karena tak kunjung di antar, Seungcheol marah pada pelayan itu. Ia menarik kerah bajunya dan bersiap untuk menghajarnya.

"Aku harus pergi. Sampai nanti."

Langsung saja Aera berlari menghampiri Seungcheol.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Aera yang membuat Seungcheol menoleh.

"Eoh? Ada calon pengantin ternyata." ucapnya dengan nada yang terdengar sangat mabuk.

"Ayo kuantar kau pulang." ajak Aera.

"Kau ingin mengantarku?" Seungcheol mengangguk. "Setelah itu aku akan mengantarmu. Lalu kau mengantarku lagi. Selanjutnya, aku akan mengantarmu lagi." ia tertawa.

"Kau sangat mabuk!" gumam Aera. "Ini! Pakai kartuku saja untuk membayar semuanya." kata Aera pada pelayan itu seraya memberikan kartu kreditnya.

Setelahnya, Aera langsung memapah Seungcheol ke mobilnya. Untung saja selama di Paris, Joshua mengajarkannya menyetir - jadi ia sudah bebas karena sudah memiliki SIM disini.

Nampaknya Seungcheol sudah mabuk berat. Ia langsung saja tertidur saat memasuki mobilnya.

Setelah sampai di apartement Seungcheol, Aera meminta bantuan pada security untuk membantunya menuntun Seungcheol hingga ke kamarnya.

"Menyusahkan sekali." ucap Aera saat ia sudah berhasil menidurkan Seungcheol di kasurnya.

Dengan telaten, ia membuka sepatu dan juga kaos kaki yang masih Seungcheol pakai. Tak lupa ia membuka dua kancing atas kemeja putihnya agar Seungcheol lebih lega.

"Aeraa.."

Aera menoleh.

Seungcheol mengigau. Matanya masih tertutup.

"Jangan menikah dengannya, Aera. Aku mencintaimu." katanya yang masih dalam posisi yang sama.

Aera tertegun. Di benaknya tiba-tiba saja muncul pertanyaan apa benar Seungcheol mencintainya?!

Tak ingin goyah, segera Aera telepon Jun untuk menggantikannya merawat Seungcheol.

Tak berselang lama, Jun datang dengan panik takut-takut kakaknya kembali membuat malu orang-orang di sekitarnya.

"Aera, apa kakakku membuat kau malu?" tanya Jun langsung pada Aera yang tengah memasak.

Aera terkekeh sekaligus menggeleng. "Tidak! Aku langsung membawanya pulang sebelum ia berbuat yang aneh-aneh."

Jun bernafas lega. "Maaf karena telah menyusahkanmu, Aera."

"Tak apa, Jun. Dia juga temanku sekarang." balas Aera. "Aku sedang membuatkan dia bubur agar bisa di makan setelah ia sadar. Nanti kau tinggal memanaskannya saja jika ia bangun." lanjutnya.

"Ya baiklah. Dan aku tak akan lupa menambahkan racun di bubur itu." canda Jun.

"Jangan main-main. Aku seng---"

"Apa kau benar akan menikah dengan Joshua hyung?"

Pertanyaan Jun tersebut membuat Aera menghentikan kegiatannya.

Ia tersenyum, lalu mengangguk. "Ya! Tentu saja."

"Apa sudah tidak ada tempat lagi untuk kakakku?"

Aera tak buru-buru menjawab. "Entahlah Jun. Aku sendiri tak bisa merasakan apa yang kurasakan saat ini. Mungkin aku sudah mati rasa."

"Kalau kakakku berjuang lagi untuk merebutmu, apa ada kemungkinan kau akan menerimanya?"

Aera menggeleng. "Mungkin tidak."

"Sebesar itukah rasa bencimu pada kakakku?"

Aera mematikan kompornya. Ia membenarkan posisinya menghadap ke Jun.

"Aku tak membenci kakakmu, Jun. Sama sekali tidak! Aku hanya tak ingin jika aku goyah, kejadian seperti dulu akan terulang kembali. Mungkin bagimu aku berlebihan. Tapi rasa kecewaku, benar-benar membuatku seperti ini."

"Tapi...."

"Buburnya sudah matang. Jangan lupa untuk memanaskannya sebelum ia sadar. Arrachi?"

Akhirnya Jun mengangguk mengiyakan.

"Aku harus pergi. Ini sudah malam sekali." kata Aera.

"Biar kuantar."

"Tak perlu, Jun. Aku titip Seungcheol padamu. Aku mohon untuk tidak memberi tahunya kalau aku mengantarnya pulang hari ini. Hm?"

Jun kembali mengangguk. "Baiklah! Terimakasih Aera."

"Sama-sama!" ia tersenyum. "Aku permisi. Sampai bertemu lagi Jun."

                           .......

Seungcheol bangun dengan keadaan kepala yang sangat pusing. Samar-samar ia melihat ke jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 itu.

"Sudah bangun rupanya. Hampir saja aku akan menyiram wajahmu itu dengan air." kata Jun seraya membawa nampan berisikan bubur dan juga air putih.

"Aku ada dimana?"

"Di neraka!" jawab Jun asal.

"Kalau begitu kau juga ada di neraka bersamaku. Ya kan?"

"Tidak usah bercanda. Cepat makan buburmu pria pemabuk."

"Aku ini kakakmu, Jun."

"Sudah kubilang berulang kali bukan? Kau ini bukan kakakku jika kau mabuk."

"Siapa yang mengantarku semalam?"

"Supir sewaan!" dusta Jun.

"Benarkah? Kenapa aku merasa tadi malam bertemu dengan Aera?"

"Kau hanya bermimpi! Cepat makan buburnya." titah Jun.

"Kau tidak menyuapiku? Kepalaku pusing."

Tak menggubris kelakuan kakaknya itu, Jun langsung saja keluar dari kamar Seungcheol.

"YA! Dasar tidak perhatian." teriak Seungcheol.




Tbc.

Gay Or Nay → C.S.CWhere stories live. Discover now