#28: Yang Dilupakan dengan Mudah

1.5K 155 3
                                    

Jiayi berdiri di barisan terdepan pasukannya dengan ekspresi datar. Tepat di hadapan Jiayi terdapat ratusan ribu prajurit setia yang bekerja di bawah nama Paman Qibo. Pasukan Jiayi kalah jumlah dari pasukan yang Paman Qibo kerahkan dan semua itu berkat bantuan Zhang beberapa hari lalu. Tetapi setelah melihat kenyataan itu, tetap tidak ditemukan ekspresi getar ataupun takut akan kekalahan di wajah Jiayi. Bahkan jika harus menjadi sisa prajurit yang kurang, Jiayi sama sekali tidak keberatan demi membalaskan dendam Shu.

"Jiayi!" panggil Paman Qibo dari tangga teratas pintu masuk Istana. Dia melihat ke bawah, kearah Jiayi yang menatapnya dengan pandangan nanar. Paman Qibo tersenyum tipis, dia menyukai pemandangan yang baru saja di lihatnya saat ini, ekspresi itu, Jiayi sangat menawan.

Jiayi yang berada di halaman Istana bersama pasukannya mengangkat pedang kearah Paman Qibo. Jika saja Paman Qibo tidak membantu Shen dalam merebut Shu dari tangannya, mungkin saat ini Jiayi tidak akan memiliki dendam apapun terhadap pria yang pernah menjadi pengisi sementara hatinya.

Shu lahir dalam keadaan yang memperihatinkan. Bayi laki-laki itu seharusnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar seperti bayi normal pada umumnya. Namun dengan ukuran yang sangat kecil, Shu bahkan tidak mampu untuk menunjukkan tangisannya kearah orang-orang yang saat ini berada di sekelilingnya. Jiayi yang masih lemah menggantikan tangisan Shu di atas kasurnya dan jika saja Shu tetap tidak menangis hingga satu jam berlalu, maka dapat dipastikan, Jiayi juga bersedia mengikuti Shu pergi ke alam lain.

Di dalam situasi yang kritis itu, Paman Qibo tiba-tiba datang dengan membawa seorang tabib terkenal dari Kerajaan Timur. Bersama Diwei, Paman Qibo membantu tabib itu untuk menyelamatkan nyawa Shu. Dan hanya dalam waktu dua malam, kini Shu menjadi seperti bayi pada umumnya –dapat menangis dan melakukan hal-hal lain. Mendapatkan bantuan yang sangat besar seperti itu, Jiayi memutuskan agar Paman Qibo memberikan bayinya sebuah nama yang baik. Paman Qibo tidak menunjukkan ekspresi apapun saat itu, kecuali senyuman yang sangat bahagia melalui kedua matanya yang berbinar. "Shu Nian."

"Jiayi, tidak bisakah kau menyerahkan dirimu tanpa perlawanan?" tanya Paman Qibo dengan salah satu tangan terangkat ke atas. Bersiap memberikan perintah untuk menyerang rombongan Jiayi. "Shu tidak akan suka melihatmu menyakiti diri sendiri."

Jiayi mendengus. "Shu akan lebih kecewa jika aku tidak menghabisi kalian!"

Paman Qibo kehilangan senyumannya. "Maafkan aku."

Paman Qibo menyukai bayi Shu. Terlalu sering mengunjungi bayi Shu dan memperhatikannya melebihi Shen yang hanya berdiam diri di Istana bersama Permaisuri, Jiayi tidak memiliki alasan untuk menutup hatinya lebih lama dari menerima perasan pria itu. Dan lagi, Diwei telah menyetujui hubungan keduanya sebagai saudara laki-laki –angkat– yang peduli.

"Apa kau akan meninggalkan Shen?" tanya Jiayi. Pria itu sama sekali tidak keberatan jika Paman Qibo menjawabnya dengan kalimat yang tidak ingin Jiayi dengar dengan jujur. Mengingat hubungan keduanya sudah masuk ke tahap yang lebih intim. Saling mempercayai dan mengetahui pemikiran satu sama lain, bukankah itu lebih baik?

"Aku tidak bisa meninggalkan Shen. Keluargaku telah bersumpah untuk melayaninya." Paman Qibo meraih pipi pucat Jiayi menggunakan salah satu tangannya, tersenyum dengan lembut, kemudian mencium kening Jiayi dengan seluruh perasannya. "Aku tidak bisa memberikan apapun untukmu dan Shu. Tetapi aku bersumpah,aku akan melindungi kalian menggunakan kemampuanku."

