Dua Puluh Lima [B]

30.6K 4.7K 281
                                    

"Siapa bilang Febe nggak tau? Aku malah udah dapet kado hebat pas tengah malam," jawab Kennan sembari mengangkat tangan kiri, menghalangi kecupan Irina di pipinya. Lalu, Kennan mundur dua langkah dengan wajah cemberut. "Kamu nggak perlu ngelakuin hal kayak gini cuma untuk bikin aku dan Febe berantem, Na. Nggak bakalan sukses."

Febe mengembuskan napas lega karena Kennan benar-benar tahu posisinya. Detik ini, dia melihat sendiri buktinya. Meski laki-laki itu setengah berdusta, Febe tidak keberatan. Di sisi lain, dia merasa bersalah karena tidak tahu hari lahir suaminya. Padahal, Kennan pernah menyinggung soal itu meski sambil lalu.

Seharusnya, saat itu Febe mencari tahu supaya -minimal- menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat pada Kennan setelah mereka menikah. Akan tetapi, saat itu dia tidak terlalu peduli dengan Kennan. Mana mungkin Febe mau repot-repot mencari tahu tanggal lahir suaminya? Monolog di kepala Febe berhamburan saat dia merasakan sikutan Dila di sebelah kirinya. Febe kembali pada kekinian, menangkap perdebatan Kennan dan Irina.

"Kamu nggak bakalan bisa bikin aku kesel, Na. Kayak yang tadi Kennan bilang, kamu bakalan gagal kalau berniat bikin kami berantem. Aku dan Kennan tim yang kompak." Febe menekan rasa jengkelnya. Dia tidak boleh terlihat emosi karena akan membuat Irina puas. "Kamu nggak perlu sampai seputus asa itu, Na. Hanya untuk bikin aku sakit hati. Selama sepuluh tahunan ini, memangnya apa yang kamu lakukan kalau bukan selalu bikin aku menderita? Efeknya, sekarang aku jadi kebal. Kalau cuma upaya payah untuk nyium suamiku, nggak bakalan bikin aku marah."

Lalu, Febe menyeberangi ruangan, berjalan ke arah suaminya. Dia tahu, reaksinya mungkin terlalu berlebihan. Dia tidak perlu menjadi ratu drama seperti Irina. Akan tetapi, Febe benar-benar tak tahan lagi. Setelah semua yang dilakukan Irina padanya selama satu dekade terakhir, tak ada salahnya sesekali memberi balasan. Lagi pula, siapa Irina yang berani-beraninya mencoba mencium Kennan? Sekarang, laki-laki itu milik Febe.

Begitu tiba di depan Kennan, dia mengalungkan kedua tangan di leher Kennan. Lalu mencium bibir suaminya. Dengan ciuman dalam yang membuat Febe bahkan lupa jika mereka sedang berada di dapur, ditonton Irina dan Dila.

"Wow!"

Kennan mengucapkan kata itu lagi. Namun Febe tidak tersinggung. Dia tertawa kecil sembari melepaskan pelukan pada leher suaminya. Tangan kanannya sempat mengusap bibir bawah suaminya.

"Tuh, kita akhirnya beneran bikin film mesum. Live show," gurau Febe. Lalu dia berbisik di telinga kanan suaminya. "Selamat ulang tahun ya, Ken. Aku beneran minta maaf karena nggak tau. Kado hebatnya ntar nyusul."

Febe berbalik, berjalan santai melewati Irina yang berdiri mematung. Ekspresi kagetnya membuat Febe senang sekali. Dia hampir tak pernah mengejutkan sang adik. Selama ini, justru Irina yang selalu membuatnya terpana. Sementara Dila tampak terperangah tapi tersenyum lebar.

"Kalian benar-benar menjijikkan," kecam Irina.

"Namanya juga pengantin baru, Na. Kami lagi seneng-senengnya bereksplorasi," sahut Febe, kalem.

Febe kembali menuntaskan pekerjaannya, menghaluskan bumbu yang sempat tertunda. Sementara Dila sedang mengaduk-aduk nasi dingin di dalam mangkuk lebar. Febe sempat mendengar langkah Irina menjauh setelah dia melemparkan beberapa kata jahat yang diabaikan sang kakak. Beberapa saat kemudian, Kennan sudah berdiri di sebelahnya.

"Ada yang bisa kubantu, H&D?"

"Nggak usah, udah mau kelar, kok. Bumbunya Mbak Dila yang nyiapin, aku cuma ngulek doang. Jadi jangan cemas, ini aman dimakan." Febe menoleh ke arah suaminya. "Kamu mau kopi sekarang? Atau ntar aja?"

"Ntar aja. Aku udah kenyang gara-gara kamu cium," bisik Kennan.

Febe menyodok pinggang suaminya. Dia balas berbisik. "Ken, kita lagi di dapur dan ada orang lain di sini. Kamu jangan aneh-aneh, deh!"

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Where stories live. Discover now