Tiga Puluh

36.5K 4.6K 242
                                    

Febe terbangun dengan wajah cemas Kennan menjadi objek yang pertama dilihatnya. Tubuhnya bersimpah keringat karena mimpi buruk yang terasa begitu nyata. Dia menarik napas dengan kelegaan mahadahsyat yang membuat otot-ototnya mengendur. Lalu, Febe melanjutkan tidur dengan Kennan di sebelahnya.

Itu harapannya.

Sayangnya, ini bukan mimpi buruk, melainkan kenyataan yang lebih getir dibanding empedu. Ibu tercintanya memang sudah berpulang kepada Sang Pemilik Hidup, menyusul almarhum ayahnya. Febe bahkan tak sanggup menangis. Karena rasanya air mata pun tak mampu menggambarkan kesedihan dan kehilangannya. Dia sungguh ingin bergelung di tempat tidur seharian tanpa ada yang mengganggu. Febe ingin merasakan dukanya sendirian. Namun, dia mustahil melewatkan pemakaman salah satu orang yang paling dicintainya.

Menurut Dila, Rosita sudah tidak merespons saat dibangunkan tadi pagi. Padahal malamnya semua tampak baik-baik saja. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan kecuali perempuan itu terlihat agak pucat. Dila pun memanggil Nino untuk memeriksa ibunda Febe, kalang kabut sendirian karena Irina sedang menginap entah di mana. Nino tidak menemukan denyut nadi dan memastikan Rosita sudah berpulang.

Yang paling menyedihkan untuk Febe, Rosita tampak biasa-biasa saja belakangan ini. Tidak ada tanda-tanda masalah kesehatan yang berarti. Nino rutin memeriksa kesehatan perempuan itu meski tampaknya sengaja menghindari Febe. Karena kondisi Rosita stabil, Febe pindah tanpa beban berarti.

"Sugar, kamu nggak boleh menyalahkan diri sendiri, ya? Ini memang udah waktunya Ibu untuk pergi. Jangan merasa bahwa ini gara-gara kita pindah dan kamu nggak ngurusin Ibu lagi," bisik Kennan sambil memeluk istrinya. Mereka bertemu di rumah duka dan Kennan baru saja datang. Jenazah Rosita berada di ruang tamu.

"Iya, aku tau. Aku nggak mikir kayak gitu," balas Febe dengan suara rendah. "Cuma, aku sedih karena ini tiba-tiba. Selama ini keliatannya Ibu baik-baik aja. Nggak ada tanda atau firasat buruk sama sekali."

Suara ayat suci dilantunkan terdengar dari berbagai penjuru. Membuat dada Febe tak terlalu sakit. Dia tahu, ibunya sudah menuntaskan perjalanannya di dunia. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Febe. Dia sudah mati-matian berusaha menjaga Rosita selama bertahun-tahun.

Acara pemakaman itu menjadi semacam reuni yang tak terlalu nyaman. Itulah kali pertama ibu mertua Febe bertemu lagi dengan Irina setelah perempuan itu kabur begitu saja. Febe memergoki Lydia memandang Irina dan Nigel yang datang belakangan dengan pandangan menyilet. Jika sebuah tatapan tajam bisa membunuh, sudah pasti Irina dan Nigel tak lagi bernyawa. Mungkin dengan kondisi tubuh tak lagi utuh.

Febe pun baru beberapa kali bersua dengan Lydia setelah pulang dari Santorini. Niatnya untuk bicara dengan sang mertua tentang masa lalu yang dipersoalkan Lydia itu, urung. Karena Kennan melarangnya mati-matian. Lydia memang tidak mengucapkan kata-kata jahat, tapi jelas terlihat jika perempuan itu tidak menyukai menantunya. Tiap kali Febe datang, Lydia hanya menemuinya sebentar untuk berbasa-basi. Lalu, menghilang ke kamarnya selama berjam-jam.

"Kenapa kamu keliatannya jauh lebih sedih dibanding Irina, Fe? Padahal, Bu Rosita itu bukan ibu kandungmu," gumam Lydia setelah upacara pemakaman yang membuat Febe nyaris pingsan itu selesai. Mereka baru saja meninggalkan area pekuburan. Febe dan Lydia berjalan berdampingan sementara Kennan sedang bicara dengan ayahnya, beberapa langkah di belakang.

"Karena Ibu yang udah mengurus saya sejak kecil, Ma. Saya nggak akan bisa membalas jasanya. Ibu luar biasa baik dan sabar menghadapi saya. Nggak ada tanda-tanda kalau sebenarnya kami nggak punya hubungan darah. Saya bahkan awalnya nggak percaya kalau beliau bukan ibu kandung saya." Febe membenahi letak kerudungnya yang melorot.

"Kamu kenapa bisa santai aja di depan Irina? Jujur, Mama heran. Padahal, dia sudah membuatmu terpaksa harus menikahi Kennan."

Febe paham, ibu mertuanya sedang melakukan interogasi. Entah untuk apa. Namun sebelum dia menjawab, Kennan sudah berjalan di antara Febe dan Lydia. Tangan kanannya memeluk bahu sang istri.

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Where stories live. Discover now