Enam

34K 4.5K 201
                                    

Kalimat yang diucapkan Febe, ketajaman suaranya, serta kilat kemarahan di mata perempuan itu, membuat Kennan terperangah. Padahal, Kennan tidak bermaksud membuat perempuan itu tersinggung. Semua hanya reaksi spontan belaka. Namun ternyata Febe jelas-jelas tidak menyukai kalimatnya.

Kennan tidak tahu harus bicara apa. Meminta maaf mungkin hal yang harus dilakukannya. Cuma, Kennan tak sepenuhnya paham alasan Febe tersinggung. Apakah perempuan itu lebih suka membohongi seisi dunia supaya dianggap sebagai perempuan baik-baik? Sebegitu pentingkah penilaian orang bagi Febe?

Sebelum Kennan menemukan jalan keluar brilian, Febe sudah kembali dengan membawa sebotol air mineral yang diletakkan di depan pria itu. Lalu, Febe mengambil tempat duduk di seberang Kennan, menempati kursi tunggal. Perempuan itu masih mengenakan pakaian senam, celana tiga per empat shocking pink dan atasan tanpa lengan warna senada. Bukan jenis yang minim, tapi menunjukkan dengan jelas lekuk tubuhnya.

Saat itulah Kennan baru menyadari bahwa Febe sama sekali tidak kurus. Lengannya berotot, perut yang terlihat rata walau tidak tampak kulit sedikit pun, paha langsing, dan bokong yang bulat. Khusus bagian bokong, Kennan tidak sengaja menumpukan perhatian ke area itu. Hanya saja, saat tadi Febe menjauh untuk mengambil air minum, mau tak mau matanya tertuju ke bagian belakang tubuh Febe.

Kennan menggeram pelan, nyaris memaki diri sendiri. Entah mengapa monolog di kepalanya malah membahas tubuh Febe. Apakah otaknya sudah memasuki mode mesum karena gagal menikah? Pemikiran itu membuat Kennan diingatkan pada tujuan kedatangannya ke tempat ini.

"Aku minta maaf kalau kamu tersinggung. Aku nggak punya maksud apa-apa," gumam Kennan. Ya, meski tidak benar-benar serius ingin meminta maaf, dia harus melakukan itu. Karena alasan sopan santun. "Barusan spontan aja. Karena nggak nyangka banget kalau kamu pernah.. maaf... gendut."

Febe menukas, "Dan nggak nyangka kalau aku suka laki-laki?"

Kennan baru saja hendak menyanggah tapi Febe sudah mengibaskan tangan kanannya. "Nggak perlu dibahas lagi. Kamu ada perlu apa ke sini?"

Pertanyaan blakblakan itu membuat Kennan kesal. Jika mau jujur, dia tidak benar-benar tahu alasannya sehingga melarikan motornya ke rumah Febe. Dia sempat berharap akan bertemu dengan Irina, tapi malah diarahkan Dila untuk mendatangi studio senam Febe yang berada di samping rumah. Ini kali pertama Kennan memasuki bangunan yang disebut Irina sebagai "sarangnya Febe".

"Emangnya aku nggak boleh ke sini? Apa menurutmu nggak masuk akal kalau aku datang untuk nyari tau soal Irina?"

Febe menatap tamunya dengan ekspresi datar. "Aku pasti ngabarin kalau ada perkembangan baru. Jangan kira aku suka ngeliat ada orang yang batal nikah. Aku lebih hepi kalau Irina pulang dan ngeberesin masalahnya tanpa melibatkan orang lain." Kaki kanannya disilangkan. "Aku masih berusaha ngontak Irina sampai tadi siang, walau tau nggak bakalan ada hasilnya. Hapenya masih nggak aktif. Teman-temannya pun nggak ada yang tau Irina ada di mana. Jadi, nggak ada perkembangan sama sekali. Makanya aku nggak ngabarin kamu."

Kennan meraih botol air mineral dan membuka segelnya. Lalu, dia meneguk isinya hingga sepertiga. Resepsi pernikahannya tinggal lima hari lagi. Kennan tahu dia bodoh karena tidak melakukan apa pun. Otaknya keruh dan tak bisa digunakan untuk berpikir. Itulah sebabnya dia belum mengabari pihak terkait tentang pembatalan resepsi. Padahal, ibunya sudah mengingatkan agar lelaki itu mengurus segalanya. Termasuk menghubungi para tamu.

"Kamu nggak punya bayangan Irina ada di mana?" Suara Febe berubah, tak lagi seketus tadi. Mungkin perempuan itu merasa tak enak hati melihat kekusutan yang terpampang di wajah Kennan.

"Nggak," balas pria itu. "Kamu sendiri, beneran nggak tau di mana adikmu? Bukan cuma pura-pura nggak tau?" Kennan akhirnya melontarkan tudingan yang selama ini cuma bergema di kepalanya belaka.

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Where stories live. Discover now