20. Ini adalah satu-satunya cara

1.2K 168 0
                                    

"Aera-ya, tunggu!" Joshua berhasil mengejar Aera yang berlari sekencang yang ia bisa.

"Lepaskan aku! Aku tidak mau bertemu dengan siapapun!" sarkas Aera.

"Hey, apa salahku? Aku tidak berbuat apa-apa padamu."

Aera menghentikan langkahnya.

Joshua benar. Ia tidak melakukan apapun terhadap Aera, kenapa Aera harus menghindar?!

"Aku benci semuanya! Aku benci. Sebenarnya apa yang salah dariku, sampai-sampai semua orang membuat hatiku sakit?" ungkap Aera.

"Hey, ayolah! Dia tidak pantas denganmu. Diluar sana banyak pria yang ingin membuatmu bahagia."

"Tidak! Aku tidak percaya dengan pria untuk sekarang ini." tutur Aera tegas.

"Kau tidak bisa menyamaratakan semua pria dengan si brengsek itu. Tidak semua pria seperti dia. Aku contohnya!" kata Joshua yang membuat Aera menatapnya. "Aku tidak pernah menyakitimu kan? Aku tidak pernah dan tidak akan mungkin menyakitimu. Itu semua karena aku mencintaimu, Aera." sambungnya.

Aera memutar bola matanya malas. "Aku sedang sedih dan kesal. Aku tidak ingin bercanda."

Joshua menggeleng tak setuju. "Aku tak bercanda. Aku serius. Aku akan membuktikan kalau aku benar-benar mencintaimu."

"Biarkan aku sendiri, Josh. Aku ingin menenangkan pikiranku sejenak dari semua masalahku."

"Ya tapi...."

"Jebalyo. Gwaenchana. Aku hanya ingin sendiri." kata Aera.

Joshua menatap khawatir kondisi Aera. "Tapi pastikan kau tidak mematikan ponselmu. Aku tak segan untuk mengirim bodyguard ku bahkan aku akan melapor ke polisi. Mengerti?"

"Ya aku mengerti. Terimakasih Josh. Aku pergi."

"Hati-hati dijalan." kata Joshua yang diangguki Aera.

                                   .......

Terhitung sudah satu minggu Aera tak keluar rumah. Bitna, sahabatnya berulang kali mengajaknya untuk berlibur, tapi Aera enggan beranjak dari kamarnya. Kegiatannya hanya tidur, makan, mandi dan membaca buku.

"Ayolah Aera. Aku harus keluar kota sekarang. Jangan membuatku khawatir." kata Bitna.

"Astaga, aku tidak apa-apa Bitna. Pergilah. Urus pekerjaanmu dengan benar." kata Aera sedikit terkekeh.

"Tapi..."

"Sudahlah. Pergi sana! Kau sudah terlambat." Aera mendorong pelan tubuh Bitna keluar.

"Yasudah aku pergi. Kau hati-hati dirumah. Kunci pintu jika ada orang asing. Jangan lupa mema--"

"YA! kau pikir aku anak kecil? Sudah sana. Aku masuk dulu. Hati-hati di jalan." kata Aera yang langsung menutup pintunya.

Beberapa saat kemudian, pintu rumah Aera diketuk oleh seseorang.

"Lama tak bertemu." pria dengan senyumannya yang manis, datang berkunjung.

Ia adalah Joshua.

"Aku ingin bicara padamu, sebentar saja. Kau mau kan?" pinta Joshua lembut.

Aera tampak menimbang.

"Aku janji, tidak lebih dari tiga puluh menit." kata Joshua lagi meyakinkan.

"Baiklah."

Joshua tampak senang mendengarnya.

"Bagaimana kalau kita bicara di taman? Disini kurang nyaman untukku." tawar Joshua yang di setujui oleh Aera.

Mereka berdua duduk diatas bangku taman panjang berwarna putih. Di depannya, ada banyak anak-anak, remaja dan orang dewasa yang sedang berlalu lalang.

"Kau apa kabar?" tanya Joshua memulai percakapan.

"Baik! Bagaimana denganmu?"

"Buruk! Aku merasa gila tidak bisa menghubungimu beberapa hari ini." canda Joshua.

"Maafkan aku. Aku hanya ingin menenangkan diri."

"Tak masalah. Aku mengerti." kata Joshua. "Apa kondisimu sekarang sudah membaik?"

Aera melepas pandangannya lurus kedepan. Nafasnya ia buang dengan kasar seraya tersenyum.

"Entahlah. Aku sendiri tidak tau bagaimana kondisiku." kata Aera.

"Apa kau akan kembali ke kantornya setelah kondisimu pulih?"

Aera langsung menjawabnya dengan gelengan. "Tentu saja tidak! Aku harus melupakannya. Segala tentangnya."

"Kau ingin pergi dari hidupnya?"

Aera mengangguk mengiyakan.

"Aku punya solusi untukmu, Aera." kata Joshua yang membuat Aera mengerutkan dahinya bingung.

"Solusi?"

Joshua mengangguk pelan. Ia mengeluarkan sebuah amplop yang langsung ia berikan pada Aera.

"Itu adalah brosur untuk pendidikan beasiswa perancang mode di Paris. Kebetulan, temanku yang membuat itu. Aku tau kalau kau suka sekali menggambar dan merancang baju. Ku pikir ini kesempatanmu." kata Joshua.

Aera masih tak mengerti. Ia membaca brosur dengan seksama.

"Apa maksudmu?"

"Jika kau ingin pergi darinya. Ini adalah satu-satunya cara. Ikut denganku ke Paris. Aku akan membuatmu melupakan masalahmu disini. Dan yang terpenting, aku akan membuatmu menjadi lebih baik lagi."

"Maksudmu, aku bisa mengikuti ini?" tanya Aera.

"Tentu! Semuanya, harus di coba jika ingin tau jawabannya." jawab Joshua. "Penerbangannya minggu depan. Jika kau mau, kau harus mengurus kepindahanmu secepat mungkin. Bagaimana?"

Aera tampak kembali menimbang. Ia merasa Joshua benar. Mungkin inilah jalan terbaik di hidupnya. Walaupun Aera yakin bahwa dirinya tidak bisa melupakan Seungcheol, setidaknya ia bisa berkarier lebih tinggi lagi melalui ini.

"Aku menunggu jawabanmu." kata Joshua karena Aera masih diam.

"Baiklah. Aku akan mencobanya."

Senyum manis keluar dari bibir Joshua.

"Pilihan yang bagus. Aku akan mengurus semua dokumenmu. Kau cukup berkemas saja. Ok?"

Aera mengiyakan. "Terimakasih."

"Tak masalah."

Tbc.

Gay Or Nay → C.S.CWhere stories live. Discover now