Enam Belas

33.9K 4.7K 148
                                    

Melihat wajah pucat Jonas setelah mendengar kata-kata judes Febe, Kennan sungguh merasa iba bercampur geli pada lelaki itu. Untuk urusan lidah menyilet yang diikuti ekspresi dingin, tampaknya Febe menjadi juara. Kennan belum pernah melihat yang lebih hebat dari istrinya untuk masalah itu. Diam-diam, Kennan menyembunyikan senyumnya di balik punggung Febe. Perempuan itu masih berada di pangkuannya, tidak berusaha melepaskan diri seperti dugaan Kennan.

Untungnya Annika datang hanya beberapa detik setelah Febe melemparkan bomnya di depan Jonas. Saat mengetahui bahwa Febe dan Kennan baru menikah tiga hari silam, perempuan itu memberi ucapan selamat. Barulah setelahnya Annika dan Jonas pulang. Kini, di studio hanya tinggal Febe dan Kennan.

"Nah, sekarang kamu udah bisa lepasin aku. Dramanya udah kelar." Febe mengurai tangan Kennan yang bertaut di perutnya. Perempuan itu berdiri dengan gerakan cepat. "Makasih ya, kamu datang di waktu yang tepat."

Tanpa menatap Kennan, perempuan itu berjalan ke arah area yang tadi digunakan untuk berolahraga. Lalu mulai sibuk menggulung matras satu per satu. Kennan mengekori istrinya. Ada beberapa botol air mineral kosong yang ditinggalkan begitu saja.

"Fe, harusnya yang senam disuruh beresin matras dan botol minumnya sendiri, dong! Masa kamu yang ngurusin ini semua?"

"Nggak apa-apa, aku juga nggak repot. Cuma kayak gini doang."

Kennan teringat gelas yang tadi dibawanya."Aku bikinin kamu teh pakai tenaga dalam. Minum dulu, dong."

Febe menjawab tanpa mengangkat wajah. "Iya, makasih."

"Tapi?"

Barulah Febe menatapnya dengan glabela berkerut. Wajahnya memerah. Kennan berani bertaruh jika itu efek dari pelukannya tadi. Pasti Febe jengah luar biasa tapi memilih bertahan karena jengkel pada Jonas yang menyebalkan itu. "Tapi apanya?"

"Biasanya kan masih ada lanjutannya. Mana pernah sih kamu nyerah gitu aja?"

"Itu penemuan terkinimu, ya?" balas Febe.

"He-eh."

"Sok tau!" Febe kembali sibuk menggulung matras.

Kennan melakukan hal yang sama. Ada belasan matras digelar di lantai. Mendadak, dia mengernyit. Tadi dia menempelkan pipinya di punggung Febe yang basah oleh keringat karena menahan geli untuk Jonas. Mengapa dia tidak merasa jijik? Febe tetap saja masih orang asing, kan? Meski tadi malam dia tidur sambil mendekap Febe, situasinya berbeda. Kala itu, aroma Febe menyamankan indera penciumannya.

"Jonas itu sering ngegangguin kamu ya, Fe? Tadi aku lagi duduk di teras pas dia datang dan langsung ke studio. Kalau..."

"Dan naluri melindungimu pun langsung menampakkan diri," sindir Febe. Namun kemudian perempuan itu menyambung, "Eh, maaf. Aku jadi nyebelin. Yang tadi itu, beneran makasih."

Kennan pun gagal untuk tak menggoda istrinya. "Makasihnya untuk apa? Karena aku ngasih tau Jonas kalau aku suamimu dan bukannya langsung nonjok dia? Atau karena aku meluk kamu."

Febe meraih botol air mineral kosong di dekatnya dan melemparkan ke arah Kennan. Lelaki itu mengelak sambil tertawa geli. Febe benar-benar membuatnya terhibur. Sejak mereka menikah, entah berapa kali dia tertawa gara-gara sang istri. Ini benar-benar di luar dugaan.

"Karena kamu dengan ceriwisnya ngenalin diri. Jadinya, aku bisa menghemat energi. Nggak perlu ngomong apa-apa sama Jonas lagi."

Kennan meletakkan matras terakhir yang digulungnya ke sudut ruangan. "Kamu belum jawab pertanyaanku. Dia sering gangguin kamu?"

"Tiap ke sini pasti ngomongin soal kagetnya dia karena sekarang badanku nggak segede gajah lagi. Sebenarnya pengin ngelarang dia masuk ke studio, karena yang lain nggak pernah diantar sama calon suaminya. Takut ada yang merasa terganggu meski Jonas ke sini setelah kelas usai. Tapi, nggak enak sama Annika. Lagian, selama ini memang nggak ada larangan khusus untuk para calon suami," cerocos Febe. Perempuan itu mengumpulkan botol kosong di sebuah keranjang sampah.

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Where stories live. Discover now