Dua Puluh Tiga [A]

31.9K 4.7K 271
                                    

Interupsi :
Bab ini seharusnya baru diposting beberapa hari lagi. Berhubung lagi pengin berbagi hepinya pengantin baru, kuunggah hari ini. Tapi, cuma setengah bab. Setengahnya lagi nyusul kapan-kapan.
Jadi, nggak perlu protes kenapa bab ini pendek. Selamat baca. Semoga baper.

Kennan jelas-jelas kaget, itu terlihat jelas dari ekspresinya. Febe memerhatikan dengan serius. Dia bahkan tak berkedip untuk menangkap tiap perubahan otot di wajah suaminya. Namun, keterkejutan Kennan hanya berumur kurang dari lima detak jantung. Karena mimiknya sudah kembali normal.

"Kukira dia nggak bakalan balik lagi," responsnya. "Tiap kali kamu ngebahas situasi kalau Irina pulang, aku selalu merasa itu nggak bakalan terjadi. Atau, masih lama. Nggak nyangka dia balik secepat ini." Kennan mengedikkan bahu. "Ya biarin aja dia pulang. Emangnya kenapa? Justru ini kesempatan bagus supaya kamu bisa ngeliat sendiri gimana aku bakalan ngeberesin masalah ini."

Itu jawaban yang cukup tak terduga, Febe harus mengakui itu. Dia mengira akan melihat Kennan terpana entah berapa lama, gugup, atau sesuatu yang tak jauh dari itu. Namun lelaki itu malah begitu tenang. Entah Kennan terlalu pintar menguasai diri atau ada alasan lain. Namun lelaki itu benar untuk satu hal. Berhadapan langsung dengan Irina menjadi kesempatan terbaik bagi Febe untuk menilai keseriusan Kennan menjalani rumah tangga mereka.

Akan tetapi, perempuan itu tahu dia harus menyiapkan mental. Kennan bisa saja sesumbar akan membuktikan bahwa pernikahan mereka takkan disesali. Namun, siapa yang bisa memastikan isi hati seseorang? Apalagi, ini kali pertama Kennan dan Irina kembali berhadapan setelah berminggu-minggu.

Ketika mereka kembali ke Indonesia nanti, ada perang yang siap menyambut Febe. Bukan cuma menghadapi kenyataan yang selama ini diam-diam membuatnya cemas seputar suaminya. Kennan akan tetap menjadi suaminya atau sebaiknya ditendang sejauh mungkin dari hidup Febe. Dalam hitungan hari, semua harus diputuskan. Melainkan juga penghinaan yang akan dilemparkan Irina pada Febe. Itu bukan hal yang sulit untuk diprediksi. Namun, Febe tak terlalu mencemaskan bagian itu. Dia sudah terbiasa menghadapi kata-kata beracun dari adiknya.

Walau yakin Irina akan segera kembali, tetap saja Febe kaget saat menelepon ke rumah. Padahal dia mengontak Dila karena ingin mengetahui kabar harian Rosita. Febe sempat membatu lama membayangkan badai yang akan datang bersama kehadiran Irina. Namun, tak ada yang bisa dilakukannya untuk mencegah hal-hal buruk terjadi.

"Kamu nggak usah cemas, Fe." Kennan melingkarkan tangan di bahu istrinya, mencium pelipis Febe. "Kan aku udah bilang, nggak perlu janji ini-itu. Kalau memang udah tiba waktunya untuk ketemu Irina, kamu akan liat sendiri. Apa aku tipe laki-laki gombal atau yang konsisten sama kata-katanya."

Ya, Kennan benar. Karena itu, Febe hanya mengangguk. Tangannya memeluk pinggang Kennan. Dia kembali menatap ke depan, pada keindahan yang tak bisa dinikmati semua orang. Febe beruntung. Dia berbulan madu di Santorini, bersama suaminya. Dia tak bisa membayangkan menghabiskan waktu di tempat itu dengan orang lain. Kennan adalah pilihan terbaik. Koreksi, tidak ada pria lain kecuali Kennan yang diinginkan Febe untuk bersamanya di tempat itu.

"Makasih karena kamu nyusul ke sini walau sempat ngeluh tiketnya mahal. Aku nggak yakin bisa sesenang ini kalau bukan kamu yang nemenin."

Ketika kalimatnya tuntas, Febe menggigit bibir. Untungnya tidak sampai mengenai jerawatnya yang sudah mengempis. Seharusnya, ada aturan dalam buku tatakrama untuk perempuan yang menikah karena alasan di luar cinta, yang melarang mrngucapkan kalimat semacam itu. Akan tetapi, Febe memiliki masalah sendiri. Otak, hati, dan lidahnya tidak terkoordinasi dengan baik. Terutama jika sudah berkaitan dengan Kennan.

"Aku tau, Fe. Udah nyadar dari kemarin, kok. Terutama karena kamu nggak ngomel pas ngeliat aku nongol," balas Kennan, santai. "Eh, ini serius, ya? Aku juga nggak bisa ngebayangin bakalan ke sini sama orang lain. Aku senang karena kamu milih Santorini. Walau awalnya cuma mau liburan sendiri. Untungnya aku nekat nyusul ke sini. Kamu, aku, Santorini, rasanya pas banget."

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Where stories live. Discover now