Dua Belas

33K 4.4K 216
                                    

Dalam waktu dua hari setelahnya, mendung yang menggantung di rumah keluarga Kennan berangsur punah. Ibunya pun perlahan membaik meski tetap tak memberikan dukungan penuh pada rencana pernikahan Kennan dengan Febe. Di depan anggota keluarga yang lain, Lydia berkali-kali mengkritik Febe. Terutama ketika akhirnya Kennan memberitahunya bahwa pria itu akan tinggal di rumah Febe setelah menikah. Protes pun meledak di udara.

Mau tak mau, hal itu mengesalkan putranya. Karena Kennan mengambil jalan yang tak pernah terbayangkan itu hanya demi ibunya. Febe pun berkorban karena alasan yang sama. Jika dia harus berkompromi untuk masalah tempat tinggal, Kennan tak keberatan. Toh, rumah Febe cukup nyaman. Sementara rumah yang disiapkan Kennan untuk ditinggali bersama istrinya kelak, terpaksa dibiarkan kosong dulu untuk sementara.

"Masalah rumah nggak usah diributin lagi deh, Ma," lerai Hisham. Tampaknya pia itu pun mulai bosan dengan tema yang terus diulang Lydia. "Kennan udah dewasa, dia yang bikin kesepakatan sama Febe. Kita hormati keputusan mereka. Nggak perlu ikut repot gara-gara itu."

Di mata ketiga anaknya, Hisham adalah pria yang sangat sabar menghadapi Lydia. Kennan mencintai ibunya, tapi kadang dia tak tahan dengan kecerewetan perempuan itu. Lydia sangat fokus pada detail. Hal-hal kecil saja kadang memicu pertanyaan panjang yang mengesalkan. Apalagi masalah tempat tinggal yang memang bukan persoalan sepele.

Kennan yang lebih banyak memilih diam, tak bisa terus mengatupkan bibir. Karena Lydia kembali memilih mengkritik Febe.

"Aku mikirin Mama makanya nekat ngajak Febe nikah. Dia pun awalnya nolak mentah-mentah. Dia nggak suka sama aku, Ma. Tapi kondisi Ibu makin buruk, sama kayak Mama. Makanya Febe akhirnya nyerah. Jadi, kita semua harus bisa nerima kenyataan. Aku bakalan nikah sama Febe, bukan yang lain."

Kennan nyaris mengernyit saat kalimatnya tergenapi. Barusan dia melakukan apa? Membela Febe di depan ibunya? Namun kemudian akal sehatnya berteriak. Bukankah hal yang wajar jika dia berpihak pada Febe? Perempuan itu akan menjadi istrinya, suka atau tidak. Kennan sendiri yang meyakinkan Febe bahwa mereka bisa berhasil membangun mahligai rumah tangga. Pernikahan yang tidak dikendaki oleh kedua calon mempelai ini tak perlu diwarnai dengan lebih banyak kebencian lagi.

"Mama sih nggak tau aja Febe itu siapa. Memang sih, dia bukan artis top atau seleb. Tapi untuk pencinta olahraga di rumah, video-video Febe itu jadi penyelamat. Dia punya banyak fans, Ma. Yang antre pengin ikutan kelasnya aja bejibun. Satu lagi, penghasilannya jelas-jelas lebih gede dibanding Kennan." Mieke bicara dengan penuh semangat sembari menyikut adiknya. Informasi terakhir itu membuat kening Kennan berkerut.

"Kalaupun penghasilan Febe lebih gede dari aku, masalahnya di mana? Aku bukan laki-laki bodoh yang gampang merasa maskulinitasnya diserang karena kalah sukses dibanding pasangannya. Dari sisi finansial, maksudku," respons Kennan.

"Aku kan cuma ngasih tau Mama, supaya jangan negatif melulu ngeliat Febe. Meski dia kakaknya Irina, bukan berarti Febe seberengsek adiknya," timpal Mieke.

Kennan menatap kakaknya dengan penuh konsentrasi. "Kamu nggak suka sama Irina ya, Mbak? Alasannya apa?"

Mieke mengedikkan bahu. "Aku susah jelasinnya, Ken. Buatku, Irina itu hmmm... palsu. Pintar main drama. Nggak tulus aja keliatannya."

Kennan kebingungan. "Mama bilang, Irina bukan pasangan yang pas buatku karena naluri seorang ibu atau semacamnya. Sekarang, Mbak bilang Irina nggak tulus dan palsu. Aku nggak paham sama sekali." Lelaki itu sempat melirik ibunya yang duduk di seberangnya. "Bisa dijelasin nggak, Mbak?"

"Kan aku tadi udah bilang, susah jelasinnya. Dia sih nggak ngelakuin sesuatu yang frontal sampai bikin aku ngasih penilaian gitu. Tapi, dari gerak-geriknya, aku selalu ngerasa kalau Irina ini suka pura-pura."

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Where stories live. Discover now