Tangan Paman Qibo yang sebelumnya terangkat ke atas, kini menunjuk lurus kearah Jiayi. Dia memerintahkan orang-orangnya untuk segera menghabisi kelompok musuh tanpa sedikitpun belas kasih. Jiayi yang sudah bersiap di posisinya segera melakukan serangan yang sama sehingga peperangan antara kedua kubu besar tidak dapat dihindari.

Besok adalah ulang tahun Shu yang ke empat. Namun sejak satu tahun yang lalu, Paman Qibo belum juga terlihat mengunjungi Shu kecil yang tengah merindukan kehadirannya. Bersama Shu kecil, Jiayi menunggu kedatangan Paman Qibo di depan gubuk jeleknya yang layak huni. Beberapa kali Diwei menyarankan agar Jiayi membawa Shu kecil masuk ke dalam gubuk untuk menghindari gigitan nyamuk, namun ketika Jiayi berdiri dari kursi kayu untuk masuk ke dalam, Shu kecil justru menangis dengan keras.

Melihat Shu kecil yang sangat mengerti perasaan tersembunyi Jiayi, Diwei tertawa sangat keras. Sesekali menggoda Jiayi dengan ejekan ringan, kemudian menemani keduanya hingga sekumpulan kuda datang mendekat dengan obor menyala di salah satu tangan. Awalnya, Jiayi dan Diwei kira kuda itu adalah milik Paman Qibo, namun ketika obor menyala di lempar hingga membakar gubuk, keduanya tidak memiliki pilihan lain kecuali kabur ke dalam hutan tanpa membawa senjata apapun.

Di dalam hutan, Jiayi dan Diwei memutuskan untuk memisahkan diri. Sementara Diwei menggunakan dirinya sebagai tameng yang kokoh, Jiayi bersama Shu berusaha mencapai rombongannya yang berada di tengah-tengah hutan. Namun belum sempat Jiayi menyembunyikan Shu di tempat yang aman dan mengambil sebilah pedang, seorang prajurit berpakaian tertutup dengan keahlian berperang yang memumpuni lebih dulu menyerangnya. Jiayi terluka parah ketika tebasan dan tusukan pedang prajurit itu mengenai beberapa organnya. Dia jatuh dalam keadaan terlungkup di atas tanah. Namun bukannya menghabisi Jiayi yang sekarat, prajurit itu justru mengambil Shu dan segera membawanya menjauh dari Jiayi.

Tidak ingin kehilangan Shu, Jiayi menggunakan sisa sekuatannya untuk merangkak, menangkap salah satu kaki prajurit itu dan memeluknya dengan kuat. Jiayi memohon agar prajurit itu membawanya dan meninggalkan Shu dengan selamat. Namun bukannya setuju, prajurit itu justru menarik rambut panjang Jiayi dengan kasar, menendangnya, kemudian menghantukkan kepala itu ke salah satu batu besar yang ada disana hingga mengeluarkan darah yang banyak.

Shu yang menyaksikan keadaan memprihatikan Jiayi menangis sangat keras hingga menarik perhatian pengikut Jiayi dan Diwei. Tidak ingin keberadaannya segera diketahui, prajurit itu mulai memaksa Shu untuk diam dengan cara menutup bagian mulut dan wajah menggunakan salah satu tangan yang berukuran besar. Shu yang merasa kesulitan untuk bernapas mulai kehilangan kesadarannya, namun belum sempat Shu menutup kedua mata kecilnya, Paman Qibo lebih dulu datang, lalu membunuh prajurit itu dengan cara memenggal kepalanya.

Menyaksikan kedatangan Paman Qibo, Jiayi yang masih berusaha mempertahankan kesadarannya tersenyum. Dia merasa sangat bersyukur dengan kedatangan pria itu untuk menolong dirinya dan Shu.

Paman Qibo segera mengobati luka Jiayi, kemudian meminta pria itu untuk tidur dengan nyaman dan menyerahkan Shu ke dalam penjagaannya tanpa perlu memikirkan apapun. Jiayi yang tidak pernah memikirkan penghianatan Paman Qibo menuruti perkataan pria itu, namun tiga hari setelahnya, setelah tersadar dari masa kritis, Jiayi tidak pernah lagi bisa melihat kehadiran Shu di sekeliling tubuhnya.

*****

ROYAL SECRETS【M-PREG】/【COMPLETE】【BUKAN NOVEL TERJEMAHAN】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang