27. Kebiasaan di Masa Lalu🙋

3.1K 314 11
                                    

"Gue bahkan belum melupakan apapun, entah lah dengan lo."

*
*

_________,,

Ali menggeliat pelan, sudah hampir setengah malam laki-laki itu mendekap Ily dalam dada bidangnya. Ali amat kecewa setelah Ily mendengarkan hasil rekamannya, pengakuan Bram tentang semua hal yang telah ia perbuat. Laki-laki itu menceritakan semua masa lalunya pada Ily, tentang persahabatannya dan Dren.

Sejak dulu Ali memang sering menindas seseorang yang tak sejalan dengannya, begitu pun Dren. Keduanya amat di takuti meski saat itu masih anak-anak, dan tentang Bram. Ali tak pernah menindasnya secara langsung, Ali hanya membela sahabatnya. Entah benar atau salah, saat itu Ali hanya tahu Dren adalah segalanya. Sahabatnya, keluarganya dan satu-satunya yang harus ia lindungi. Ali membuat Bram masuk rumah sakit, namun karena papa Ali pemilik sekolah. Kasus itu di tutup dan tidak lagi di perkarakan, Bram minta maaf saat itu dan sejak itu lah Ali berteman dengan Bram.

Malam ini sangat bersejarah bagi Ily, mungkin ini pertama kalinya Ali meretas air mata tanpa alasan. Tak ada yang tahu bagaimana hancurmya perasaan Ali melihat sahabatnya berbuat diluar batas, jika hanya mengancam mungkin Ali masih memaklumi namun menyentuh gadisnya dengan kekerasan, itu amat menyakitkan.

Ali bersyukur, meski ia datang sedikit terlambat. Revan langsung menelpon Ali saat Ily mematikan panggilan, hal itu membuat Ali bergegas menyusul Ily lewat pelacak GPS hand phone. Semula Ali amat kaget saat mengetahui dimana gadisnya berada, namun lebih kaget lagi saat melihat sahabatnya menampar Ily di depan matanya. Kemarahan Ali langsung memuncak, dan tangisan Ali adalah bukti luapan emosi yang ia tahan.

Laki-laki itu melonggarkan pelukannya saat tubuh Ily bergerak, gadis itu sudah terlelap sejak satu jam yang lalu. Meski hanya tidur dengan posisi duduk dan bersandar di tubuh Ali, tidur Ily terlihat nyaman. Keduanya masih di dalam mobil, hanya berganti posisi ke kursi belakang. Ali sengaja membuka penutup atap, agar agin malam bisa masuk dan membantunya menenangkan diri. Ali sama sekali tak bisa tertidur dalam kondisi begini, namun bersama gadis itu susah membuatnya merasa lebih baik.

"Jam berapa?" Gumam Ily mengerjap pelan pelupuk matanya, mata sayu Ily membuat gadis itu terlihat manis nan manja.

Ali tersenyum kecil, mengusap wajah Ily. Nyatanya usapan Ali membuat Ily meringis karena yang Ali sentuh adalah bekas tamparan Bram. "Masih perih? Bagaimana jika memar?" Tanya Ali hawatir.

"Is ok, i'm fine." Ily menggeleng dengan senyumnya, gadis menusup tangannya ke pinggang Ali dan memeluk tubuh Ali erat.

"Sudah hampir jam dua pagi," ucap Ali membalas pelukan sang kekasih.

Ily menelik Ali santai, laki-laki itu begitu menikmati angin yang menerpa mereka. "Kamu ngak kedinginan?" Tanya Ily, pasalnya laki-laki itu hanya memakai kaos santai dan kondisi mobil terbuka.

Ali tersenyum kecil. "Pelukankan kamu cukup hangat," jawab Ali.

Melihat Ali saat ini seolah bukan Ali, bahkan jika ia terus memaksa tersenyum. Ily tahu sakit hati yang Ali tutupi. "Maaf," lirih Ily.

"Aku kan usah bilang, jangan minta maaf. Ini bukan salah kamu, aku justru malu. Ternyata sahabat ku sendiri ingin menghancurkan ku, dan malah menyakiti kamu." Ali menatap kekasihnya sayu, raut putus asa itu benar-benar tak bisa Ali sembunyikan lagi. "Harusnya dulu aku tidak jahat," lanjut Ali.

Ily menatap kekasihnya iba, "kamu kan cuma belain teman kamu, kamu ngak salah." Bela Ily, membuat Ali menatapnya intens.

"Semoga kamu tidak menyesal memilih bertahan bersama ku," gumam Ali.

LYGA✔ (END)Where stories live. Discover now