22. Terpukul

2.6K 334 13
                                    

"Sabar mas, mas pikir cuma mas yang hancur liat Ily begini,,,."

*
*

Gadis itu sama sekali tak memberi reaksi pada siapa pun, sejak datang hingga kini hampir menjelang malam, Ily sama sekali tak bergumam atau pun sekedar mengeluarkan suara lirihan. Bahkan kakak-kakaknya, dan Devan sekalipun tak bisa membuat gadis itu berbicara. Hanya air mata yang terus mengalir keluar membasahi pipi Ily tanpa suara.

Bi narti yang membantu Ily memakaikan baju pun tak Ily ajak bicara, padahal biasanya gadis itu begitu ramah dan amat tidak pernah mengacuhkan wanita paru baya itu.

Gadis itu hanya diam berkurung diri di kamar, pintu yang semula tak terkunci kini Ily kunci dari dalam. Ily benar-benar terpukul dengan pelecehan itu, dan untuk pertama kalinya Ily merasa tak pantas lagi menjadi seorang perempuan.

Berkali-kali Ily mengacuhkan ketukan di pintu kamarnya, sekalipun itu Ali tak membuat Ily ingin membuka pintu kamar yang sudah ia kunci rapat-rapat.

"Tok,, tok,,

"Dek, makan yuk! Kamu belum makan sedari tadi." Bujuk Devan, sudah dua kali waktu makan Ily lewatkan. Devan menatap beberapa laki-laki yang juga bersamanya, berharap pintu kamar Ily terbuka.

Ily mengacuhkan panggilan Devan dan memilih menelungkup wajahnya ke bantal, untuk kesekian kalinya air mata itu turun namun kali ini tangisan itu mengeluarkan suara yang menjawab seruan semua orang. Mungkin jika air mata ada batas stoknya, maka kering sudah air mata Ily untuk hari ini.

Ily menghela napas diantara tangisannya, dadanya benar-benar dibuat sesak memikirkan kejadian siang tadi. Mungkin Ily harusnya bersyukur karena kejadian itu tak melewati batas, ia memang hampir menjadi mangsa laki-laki bejat itu namun setidaknya ia masih berstatus gadis kerena pertolongan Tiyo. Namun rasa malu bercampur kecewa membuat Ily enggan menatap wajah orang lain.

Hari menjelang larut malam, namun semua orang masih menunggu Ily membuka pintu kamar, atau sekedar menyapa mereka yang ada di depan pintu kamar Ily.

"Sebaiknya kalian tidur, biar gue yang disini." Ujar Ali menatap tiga saudara Ily yang sejak tadi betah duduk bersamanya di depan pintu kamar Ily.

Devan balas tatapan Ali. "Tidak Ga, biar gue yang disini. Kalian bisa istirahat, kalian juga babak belur gitu."

Wajah Ali memiliki beberapa lebam akibat terkena pukulan Dern dan teman-temannya, sejujurnya Ali dan kawan-kawan hampir kalah jika bukan Alvano dan kawan-kawan drem club datang membantu. Hampir semua sahabat Ali memiliki boyok di sisi wajah, bahkan ada yang benar-benar parah. Kenzi, laki-laki itu hampir pingsan karena di gebuk habis-habisan.

Ali menyentuh sisi pipinya yang sedikit bengkak, akibatnya laki-laki itu meringis pelan. "Gue ngak apa-apa," jawab Ali.

Devan menatap Revin, lalu menatap Revan. Kedua adiknya juga babak belur karena perkelahian itu. Namun sama sepertinya dan Ali, keduanya juga cemas dengan keadaan Ily yang mengurung di kamar. "Sepertinya malam ini Ily tidak akan membuka pintu kamarnya." Kata Devan meyakinkan Ali, laki-laki itu menggerakkan handle pintu masih terkunci rapat.

Kamar Ily memang tak memiliki kunci serep, Devan pernah terpikir untuk mendobrak namun Ily pasti akan semakin hancur jika ia bersikap keras hanya untuk melihat keadaannya saat ini. Karena di balik kehawatiran mereka, semua tahu jika gadis itu butuh waktu sendiri.

Ali yang semula menyenderkan badan di dinding, merusut perlahan hingga tubuhnya terduduk di lantai. Semua orang memandang iba pada laki-laki itu.

"Tunggu di kamar gue aja Ga, sekalian obatin wajah lo." Ujar Revin.

LYGA✔ (END)Where stories live. Discover now