Sepuluh

34.5K 4.5K 202
                                    

Kennan tidak berdusta. Karena setengah mati mencemaskan ibunya saat pulang tadi, lelaki itu bisa dibilang gelap mata. Dia berencana menikahi perempuan mana pun yang bersedia menjadi istrinya. Kandidat yang paling mungkin menerima lamarannya tanpa pikir panjang adalah Siska. Bahkan, mungkin perempuan itu akan bahagia luar biasa.

Siska masih berkerabat dengan ibunda Kennan. Ayah perempuan itu adalah sepupu jauh Lydia. Bukan rahasia jika Siska sudah menyukai Kennan sejak masih kuliah. Tingkah agresifnya membuat Kennan ketakutan dan tak nyaman. Hingga dia pernah meminta tolong pada Lydia untuk bicara dengan Siska.

"Serius? Ada perempuan lain yang bakalan bikin hidupmu lebih menderita dibanding aku?" Febe mengadang Kennan, membuat lelaki itu batal melewati pintu studio. Di luar, hari sudah terang tanah. Mereka sudah membuat kesepakatan untuk bicara dengan Rosita. Setelah itu, Febe akan ikut ke rumah Kennan untuk bertemu keluarga pria itu sekaligus meminta tolong ayahnya untuk mengurus masalah dokumen. Lalu, mereka berencana untuk mendatangi kenalan Febe yang memiliki toko pakaian pengantin.

"Iya, serius. Nanti juga kamu bakalan kenal sama dia."

"Kenapa kamu bisa yakin dia nggak bakalan nolak diajak nikah?"

Kennan tertawa kecil. "Kalau kuceritain, kamu pasti nuduh aku kepedeaan."

"Coba aja," tantang Febe dengan mata berbinar. Mereka berdiri berhadapan, hanya terpisah dua langkah.

"Hmmm, oke. Perempuan yang kumaksud ini namanya Siska. Cantik, andai dia nggak suka make-up menor dengan aroma mirip ketumpahan setengah botol parfum. Trus, suka dandan seksi tapi salah tempat. Siska itu udah ngejar-ngejar aku sejak zaman kuliah. Catat ya, ngejar-ngejar." Kennan sengaja memberi penekanan pada kata ulang. Febe terkekeh mendengar kata-katanya.

"Trus?"

"Ujung-ujungnya, aku bukannya merasa tersanjung tapi malah jadi ketakutan. Dia terlalu agresif, aku ngeri. Sampai aku ngomong ke Mama supaya Siska dikasih tau. Nah, sampai sekarang, dia masih berusaha narik perhatianku. Hampir tiap minggu pasti ngirim WhatsApp dan nelepon. Kadang malah mampir ke rumah atau kantor. Dia juga berusaha bujukin aku supaya jangan nikah sama Irina. Pas pulang dari sini dan ngeliat kondisi Mama, putus asa banget rasanya. Udah kepikiran mau ngajak Siska nikah supaya kondisi Mama nggak makin drop. Tapi baru ngebayangin aja aku udah mual. Nggak kebayang gimana rasanya kalo kudu nikah sama dia." Kennan bergidik.

"Berarti aku nggak semengerikan itu, ya?" Febe masih tampak geli. "Memangnya yang namanya Siska ini seagresif apa sih? Cowok-cowok nggak suka cewek yang punya nyali gitu, ya?" tanyanya penuh rasa ingin tahu.

"Entahlah, aku nggak tau gimana cowok yang lain. Tapi aku pribadi sih, nggak suka yang serba terlalu. Agresif boleh-boleh aja. Cuma, kalau ngobrol berdua sama aku langsung yakin bakalan hamil, kan parah."

"Hah? Itu sih memang kepedean. Kamunya, maksudku," simpul Febe. Perempuan itu kembali tertawa geli. "Aku gagal ngebayangin ada cewek yang mikir kalau kupingnya adalah salah satu alat reproduksi."

Bahu Kennan terkedik. "Ya udah kalau nggak percaya. Ntarlah kamu liat sendiri kayak apa yang namanya Siska."

Febe menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. Tawanya masih bersisa. "Makasih karena udah yakin kalau masih ada orang yang lebih parah dibanding aku. Paling nggak, aku lumayan terhibur. Nggak terlalu menderita karena cuma jadi ban serep."

Kalimat perempuan itu menyentil Kennan lebih dari yang seharusnya. Sampai kemarin malam, dia tidak pernah peduli dengan Febe. Di matanya, perempuan ini nyaris tidak eksis dan sama sekali bukan sosok penting. Namun, setelah mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdiskusi panjang, Febe tidak semengerikan bayangan Kennan selama ini. Apalagi setelah mendengar masa lalu perempuan ini yang cukup mengejutkan.

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Where stories live. Discover now