12. "Pergi dari hadapanku"

1.6K 222 10
                                    

"Kalau begitu, tetaplah berada disampingku, Aera. Aku ingin, kau mendampingiku selamanya." kata Seungcheol. "Sebagai sekretarisku." lanjutnya.

Entah kenapa, hati Aera sangat sakit mendengarnya.

Ia mengangguk sekilas. "Tentu saja tuan."

"Bisakah kau berhenti menyebutku tuan? Aku bukan tuanmu. Dan kau bukan budakku."

"Lalu say--"

"Dan berhentilah berkata 'saya'. Ubah itu menjadi 'aku'. Tidak sulit bukan?"

"Ba-baiklah." sahut Aera gugup.

"Cukup panggil aku dengan 'Cheol'. Seperti kau memanggil Jun. Bisa kan?"

"Tidak mungkin. Kau adalah atasanku, tidak mungkin aku hanya memanggilmu dengan sebutan nama."

"Baiklah. Panggil aku Cheol oppa."

"Tidak-tidak. Aku akan memanggilmu, Cheol-ssi."

"Haruskah kita berdebat hanya karena panggilan?"

"Akan sangat tidak nyaman jika aku harus memanggilmu seperti itu. Mau tidak mau, aku akan memanggilmu, Cheol-ssi."

"Apa katamu saja." sahut Seungcheol.

                                .......

Pagi-pagi sekali, ponsel Aera sudah berbunyi. Joshua. Itulah nama yang muncul di layar ponselnya. Segera ia geser tombol panggilan dan menempelkan ponselnya di telinga.

"Yeoboseyo."

"Aera, apa aku mengganggumu?" tanya Joshua dari ujung sana. Omongannya sempat terhenti karena batuknya.

"Tidak. Apa kau sakit?"

"Ya. Bisakah kau membantuku? Aku tidak punya teman yang bisa menolongku membelikan obat."

"Baiklah. Apa yang kau butuhkan? Aku akan belikan untukmu."

"Aku hanya butuh obat demam. Punyaku sudah abis."

"Baiklah. Aku akan belikan."

"Gomawo."

Setelah Aera bergegas membeli obat, ia langsung pergi menuju apartemen milik Joshua. Sebelumnya, Joshua sudah memberitahu password kunci rumahnya agar Aera bisa langsung masuk.

Apartemen Joshua sangat besar. Bahkan Aera tak bisa menyebutnya sebagai apartemen saking besarnya. Design interior yang elegant, semua orang pasti akan senang untuk tinggal disana.

"Joshua-ssi?"

"Ya. Aku di kamar. Masuk saja, Aera." kata Joshua dengan suara lemah.

Aera langsung masuk ke kamarnya tanpa sungkan. Ia hanya khawatir dengan Joshua.

"YaTuhan. Apa yang terjadi?" tanya Aera panik.

"Tak apa. Aku hanya sedikit pusing." kata Joshua.

Aera menempelkan telapak tangannya di kening Joshua. "Astaga kau demam. Aku akan panggilkan ambulans. Kau harus kerumah sakit."

Hendak pergi, Joshua menahan tangan Aera.

"Tidak perlu. Aku hanya demam biasa. Aku hanya perlu minum obat."

"Tapi----"

"Tidak apa Aera. Aku sungguh tidak apa-apa. Aku hanya butuh istirahat dan minum obat."

Akhirnya Aera mengalah.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan ambilkan kau air agar kau bisa minum obat. Tunggu sebentar."

Setelah merawat beberapa saat, Aera berpamitan untuk pergi ke kantor. Ia sampai lupa bahwa hari ini adalah hari kerjanya. Entah apa yang membuat Aera lebih memilih kesini daripada ke kantornya.

                                  ......

"Eoh, tumben sekali Aera belum datang." kata Jun saat sampai di kantornya.

"Dia tak menghubungimu?" tanya Seungcheol.

Jun menggeleng. "Tidak. Apa mungkin ia terlambat?"

Belum sempat Seungcheol merespon, bunyi suara tanda ada pesan masuk berbunyi dari ponselnya.

Si brengsek : terimakasih sudah memperbolehkan sekretarismu untuk merawatku saat sakit, Cheol. Dia baik sekali

Joshua juga mengirim foto Aera yang sedang membawakannya air untuk minum obat tadi.

Seungcheol mencengkeram ponselnya. Hingga beberapa saat, Aera berlari menghampirinya.

"Maaf aku terlambat." ucapnya.

"Tum---"

"Kau kupecat!" ucap Seungcheol yang membuat Aera dan juga Jun terkejut.

"Hyung?"

"Besok tidak usah datang ke kantorku lagi. Hari ini adalah hari terakhirmu bekerja disini kemasi barang-barangmu dan pergi dari hadapanku." kata Seungcheol yang membuat Aera terpaku.

"Hyung tapi dia han---"

Seungcheol tak mendengarkan perkataan Jun. Ia langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

"Tenang, aku akan bicara padanya." kata Jun menenangkan Aera.

Jun langsung menghampiri kakaknya yang sedang marah itu.

"Hyung! Kau tidak sungguh-sungguh memecat Aera bukan?" tanya Jun langsung.

"Aku tidak pernah merubah keputusanku, Jun." kata Seungcheol yang mulai fokus pada laptopnya.

"Apa alasannya? Ia hanya terlambat beberapa menit. Bahkan kita baru saja datang."

Bola mata Seungcheol menatap Jun. "Ini sudah jadi keputusanku."

"Tapi harus ada alasan yang jelas, hyung. Kau tidak bisa seenaknya." kata Jun tak habis pikir.

"Bisakah sekali saja kau menerima keputusanku? Aku ini adalah atasanmu di kantor. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, kau harus menerima apapun keputusanku." kata Seungcheol yang seakan tak ingin kembali berdebat.

Jun membuang nafasnya kesal. "Terserah apa katamu." ucap Jun. "Aku permisi."

Seungcheol menyenderkan tubuhnya di kursi kerjanya. Ia sangat kesal. Ia marah.

"Aarrgghh....." ia menjambak rambutnya.

Tok tok tok

"Permisi tuan."

"Ada apa?"

"Maafkan saya tuan. Saya tau saya terlambat. Tapi saya benar-benar minta maaf." kata Aera.

"Kenapa kau terlambat?"

"Saya mem---"

"Karena kau merawat Joshua kan?" tebak Seungcheol yang membuat Aera terkejut.

Aera terdiam.

"Pergilah! Aku tidak mau melihat kau disini."

"Dia hanya temanku tuan. Lal---"

"Aku tak perduli. Kau pikir aku perduli dengan itu? Yang jelas, aku tak ingin memperkerjakan orang yang sudah mengkhianatiku." jelas Seungcheol yang sangat menusuk.

"Tu--"

"Pergi dari sini Aera. Turuti aku selagi aku masih lembut padamu." kata Seungcheol lembut.

"Say---"

"PERGI!!!!" bentak Seungcheol yang membuat Aera terlonjak.

Ia meneteskan air matanya. "Maafkan saya tuan. Saya permisi."


Tbc.

Gay Or Nay → C.S.CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang